Changbin terus-terusan mencoret kertas HVS di depannya. Puluhan rumus dan hitungan kelihatan penuh karena pria itu nggak berniat berhenti sama sekali. Selesai satu soal, lanjut ke soal lain tanpa jeda. Meski otaknya sakit tapi Changbin nggak perduli, padahal udah nyaris 100 soal Fisika dengan tingkat kesulitan tinggi dia kerjakan hanya dalam waktu 3 jam.
Bayang-bayang wajah Felix masih enggan pergi dari pikiran, buat diri sendiri kacau tak karuan. Makan tak selera, tidur pun cuman jadi formalitas. Terdengar berlebihan? Biarkan orang mau bilang apa. Tapi Changbin bakal setuju sama siapapun yang bilang bahwa rindu itu menyiksa. Benar adanya ternyata.
Senyum manis yang lama nggak dia lihat bikin hatinya kecut, buat harinya kacau. Semua mendadak semu, abu-abu, dan pudar. Sadarlah dia bahwa matahari dan pelanginya sudah di bawa pergi oleh sosok indah bernama Felix Axelle Mahendra.
"Bangsat." Changbin menggeram rendah seraya mencoret jawaban A pada lembar soal, lalu tangannya gerak kembali untuk sekedar mencari jawaban selanjutnya.
"Sial." Lagi, sambil coret jawaban, umpatan dia selipkan.
"Anjing!" Kali ini bukan karena coret jawaban, tapi karena handphone di atas meja yang berdering.
Changbin nyaris lempar benda pipih itu ke tembok kalau aja dia nggak ingat banyak file penting di dalam sana. Bukan masalah harga, handphone seperti itu bisa Changbin beli bahkan 10 buah sekalipun. Sayangnya banyak kenangan sekaligus file penting yang malas kalau harus dia pindahkan ulang. Jadi dengan berat hati Changbin angkat telepon tersebut.
"Apasih cuk?! Lo nggak tau jam berapa sekarang?!"
"Ya tau lah. Lo pikir gue balita yang nggak bisa ngitung jam?" Orang di ujung sambungan telepon berbicara santai.
Changbin ngedengus, "Balita matamu! iki wis jam 10 mbengi!!"
(Balita matamu, ini udah jam 10 malam!!)
"Ngomong apaan sih bangsat! gue bawa berita penting tentang Felix. Kalau nggak mau yaudah, gue tutupㅡ"
"Woy! Iya gue mau! Jangan lo tutup sat!"
"Makanya denger dulu, main ngumpat aja lo."
"Oke oke, gue minta maaf. Jadi, ada berita apa?"
"Lo mau tau info tentang Felix kan? Sekarang makanya turun, ikut gue."
"Kemana? Nggak bisa di omongin lewat telepon aja?"
"Enggak. Ini temen gue sendiri yang minta."
"Yaelah, ribet. Kenapa sih? Tinggal ketik bentar terus kirim."
"Dia nggak mau ambil resiko ketahuan."
Changbin ketawa sebentar, "Emang kenapa sih? takut amat. Temen lo hacker? Takut ketahuan pemerintah makanya nggak berani ngirimin hasil hackingnya lewat online? "
"Nah itu tau."
"What theㅡ" Padahal awalnya Changbin cuma asal bercanda, dia nggak nyangka candaannya ternyata tepat sasaran begini.
"Cepetan turun. Gue udah di depan rumah lo nih!"
Changbin tatap layar handphonenya sebentar lalu kemudian melotot sambil mengumpat.
"Si bangsat satu ini hobi banget bikin orang nggak tenang."
Terlalu malas berganti pakaian akhirnya Changbin turun cuman dengan pakaian rumahan seadanya. Sebuah celana training hitam dan kaos putih polos tipis longgar melekat di badan. Sementara kacamata belajar masih bertengger di hidungnya yang mancung.
KAMU SEDANG MEMBACA
heal me protect me | changlix ✔️
Fanfictionㅡ ❝ kak, tolong jangan kasih perhatian kayak gini kalau kakak sukanya sama orang lain. ❞ ㅡ R E P U B L I S H + R E V I S I ㅡ non baku ㅡ other pairing included (hyunlix, little bit chanjin, and minsung)