17

5 2 2
                                    

Bismillah
Semoga suka
Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.














Tangis Rohmah tak kunjung reda. Aku tetap mendekapnya, mengelus punggungnya, menaruh daguku pada puncak kepalanya.

"Assalamu'alaikum anak-anak." salam Ustadz Hamid yang sudah berdiri tegak di depan kelas.

Anak-anak bergegas menuju kursi mereka masing-masing. Rohmah pun melepas dekapanku dan memilih menelungkupkan kepalanya pada meja.

"Berdiri dong jangan pada tiduran." kata Ustadz Hamid lagi.

Rohmah langsung berdiri, "Ngapain lu Mah?" heranku sambil menariknya agar duduk kembali.

Terlihat dari wajah sembabnya yang kebingungan, "Maksudnya jangan tiduran kaya tadi Mah." kataku pelan, Rohmah menjawab dengan anggukan.

Ustadz Hamid hanya menginfokan hutang yang harus di bayar oleh anak-anak yang merasa memiliki hutang. Ku kira seperti itu, tapi ternyata Ustadz Hamid memberikan tahu nama-nama dan jumlah hutangnya. Dan dalam satu angkatan ini Ustadz mengonfikan bahwa Safilah pemilik hutang paling banyak hingga berjuta-juta.

Setelah Ustadz Hamid berlalu keluar, Rohmah kembali menelungkupkan kepalanya pada meja.

"Mah, ke WC yuk! Cuci muka biar lumayan segar." ajakku.

Rohmah berdiri dengan gontai lalu meraih lenganku, dia mengaitkan tangannya padaku.

"Kaya mau ke plaminan aja Mah." candaku yang tak ditanggapi oleh Rohmah.

Kita bersama-sama menuju toilet. Sesampainya di sana, aku hanya menunggu di luar. Hanya beberapa menit, Rohmah sudah keluar dengan wajah yang basah dan sedikit bagian kerudungnya terkena air.

Kita berjalan lalu Rohmah menarikku untuk duduk di depan kelas 2 kemarin yang kita tempati.

Tak selang lama, Silvi menghampiri kita. Dia mengkode padaku mempertanyakan Rohmah yang kenapa bisa menangis. Aku menjawab hanya dengan endikan bahu malas lalu mendekap bahu Rohmah. Dari di kelas kenapa gak nyamperin Rohmah, terus kenapa tadi gak ngehirauin Rohmah dan malah sibuk dengan yang lainnya.

"Ke kelas yuk." ajakku karena kita sudah terlalu lama di sini, takutnya salah satu guru kembali mendatangi kelasku.

Kami ke kelas tetap dengan Rohmah yang menggelayuti lenganku. Padahal biasanya dia tak seperti ini, justru aku yang mengelayuti dia dengan sok manja.

Ya Allah, aku gak tahu masalah Rohmah. Tapi Wina mohon Ya Allah, ringankanlah segala masalahnya dan tabahkan hatinya Ya Allah...

Benar saja saat kita memasuki kelas sudah ada guru yang memberikan buku pada Mai agar menyatat materi. Kemudian guru tersebut keluar kembali karena ada keperluan di luar katanya.

Rohmah kembali duduk bersama Silvi. Jika boleh jujur, di samping ke khawatiran akan wajah murung Rohmah. Aku jauh lebih kesal jika seandainya Rohmah lebih memilih bercerita masalahnya pada Silvi sedangkan aku tidak. Hah...

"Assalamu'alaikum, teman duduknya Safi siapa ya?" tanya Ustadz yang hanya menyembulkan kepalanya di pintu.

Aku mengangkat tangan seraya menghampirinya. Beliau mengkodeku agar keluar kelas. Aku menurut.

"Kenapa Tadz?" tanyaku heran.

Dengan gerakan tangan beliau mengajakku mengikutinya, "Kata Midah tadi, dia lihat Safi di kamar mandi lagi nangis sambil goresin tangannya pake jarum pentulnya. Kamu samperin ya, ajak ngobrol, jangan buat sendirian dulu ya." kata beliau.

High School World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang