23

6 2 1
                                    

Bismillah
Semoga suka
Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.









Hari ini, warganet +62 tengah geger-segegernya. Karena kemarin, negara kita termasuk negara yang bersih covid, tapi, hari ini di beritakan ada dua orang yang telah positif covid.

Aku dan teman-teman yang sudah pusing dari dua bulan ini, semakin geger karena mendengar berita itu. Berita tersebut, keluar kemarin. Sedangkan hari ini rencananya, akan UN, tapi di infokan untuk di tunda.

Aku yang sudah siap semalam, kembali merasakan lega setelah bertarung selama dua bulan tanpa henti. Simulasi, ujian, praktek, gladeresik simulasi, tetus di gencar ke kita selama terakhir dua bulan ini.

Berhubung UN di tunda. Hari ini kami di perkenankan ke sekolah hanya untuk penyebaran info secara tertulis. Di sana kami hanya di beri arahan agar tak panik dan juga tetap menjaga kesehatan.

Selama penundaan UN, setiap pagi setelah shalat dan beberes rumah. Aku menyempatkan membaca dua buku pelajaran. Malamnya pun setelah shalat maghrib dan mengaji, aku membaca dua buku pelajaran juga.

Tapi, mungkin memang sudah takdirnya. Paginya, beredar info bahwa UN tak di akan tahun ini oleh pak Jokowi.

Status whatsaap pun mulai banjir ucapan syukur teman-teman gak warasku. Sebenarnya sedikit kesal, karena aku yang udah serius belajar, baca buku. Bahkan sampai geledah buku lama dari kelas 10 dan 11 harus berakhir seperti sekarang.

Ini yang namanya dilema, rasa senang datang dengan sedikit kekesalan.

Berhubung malam ini, aku ada keperluan keluar. Aku sengaja minta anter bapak, sekembalinya, kami bukannya langsung menuju rumah. Tapi ke warung bapak dulu.

"Mamah." kataku riang sambil menunjukkan buku yang baru ku beli tadi bersama bapak.

"Suka banget sih ke buku." gerutu mamah sambil mengelap meja yang ada di warung.

Aku mengendikkan bahu, lalu lebih meilih menghampiri bapak yang memarkirkan motornya di ujung parkiran dan sedikit gelap.

"Apa pap?" tanyaku heran karena melihat bapak menunduk di sebelah motornya.

Bapak berdiri lalu di tangannya terdapat kresek hitam kecil butek udah kaya bekas.

"Ini Kak. keresek tadi habis bapak injek, tapi kok rasanya tebel ya?" katanya seraya membuka kreseknya.

Aku menengok lebih dekat padanya, mataku langsung melotot saat melihat isinya.

"Pap?!" sentakku sambil memukul bahu atasnya pelan.

Bapak juga memasang wajah berbinar sedikit terkejutnya.

"Uang Kak. Kasih tahu mamah sana, ini nemu uang." kata bapak dengan berbinar.

Aku berlari kecil menuju warung, "Mah, Mah itu Bapak nemu uang banyak banget di kresek hitam coba Mah." kataku sambil menggeret mamah menuju bapak.

Mamah memasang wajah masamnya saat dilihatkan uang oleh bapak. Ok, aku sadar, ini akal bulus bapak lagi.

Ya Allah...




🙌🙌🙌





Akibat dari akal bulus bapak pasti berdampak pada putrinya. Seperti sekarang ini, karena mamah gak mau ikut bapak jualan, jadi akulah yang ikut bapak jualan.

"Bapak shalat dulu ya Na. Nanti kalo ada orang mau beli tinggal ngomong tunggu aja dulu gitu soalnya bapak lagi shalat ya." kata bapak sambil membawa dua ember untuk air cuci piring menuju mushallah di dalam gang yang tak terlalu jauh dari warung bapak.

Aku mengangguk sambil membenarkan maskerku. Kalian tahu kan? Indonesia sudah banyak yang terkena covid, bahkan jumlah kematiannya lebih tinggi dari yang sembuhnya.

Sepulangnya bapak shalat, maka aku yang shalat ke rumah. Selama aku menemani bapak jualan, aku hanya menyiapkan air dan juga kerupuk untuk pembeli. Jelas saja, karena aku ini gak bisa layanin mereka.

Saat pukul 8 hingga 10-an pembeli yang datang masih jumlah normal. Tapi saat pukul 11 di atas, jumlah pembeli semakin banyak. Bapak sering bolak-balik masuk pasar untuk mengantarkan pesanan.

Sesekali bapak berdecak saat aku mengambilkan air dengan lelet. Alhamdulillahnya beliau tidak membentak, karena dulu aku pernah nemenin bapak jualan juga saat mamah ada acara rapat bersama ibu-ibu satu RT, bapak saat itu sedikit saja aku lelet atau sering bertanya pertanyaan yang seharusnya tak usah ku pertanyakan. Maka beliau akan membentak dengan geraman di akhirnya.

Begitu pukul 1 malam lebih, aku baru di suruh pulang oleh bapak. Sesampainya di rumah, aku melepas baju dan masker, langsung ku masukkan ke mesin cuci. Kemudian aku berwudhu' dan shalat isya' sedangkan mamah dan Anis tetap anteng-anteng saja main HP.

Awal penderitaanku, ku kira hanya satu malam. Tapi ternyata, malam ini pun aku di haruskan ikut bapak jualan karena mamah masih enggan ikut bapak jualan. 

Kegusaran hati semakin menjadi. Sedikit kesal karena jujur, ikut bapak jualan itu sedikit membuatku naik pitam. Bukan kesal ke bapak, tapi aku sendiri yang tak bisa ikut bantu bapak melayani pembeli. Di tambah jika bapak shalat, maka pembeli di haruskan menunggu bapak selesai shalat rerlebih dahulu. Syukur-syukur kena ke orang yang sabar, kalo enggak, ya langsung minggat itu orang. Maka di sanalah rasa tak enak hatiku mulai meningkat.

Malam itu, sudah kurencanakan untuk besok malamnya lagi aku gak akan ikut bapak lagi. Sedari pagi hingga kembali malam, aku terus memikirkan segala cara agar mamah mau kembali ikut bapak jualan.

Sudah banyak rencana yang mulau sempurna di kepalaku, tapi sungguh. Aku tak bisa memperagankannya secara nyata. Semuanya hanya berakhir di kepala saja.

Maka akhirnya malam ini pun, aku kembali ikut bapak jualan untuk malam ketiga ini.

Sekarang, karena aku tengah haid. Maka hanya bapak saja yang pergi shalat. Saat bapak shalat maghrib, ada seorang pri paruh baya menghampiri warung dan mulai menyebutkan pesanannya.

Aku yang berdiri di sebelahnya sedikit sungkan untuk mengatakan kalimat yang akhir-akhir ini sering ku keluarkan, "Em... Maaf Pak, mohon tunggu sebentar karena bapaknya lagi shalat di mushalla." kataku.

Maka wajah sedikit mendelik sang bapak-bapak itu mulai aku sadari. Beliau mengangguk lalu duduk di kursi yabg ada. Beberapa menit, beliau mulai berdiri lalu keluar dari ranah warung.

Aku menghela nafas, gak bakal balik itu orang. Aku yakin.

"Pap, tadi ada yang mau beli. Tadinya nungguin, tapi mbuh udah pergi aja." kataku saat bapak sudah kembali.

Ku lihat di antara keriput kulitnya, beliau tersenyum maklum, "Ya udahlah. Kalo dianya masih mau makan, ya balik nanti." kata bapak santai.

Aku dan bapak kembali duduk tanpa kerjaan karena dari awal buka warung, belum ada sama sekali pembeli yang datang. Satu-satunya ya hanya tadi itu, tapi ya bukan rezekinya, ya gitu...

Adzan isya' pun berkumandang. Bapak pun kembali ke mushallah untuk melakukan shalat isya' sedangkan aku kembali menjadi penunggu.

"Mbak, kaya biasa ya di bungkus sekodi." pemuda yang baru saja datang akan menjadi korban selanjutnya.

"Maaf ya mas. Bapaknya lagi shalat, tunggu bentar lagi aja." kataku sedikit mukai gelisah. Rasanya mau nangis karena sudah gak ada pembeli, sekalinya pembeli selaku kabur karena aku yabg tidak bisa melayani saat bapak shalat. Ya Allah...

Pemuda tersebut benar-benar mendelik lalu berlalu tanpa kata. Aku menghela nafas kembali duduk.

"Tadi ada lagi yang mau beli Pap, tapi Kakak suruh nunggu malah langsung pergi." kataku lesu pada bapak saat bapak kembali.

Bapak ikut duduk di sebelahku, "Hahaha kalo bapak shalat ada ya tadi. Bukan rezekinya itu Kak." kata bapak tenang. Tapi aku jelas melihat mimik wajah pasrahnya.

Rasa-rasanya aku mau nangis aja...








🙌🙌🙌
Alhamdulillah
Semoga suka, jangan lupa ngaji teman...

High School World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang