6

12 6 0
                                    

Bismillah
Semoga suka
Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.















"Ehem! Cie cie...." sorak Safi'i dari teras rumahnya yang sedang melakukan rumpi dadakan bersama Ilham dan Emi.

"Ihuy! Ada yang mau ketemu camer nih~" tambah dengan sorakan Tia yang langsung makin banyak yang mengikutinya.

"Cie cie Kana mau ketemu camer..." sorak tiga trio itu, siapa lagi jika bukan Ilham, Emi, dan Safi'i.

"APAAN SIH KALIAN! GAK JELAS BANGET!" sentakku kesal seraya menghentakkan kaki menuju bapak yang di langgar bersama yang lainnya.

"Saya bawa sebentar enggeh Man." kata Cak Wafii seraya menyalami para bapak-bapak yang ada di langgar.

Aku hanya salim pada bapak, Ibu, dan Mamah saja. Toh gak mau kemana ini, cuman ke rumah Apdi yang dulu sering kumampiri.

"Jangan sore-sore ya Wafii." peringat mamah dengan suara halusnya. Entahlah, apa beliau menyetujuinya. Tapi, aku belum membahasnya dengan beliau. Jika sudah membahas masalah hubungan atau penikahan dan hampir membahasku, beliau selalu mengalihkan pembicaraan atau bahkan pergi dengan berbagai alasannya.

"Enggeh Bi." jawab Cak Wafii dengan mata sipit dan lesung yang semakin dalam dengan melebarnya senyuman teduhnya itu.

JATUH AKU CAK!

JATUH!

"Cak, jangan lebar-lebar senyumnya. Itu Ina-nya udah mulai meleleh."celetuk Tia tanpa dosanya yang membuatku segera mungkin memalingkan wajah saat menangkap pergerakan Cak Wafii yabg akan menoleh padaku.

"Ayo ah, nanti keburu siang!" ketusku seraya berbalik badan menuju motor metic Cak Wafii di halaman dekat gerbang kayu tinggi di rumahku.

"Assalamu'alaikun warahmatullahi wabarakatuh, Man, Bi." salam Cak Wafii seraya menghampiriku.

"Cepetan!" sentakku kesal. Sebenarnya sejak tadi pagi pas dia udah nongkrong sama bapak di langgar dan tahu bahwa hari ini aku akan di bawa ke rumahnya. Aku sudah ketar ketir, meski aku udah kenal sama orang tuanya Apdi, tapi tetap saja sedikit khawatir entah karena apa.

"Sabar Dek..." ah, panggilan baru. Kemarin-kemarin aja masih Ina nih manggilnya.

Aku mendengus saat ia selalu memamerkan senyuman teduh itu. Segera aku duduk di jok belakang dengan gaya menyamping dan sedikit mengujung. Jadi lebar jarak antara aku dan Cak Wafii.

"Pegangan sama ujung joknya ya Dek. Takutnya jatuh, kan lewatnya nanjak mulu nanti." sarannya yang sebenarnya sudah aku lakukan sejak duduk.

BBRRRMMM

Motor Cak Wafii mulai beranjak dari rumah menuju selatan daerah perbukitan yang banyak rumah-rumah. Dan salah satu rumah besar di sana adalah rumah keluarga Cak Wafii.

"Cak, ada Dewi gak di sana?" tanyaku.

"Ada kayaknya. Dia kan sekarang pacaran sama Apdi." jelasnya.

Aku kaget dong, setahuku mereka tak pernah tegor sapa meski rumah mereka bersebelahan. Karena setahuku, dulu bapaknya Apdi dan bapaknya Dewi pernah ada konflik gitu.

"Kok bisa?"

"Ya bisa atuh Dek, kan mereka cinta gitu. Makanya pacaran." jelasnya meski sedikit tak jelas.

High School World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang