"Maafin Gue, Van"
Ucap Hazel lirih.
"Lupain aja semuanya"
Revan beranjak dan melangkah kan Kakinya menjauh dari Hazel
"Gara-gara Gue impian Lo hancur kan?! Dan semua yang Lo suka, prestasi Lo, hancur karena Gue, kan?"
Ucap Hazel yang ikut berdiri dan berteriak. Revan berhenti lalu berbalik badan menghadap Hazel yang semakin menangis
Ia mendekati Hazel dan berbicara di depannya
"Siapa yang masukin pikiran kek gitu di Otak Lo?"
Tanya Revan. Hazel terdiam dan berusaha menahan Air Matanya yang terus saja berjatuhan
"Orangnya gak penting. Tapi intinya sama, Kan?"
Jawab Hazel, Revan menggeleng dan menggeleng lengan Hazel menggunakan tangan Kanannya
"Gak Zel. Gue udah cedera sebelumnya. Itu semua Bukan salah Lo,"
Tenang Revan. Namun Hazel masih saja Menangis, hingga Ojek Online yang Ia pesan pun tiba, tetapi Hazel hanya memberinya Uang dan menyuruh beliau pergi
"Itu semua salah Gue! Karena Gue, Lo kehilangan semuanya, Lo pasti nyesel banget ketemu sama Gue kan? Revan, Sekarang Gue ngizinin Lo benci sama Gue"
Ucap Hazel ketika sedikit tenang
"Gue gak nyesel, Hazel. Setelah rehab, Gue bisa sembuh, jangan salahin diri Lo gini dong. Lebih mending Kehilangan yang Gue suka, karena sesuatu yang lebih Gue suka,"
Tenang Revan dengan lembut, Hazel menangis karena mendapati Revan telah menjadi seperti yang dahulu
"Lebih baik Gue gak bisa, nge-Drum dan berenang lagi. Asalkan Gue masih bisa liat Lo"
Akhiri Revan dengan senyuman nya. Lalu Ia memberhentikan Taksi dan menyuruh Hazel pulang
Di dalam Taksi Hazel memikirkan kembali perkataan Revan, dan Ia mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa membuka Hati untuk Orang seperti Revan
Dan lagi, Hari itu, Hazel keluar dari Band.
——
Hazel terkejut ketika berangkat sekolah mendapati Anggota Band nya menunggu di kursinya
"Hazel, maksud Lo apaan semalem di Grup?"
Tanya Brian yang berjalan menghampiri Hazel
"Ya, Gue keluar"
Jawab Hazel dan meletakkan Tasnya di kursi
"Apa alesan Lo?"
Ucap Laut.
"Gue mau fokus Pelajaran"
Balas Hazel tanpa memandang Laut, lalu Ia meninggalkan kelas.
Ia meninggalkan kelas bukan tanpa alasan, hanya saja Hazel merasa Ia tidak akan bisa berbohong di depan Lelaki yang sangat Ia sukai
Hazel duduk di sudut Perpustakaan, mendengarkan musik menggunakan earphone nya. Ia melewatkan pelajaran kali ini
Pikirannya tengah berkecamuk, di satu sisi Ia tidak ingin meninggalkan Band, namun di sisi yang lainnya Ia merasa tidak enak kepada Revan, meskipun Hazel tau Revan akan sangat marah mengetahui hal itu