Chapter 1

720 67 30
                                    

Intensitas sinar matahari hari ini tidak sebesar biasanya. Kwon Nayoung, gadis yang menjadi spotlight di sini, terlihat santai mengikuti kuliah kali ini. Syukurlah ia tidak perlu menyakiti matanya dengan sinar matahari yang biasanya diteruskan melalui kaca jendela di sampingnya.

Kali ini sinar itu tidak menghalangi jarak pandangnya ke layar proyektor di hadapannya sehingga ia bisa lebih berkonsentrasi. Ditambah dengan Power Point dari Profesor Nam yang hari ini cukup memanjakan matanya dengan nuansa elegan namun tidak berlebihan—tidak terlalu banyak tulisan dan hanya dipenuhi dengan gambar serta grafik.

Gadis bersurai hitam dan panjang melewati bahu itu memperbaiki letak kacamatanya agar tetap menggantung di hidung. Tidak lupa dengan bolpoin yang bergerak cepat di tangan kanannya, menuliskan beberapa poin penting dari kuliah hari ini—dengan catatan kaki di bagian bawah kertas bukunya—menunjukkan betapa detailnya seorang Kwon Nayoung ketika mencatat sesuatu.

Namun beberapa menit kemudian, kedamaian Nayoung ketika mengisi buku catatannya terusik oleh sebuah tangan besar yang merampas bukunya. Lantas ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya.

Sementara si pemilik tangan perampas buku itu, yang duduk di sampingnya, menyalin tulisan di buku Nayoung tanpa rasa bersalah. "Matamu sebentar lagi keluar dari sangkarnya jika terus menatapku begitu," ujarnya sembari tetap menulis, kemudian kepalanya ia tolehkan pada Nayoung. "Tulisanku jelek sekali kalau harus mencatat secepat kau." Tangan pria itu terangkat dan memperagakan gerakan menulis yang lemah lembut di depan wajahnya. "Aku harus menulisnya perlahan namun pasti seperti menulis kaligrafi kuno zaman Joseon. Kau tahu, 'kan?"

"Makanya duduk di deretan paling depan, Lee Jangjoon." Gigi-gigi Nayoung terkatup rapat meski ia ingin sekali mengeluarkan bentakan pada temannya itu barusan.

"Tidak ada korelasinya duduk di depan dengan kecepatan menulis." Ia menjadi salah satu alasan mengapa suasana Nayoung menjadi kacau dalam hitungan detik. Namun ia sudah terlalu lelah meladeni pria yang tidak mau kalah seperti Lee Jangjoon. Sayangnya pria itu juga menjadi partner in crime-nya selama kehidupan perkuliahannya, Nayoung tidak ada pilihan lain selain berteman dengan pria itu. Dan duduk di samping pria itu salah satunya juga tanda kepasrahannya.

Nayoung memutar bola mata dan menumpuk kedua tangannya di atas meja. "Aku tidak tahu jika otak pintarmu bisa jadi barang loak beberapa saat. Tentu saja ada korelasinya, Bodoh!"

"Ssst..." Jangjoon meletakkan telunjuknya di bibir. "Baiklah, baiklah." Kemudian ia mengembalikan buku yang ia rampas tadi. "Aku sedang tidak ingin jadi sasaran Profesor Nam. Jadi sebaiknya simpan omelanmu untuk makan siang nanti hm?"

Benar juga. Lee Jangjoon adalah salah satu mahasiswa yang selalu jadi sasaran dosen untuk diberi pertanyaan atau sekedar berdiskusi. Bukan karena pria itu tidak memperhatikan kuliah, justru karena otaknya yang terlalu besar—dia pintar, intinya itu. Singkatnya, jika Lee Jangjoon sedang dalam mode normal, maka apa pun yang terucap dari mulutnya itu adalah ilmu pengetahuan serta wawasan baru.

Dan Nayoung adalah kebalikannya. Otak Nayoung tidak terlahir jenius seperti Jangjoon. GPA-nya hanya selisih 0,5 di bawah Jangjoon, namun kerajinan serta ketelatenannya bisa menjadi beberapa kelebihan Nayoung daripada Jangjoon. Maka tak heran tas kuliah Jangjoon lebih kecil ukurannya daripada tote bag ajaib milik Nayoung. Karena Nayoung akan membawa semua kelengkapan tulis menulis dan banyak buku catatan sementara Jangjoon hanya perlu membawa satu buku catatan kecil dan satu bolpoin.

"Omong-omong." Jangjoon kembali membuka perbincangan di sela-sela Nayoung yang melanjutkan catatannya sembari fokus menyimak mata kuliah. "Nayoung." Suara Jangjoon yang biasanya nyaring harus ia turunkan volumenya. Kali ini ia berbisik, dan sayang sekali temannya itu tidak mendengar.

CILIEGIA - NITIROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang