Dua hari kemudian Changbin kembali. Masih dengan bawa berplastik-plastik buah tangan, pagi itu Changbin bisa lihat sebuah mobil sedan putih terparkir apik di garasi. Changbin tebak mungkin aja Bunda Sunny udah pulang dari Singapura.
Saat masuk ke halaman, sayup-sayup Changbin bisa dengar suara tangisan anak kecil. Tapi dia coba abai dan lebih pilih pencet bel yang ada disamping pintu.
Nggak lama Changbin di sambut oleh Bunda Sunny yang awalnya kelihatan kaget saat lihat Changbin, tapi kemudian ekspresi itu berganti jadi lebih lembut.
"Astaga, Changbin toh ternyata. Udah lama ya nggak main kesini."
"Dua hari yang lalu saya kesini Bun, tapi rumahnya kosong. Kata Pak Tejo Bunda lagi di Singapura."
"Iya bener, ini Bunda baru balik. Ayo masuk dulu."
Changbin ekori Bunda Sunny untuk duduk di ruang tamu. Matanya menyipit saat lihat ada Eric gendong seorang bocah wanita yang tengah menangis.
Itu anak siapa?
"Ric, temenin dulu Changbin ngobrol bisa? Bunda mau lanjutin masak nih."
Dokter muda itu tersenyum seraya ngangguk, "Silahkan duduk Bin."
Dengan perasaan canggung, Changbin duduk di sofa yang berhadapan dengan Eric. Plastik yang berisi buah-buahan dan beberapa kue itu dia letakkan di meja. Matanya fokus tatap wajah bocah yang Changbin perkirakan baru berumur 4 tahun di depannya.
"Gimana kabarnya? baik?"
Changbin mengangguk, "Anda sendiri?"
"Nggak usah terlalu formal, santai aja."
"Hm, kalau dokter sendiri apa kabar?"
"Saya baik juga kok. Aduh Aya, jangan nangis terus, nanti Papa belikan yang baru. Kan udah dibilang jangan suka rebutan sama kakakmu." Eric sesekali menepuk-nepuk pantat bocah yang tidak kunjung diam itu.
"hiks.. abang Joe peyittt."
Tanpa sadar Changbin tersenyum tipis ngeliat bocah itu. Lucu sekali, Changbin jadi mau satu.
"Udah cup cup, nanti Papa tabok deh abang Joe-nya." Eric berdehem sekilas, "Oh ya, sekarang kerja apa Bin?"
"Arsitek. Ya walaupun masih bawahan."
"Di bawah naungan?"
"A.P. Group."
"Woah, itu mah luar biasa. Nggak usah merendah gitu. Semua berawal dari bawah, semoga kedepannya bisa sukses." Eric tersenyum.
"Iya, terimakasih." Changbin ikut membalas senyum Eric, "Saya penasaran, boleh saya tau anak yang ada di gendongan dokter itu anak siapa?" lanjutnya lagi.
"Oh, ini, dia anaknya Fㅡ"
"Kak, ini Aya pasti tengkar lagi sama Joe yaaaa?"
Suara nyaring yang berasal dari lantai dua mengalihkan atensi dua orang dewasa dan satu bocah yang sedari tadi duduk di ruang tamu.
Changbin masih ingat jelas dengan suara itu. Meski sudah 3 tahun lebih terlewati, suara itu tetap sama, terasa menyenangkan saat di dengar.
Tak lama setelah itu tatapan Changbin terkunci pada sosok yang turun dari atas tangga seraya menggendong seorang bocah laki-laki. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi sosoknya benar-benar bersinar bagai bidadari yang sering ibunya ceritakan waktu kecil.
Felix, itu benar Felix.
Badannya nggak lagi sekurus yang terakhir kali Changbin lihat saat mereka bertemu di hari kelulusannya. Sepertinya berat badan Felix sudah kembali, dalam hati Changbin bersyukur akan itu. Rambut pirangnya masih sama, wajah cantik itu masih sama, nggak ada yang berbeda. Hanya semakin indah dari waktu ke waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
heal me protect me | changlix ✔️
Fanfictionㅡ ❝ kak, tolong jangan kasih perhatian kayak gini kalau kakak sukanya sama orang lain. ❞ ㅡ R E P U B L I S H + R E V I S I ㅡ non baku ㅡ other pairing included (hyunlix, little bit chanjin, and minsung)