18

4 1 0
                                    

Bismillah
Semoga suka
Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.









Entah karena apa bapak sama mamah malam ini gak jualan. Seperti bisa, kami shalat maghrib berjama'ah lalu tadarus Al-Qur'an bersama-sama.

"Pah, ini mamah udah mau hatam." kata mamah setelah bapak baru kembali dari musholla. Ya, beliau shalat berjama'ah di musholla sedangkan kami shalat berjama'ah di rumah dengan mamah sebagai imamnya.

Bapak menghampiri mamah lalu mengambil alih Al-Qyr'an mamah dan melanjutkan bacaan mamah yang baru 3/4 juz 30.

"Kok bapak yang kelarin bacanya mah? Kenapa gak mamah aja?" tanyaku seraya duduk bersila di samping mamah dan menyandarkan kepalaku pada bahu penuh tanggung jawab yang berat itu.

Mamah menatapku, "Sekalian Kak, kan nanti bapak bacain doa habis hatamannya. Jadi biar impas di Bapak aja sekalian." katanya santai.

Kalo aku sih, lebih milih aku hatamin sendiri bacaannya. Nah baru kalo doa hatamannya biar bapak yang baca dan aku tinggal meng-Aamiin-kan doang.

"Kakak pernah hatam?" tanya mamah.

"Hehehe pernah kayanya sekali pas SD Mah." kataku dengan cengengesan.

"Kok kayanya?"

"Ya, namanya juga pas masih kecil Mah. Kakak aja gak yakin hatam itu full baca semuanya enggak." kataku cemberut.

"Pernah selametan sama Abah sallam?"

"Enggak."

"Lah ya berarti gak hatam Kak. Kan kalo ngaji di Abah Sallam terus hatam ngajinya kan ada selametannya. Tia aja pernah kan selametan sekalian hataman?"

"Mungkin."

Kami diam. Sama-sama menikmati suara lumayan merdu bapak. Jelas lumayan, karena bapakku itu masih sering merokok, setidaknya sehari semalam akan menghabiskan setengah atau satu bungkus rokok.

"Kakak rasa-rasanya eman selama di sini belum pernah hatam ngaji. Ngaji aja kalo di suruh." kataku pelan sambil menyembunyikan wajah pada bahu mamah.

"Ya Kakak. Kalo di suruh apa-apa nanti yang ada ngambek." ketus mamah sok.

"Dih Mamah  mah gitu." seruku mendongak menatapnya keki.

"Kan bener?" godanya sambil tersenyum, "Lagian mamah pernah baca artikel di faceebook tau Kak." katanya.

Aku mendongak menatapnya malas, beliau sudah sering membaca artikel, tapi terkadang artikelnya salah bener gitu.

"Artikel apa Mah?" tanyaku penasaran, karena melihat wajah seriusnya.

"Artikelnya tentang balasan kita banyak baca Al-Qur'an setelah nanti di alam kubur." katanya sambil mengelus puncuk kepalaku yang tertutupi mukena.

"Apa?" tanyaku mulai benar-benar penasaran.

"Yanga mamah baca. Nanti selesai di kubur terus setelah di tinggal kerabatnya yang masih hidup di kuburannya, bakalan ada pria tampan yang menemaninya bahkan saat malaikat menyuruhkan pergi. Dia tetap diam dan berkata, 'aku tidak akan pergi karena aku akan selalu menemaninya. Sebab selama dia hidup, senang sedih dia selalu membacaku dan mendekapku saat sedih' pokoknya pria tampan itu selalu menemani mayat itu. Karena itu merupakan balasan dia semasa hidup karena selalu membaca Al-Qur'an di saat senang dan sedih." katanya.

Aku merenung tanpa mengakatakan apapun. Jelas aku termenung, mengingat kelakuan tak berfaedahku dulu. Waktu shalat, bulannya shalat, malah hanya membalik tempat mukena agar di kira telah shalat. Kenapa gak sekalian shalat saja dulu aku, malah ngerjain kerjaan gak guna gitu.

Nyesel rasanya dari dulu gak benar-benar ngaji dan memperbaiki tajwidku. Gak bener-bener menunaikan shalat fardu dengan benar, malah niat memperbaiki ibadah dengan patokan cinta abal-abal.

Padahal jelas-jelas di depan mata sudah ada lelaki yang memuliakan aku. Malah mengharapkan cinta yang sebenarnya tak harus ku harapkan.

"Hiks... Nyesel rasanya Mah..." lirihku sambil menarik tubuh mamah agar bisa ku peluk. Lalu aku menenggelamkan wajahku lebih dalam pada ceruk leher mamah.

Mamah hanya mengelus punggung yang sedikit bergetar karena menahan isakan agar tak semakin keras. Aku malu menangis di depan bapak, kalo di depan mamah aku gak terlalu.

"Makanya Kak. Kakak yang bener shalatnya. Ngajinya juga jangan nunggu di suruh dulu baru ngaji, tapi ngaji setiap habis shalat maghrib." jelasnya masih terus mengelis punggungku, "Kakak kira dulu kalo kakak gak shalat terus cuman mukenanya doang yang pindah tempat mamah gak tahu gitu? Mamah tahu kali." katanya beralih merengkuhku.

Aku semakin sesenggukan menyesali perbuatan tak bermanfaatku dulu. Buang-buang tenaga aja dulu aku, gak shalat tapi ngambil wudhu'. Gak ngaji tapi membalik tempat Al-Qur'an agar di kira telah ngaji.

"Maafin Kakak-hiks..." lirihku lagi.

Mamah hanya mengangguk lalu mengelus punggungku kembali. Beliau diam, tangannya saja yang bergantian mengelus punggungku dan kepalaku.

Bapak sudah selelai membacanya tinggal baca doa hataman saja. Selama bapak membaca do'a, aku dan mamah meng-Aamiin-kannya.

"Ayo sini Nis. Ikut Aamiin-in do'a bapak." ajak mamah.

Anis pun beranjak dari kasur dan meletakkan HP mamah yang tadi dia ginakan di meja. Dia duduk di sebelah kanan mamah, sedangkan aku di sebelah kiri mamah.

"Nih minum airnya biar dapet barokahnya." kata bapak menyodorkan air yang dari tadi di depan beliau.

Setelah selesai, kami melaksanakan shalat isya' sebab adzan sudah berkumandang sejak tadi. Anis pun sekarang ikut shalat, setelah selesai shalat aku, Anis, dan bapak tiduran di kasur. Sedangkan mamah keluar untuk membeli mie instan.

"Kakak mau mie gak?" tanya mamah dari dapur yang tengah memasak mie instan.

"Anis mienya yang sendiri aja. Kakak sama mamah aja nanti mienya." seru Anis sambil menghampiri mamah ke dapur.

"Pedesin mah, tambahin pake cabe aja." kataku dari kamar.

"Bapak mau gak mie?" tanya mamah kembali.

"Enggak jeh mah." seruku setelah melihat bapak menggeleng sambil tetap fokus menonton sinetron 'samudra cinta'.

Beberapa menit kemudian, Anis kembali ke kamar dengan mie instan kuah di tangannya. Kemudian mamah pun menyusul juga dengan mie di mangkuk dan nasi di piring yang lumayan banyak.

"Nasinya kok banyak banget sih Mah? Kakak kan udah makan tahu." kataku seraya duduk bersila di hadapan mamah yang tengah mengaduk mie.

"Anis sama mamah kan belum Kak." kata mamah lalu menyeruput mienya.

Aku pun ikut memakan mienya. Beberapa saat kemudian, nasi sudah habis dan mamah sudah selesai makan dengan mie yang masih sisa setengah untukku.

"Siapa yang beli sama masak. Kok yang dikitan makannya mamah sih ya." gerutu mamah sambil menatapku yang tengah menyeruput mie.

Aku sadar, beliau menyindirku. Sekilas ada pemikiran aku akan ngambek dengan memberikan semua mienya untuk mamah. Tapi...

"Hahaha kacian..." kataku sambil terkekeh.

Mamah cemberut lalu muncratlah tawanya, "Duh, padahal mamah udah ngarep Kakak ngambek terus mienya buat mamah. Malah gitu jeh." gerutunya sambil terkekeh.

"Hehehe maaf mah mematahkan ekspetasi mamah." kataku sedikit meringis kembali menyeruput mie.








🙌🙌🙌
Alhamdulillah
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...

High School World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang