Chapter 9

151 34 0
                                    

Dahi Nayoung berkerut ketika mendapati Namjoon mengambil arah jalan lain dari petunjuk jalan yang ditampilkan di layar dasbor. Matanya melirik pria Kim itu tengah fokus menyetir di sampingnya dengan tatapan curiga. Ia yakin bukan hanya dirinya saja yang akan memiliki pikiran aneh-aneh ketika dihadapkan dengan situasi seperti ini.

Jangan-jangan aku mau dibawa ke tempat asing, lalu, lalu...

"Kau yakin matamu tidak akan keluar dari dalam sana, 'kan? Asal kau tahu saja, aku tidak punya alasan untuk berbuat jahat padamu. Jadi hentikan fantasi tak berdasarmu, Nona." Seakan-akan bisa menerka arti tatapan Nayoung meski matanya fokus menyetir, Namjoon buru-buru mengklarifikasi maksud dan tujuannya.

Tapi sebenarnya kalau dipikir-pikir yang Nayoung bayangkan adalah sesuatu yang wajar untuk di situasi seperti ini.

"Jadi maksud Anda, saya tidak menarik untuk diculik?"

"Lucu sekali ada wanita yang ingin diculik."

Nayoung sadar jika pertanyaannya barusan cukup konyol. Jadi adalah sesuatu yang pantas bagi Namjoon untuk menanggapinya seperti itu,  maka ia pun buru-buru mengganti topik perbincangan.

"Saya pikir kita pergi ke kafe sebelum belokan tadi. Saya ada shift siang ini," ujarnya sembari melirik jam tangan digitalnya.

Sementara bagi Namjoon adalah sesuatu yang aneh ketika menemukan bagaimana transisi emosi Nayoung yang melonjak lalu terjun bebas seperti roller coaster taman hiburan yang membuatnya muntah itu. Maksudnya, bagaimana gadis itu bisa berucap dengan begitu tenang tanpa ada sisa-sisa tangisan keras sebelumnya?

Namjoon ingat benar bagaimana kencangnya tangisan gadis itu ketika ia menghampirinya. Hingga ia merasa bersalah karena kemungkinan bahwa ia menjadi penyebab gadis itu menangis. Ya ampun, Namjoon tidak ingin mengingat apa yang ia lakukan semalam kalau bisa.

Suatu kebetulan bahwa ternyata warna lampu lalu lintas berubah menjadi merah tepat ketika mobilnya berada dua meter jauhnya dari zebra cross. Namjoon pun menginjak rem dan kemudian menatap Nayoung yang masih tertunduk diam. "Kau yakin bisa bekerja dengan kondisi emosi tidak stabil begitu?" tanyanya dengan tatapan ragu pada gadis itu, sembari menyandarkan lengannya pada kemudi.

"Mau emosi saya stabil atau tidak, itu bukan urusan Anda." Nayoung menghindari tatapan Namjoon, dan memilih untuk menatap ke luar melalui jendela di sisinya. "Saya mungkin menangis meraung-raung sebelumnya. Tapi karena Anda sudah datang, saya harus profesional untuk membicarakan urusan kita. Jika saya ingin menangis lagi, itu bisa saya lanjutkan di rumah." Kemudian beralih melirik kuku-kuku jemari tangannya.

Salah satu sudut bibir Namjoon tertarik, bersama napasnya yang berhembus pelan. Matanya tak absen menatap sisi samping Nayoung sejak tadi. "Memang ada ya, orang yang membuat cicilan untuk menangis?" Jujur saja, baru ini ia menemukan gadis aneh yang memiliki jadwal terencana untuk menangis.

Tolong beritahu Namjoon apakah ia satu-satunya orang di dunia ini yang baru menemui orang semacam Nayoung, atau mungkin sudah ada orang yang pernah menemui crying planner seperti Nayoung.

"Ada. Saya orangnya. Tertarik untuk melakukan kredit menangis seperti saya? Sepertinya Anda juga sedang memerlukannya, Tuan."

Sial. Memang aku terlihat begitu menyedihkan di matanya?

Harga diri Namjoon sedikit merosot, mengingat gadis itu menawarkan sesuatu yang sebenarnya ia perlukan saat ini. Oh, sebenarnya ia ingin sekali melanjutkan tangisannya yang terjeda akibat memuntahi kekasih gadis ini semalam. Tidak, tidak. Ia harus menahannya. Ini demi citranya agar tidak menjadi lebih buruk.

Netra mereka kini bertemu dan saling bertatap. Namjoon dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya akan apa yang sebenarnya gadis itu rencanakan, sementara Nayoung dengan tatapan menusuk yang siap masuk ke dalam pria itu karena telah membuat harinya semalam memburuk.

CILIEGIA - NITIROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang