Chapter 13

136 28 3
                                    

"Wah... lihatlah bagaimana dia memainkan spatula dan sekopnya!" Nayoung memukul-mukul lengan Namjoon, meminta agar pria itu juga memperhatikan apa yang dilihatnya.

Sementara gadis itu tak henti-henti memalu lengannya, Namjoon malah tersenyum kecil. Tak menolak atau berontak maupun takut jika nasib lengannya akan sama seperti bagian tubuhnya yang pernah ditendang Nayoung waktu itu.

"Ini pertama kalinya kau mencoba teppanyaki?" tanya Namjoon sembari tangannya menahan pukulan gadis itu. Untungnya Nayoung berhenti memukul setelah ia merespons gadis itu.

Nayoung memberi anggukan cepat sebagai respons bahagia dan takjubnya. "Iya, ternyata menyenangkan sekali melihat kokinya memasak langsung di depan kita." Kemudian menolehkan kepalanya ke samping kanan, di mana Namjoon duduk. "Seakan adrenalinmu terpacu untuk ikut mencobanya juga, benar 'kan?" sambungnya lagi.

Namjoon menggeleng pelan dan tersenyum masam. "Aku tidak pandai memasak dan tidak berniat mencobanya. Aku suka kemari karena kakakku. Konsep restorannya terinspirasi dari tempat ini," sahutnya tanpa mengalihkan pandangan dari gadis itu, seakan ingin sekali menunjukkan bahwa ini adalah tempat favoritnya.

"Lalu kenapa kita tidak ke restoran kakakmu saja? Siapa tahu dapat diskon keluarga." Namjoon buru-buru menyentil dahi Nayoung karena mengatakan kata-kata yang mungkin akan membuat mereka didatangi manajer restoran dan diusir tanpa mencicipi masakan sang koki lebih dahulu. "Aduh! Ah menyebalkan!" Nayoung yakin sebentar lagi dahinya akan merah.

"Restoran kakakku tutup setiap akhir pekan. Dan tidak ada yang namanya diskon keluarga." Namjoon tampak belum puas memberi gadis itu hadiah kecil di dahinya. "Sadarkah kau jika koki itu melirikmu sinis saat kau berbicara tentang restoran kakakku?" bisik Namjoon ke samping wajah gadis itu. Kemudian ia kembali menjauhkan wajahnya dan menumpuk kedua lengannya di atas meja. "Inilah sebab aku selalu mempermasalahkan gaya bicaramu itu."

Bibir Nayoung terkulum ke dalam meski berusaha mempertunjukkan senyuman kecil. "Baiklah, Pak Kim Namjoon yang terhormat. Maaf." Lalu menundukkan kepalanya sebentar.

"Kau tidak memotretnya?" Namjoon membuka topik baru. Jelas terlihat sekali bagaimana aktifnya ia memulai perbincangan dengan gadis itu, seakan ia ingin mengenalnya lebih jauh. "Biasanya anak-anak muda zaman sekarang melakukan itu sebelum makan. Mereka lebih dulu memberi makan media sosial mereka baru setelah itu mengisi perutnya dengan makanan."

"Memotretnya? Maaf, tapi kau sedang bicara dengan orang yang salah. Aku tidak terlalu menikmati media sosial." Nayoung menggeleng pelan bersama telunjuknya yang bergoyang. "Aku lebih suka melihatnya sendiri dan menyimpannya di otak untuk diriku sendiri. Lagi pula di internet pasti banyak beredar foto-foto seperti itu."

"Kita memiliki kesamaan pada akhirnya. Hm..." Pria itu menggantungkan kalimatnya. Terdengar menggantung seakan ada yang ia sembunyikan alih-alih mengucapkannya. "Kita sepertinya cocok berteman."

Namjoon yang hadir di sampingnya hari ini bukanlah Namjoon yang Nayoung kenal. Tentu saja mengejutkan ketika pria itu tiba-tiba bersikap ramah dan mengajaknya berteman. "Wah... tunggu, tunggu. Ada apa ini?" tanyanya penuh selidik.

"Memang salah jika aku mencoba akrab denganmu? Kau tidak mau berteman denganku?" tanya Namjoon balik. "Kau kalah bermain hoki meja tadi. Kau harus jadi teman kencanku hari ini. Dan secara tidak langsung kita sudah berteman," sambungnya sembari menggeser kursinya mendekati Nayoung.

Namun Nayoung tetap mencoba untuk menjaga jarak di antara mereka dengan tangannya. "Oh jadi ini maksudmu? Dengar ya, Pak Namjoon. Saya rasa kita tidak seharusnya menghabiskan waktu bersama di luar keperluan penelitian bukan?" Patah hati dari Jungkook membuat Nayoung waspada dengan setiap tindakan pria di sekitarnya, termasuk Namjoon. Ia tidak mau lagi salah menangkap maksud.

CILIEGIA - NITIROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang