[Bagian 16]

20 2 26
                                    

Kalau semesta saja peduli terhadap penduduk bumi, kenapa gue harus nggak bisa peduli sama lo?

|快乐阅读|
-Happy reading-


"Apa lo selalu peduli kaya gini, Kak?"

Sahla menatap tepat pada manik mata kelam itu, Abyaksa juga melakukan hal yang sama dengan Sahla. Laki-laki itu tidak mengubah ekspresinya, masih dengan wajah datar yang ia punya.

"Lo diem aja, gausah banyak ngomong. Pikirin muka lo yang udah pucet," kata Abyaksa.

"Kata Anggi lo pendiem, tapi yang gue liat lo terlalu cerewet," gumam Sahla.

"Apa lo bilang?!"

"Apa?! Gue nggak bilang apa-apa," elak Sahla. Gadis itu menatap Abyaksa sejenak sebelum memalingkan muka.

"Lagi sakit lo masih banyak ngomong."

Sahla mendengus, "Gue nggak sakit!"

"Muka lo pucet, ayo ke kelas! Gue anter balik," putus Abyaksa.

"Nggak ...."

"Lo turun sendiri atau perlu gue gendong," sela Abyaksa. Sahla berdecak, gadis itu turun dari brankar UKS.

Sahla memegangi kepalanya yang pening, ternyata efek bertubrukan dengan dinding bisa jadi separah ini dan ia tidak ingin ini terjadi untuk yang kesekian kalinya.

Abyaksa dengan cakatan menopang tubuh Sahla. Menuntun gadis itu untuk berjalan keluar UKS menuju kelas. Sahla menolak sebelumnya, tapi, kok makin lama ia jadi semakin pusing.

"Pusing, ya?" tanya Abyaksa. Sahla mengangguk pelan. Sepanjang Sahla berjalan ia akan selalu menjadi pusat perhatian.

Karena Sahla yang dipapah oleh Abyaksa belum lagi dengan dasi yang terikat di kepala Sahla, sekali lihat 'pun mereka tahu jika itu dasi Abyaksa karena Sahla masih memakai dasinya sedangkan Abyaksa tidak.

Si anak berprestasi yang memapah siswi yang juga dikabarkan dekat dengan Ethan, Sahla merasa kehidupan sekolahnya tidak akan menjadi seperti yang ia bayangkan. Padahal ia sekolah juga untuk mencari teman bukan musuh.

"Eh." Anggi yang baru saja keluar dari kelas karena tidak menemukan Sahla di dalam sana terkejut dengan kehadiran gadis itu.

Terlebih lagi dengan Abyaksa, kakak kelas yang sempat menjadi panutannya karena kepintarannya. Walau Anggi masih kikuk karena kejadian lempar buku.

Anggi nyengir tak enak. "Ehehe, Kak Abay," ujarnya. "Eh, Sahla kenapa kepalanya diiket gitu?" tanyanya.

"Jadi ... Fajar, bisa tolong lo ambilin tas punya dia?" tanya Abyaksa.

"Eh, iya, Kak." Anggi kembali masuk ke dalam kelas, mengambil ransel milik Sahla yang berada di samping ransel Ethan, entah ke mana laki-laki itu dari tadi.

Dalam hati anggi menggerutu, "Anjir kali, Fajar 'kan kek cowok, nama gue sih. Tapi 'kan bisa panggil Risma kek, Anggia kek, ini Fajar."

"Nih, Kak."

Abyaksa menerima ransel pemberian dari Anggi. "Nanti kalo ada guru yang masuk, nanyain Sahla bilang aja dia izin karena sakit, ya. Makasih," Ucap Abyaksa. Anggi menatap kepergian mereka dengan senyum mengembang.

"Gila, demi apa? Gue disenyumin?" gumam Anggi.

Sedangkan Sahla yang berjalan bersama Abyaksa merasa sedikit tak enak, terlebih waktu laki-laki itu menggendong tasnya. Rasanya ada yang aneh.

Aksata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang