Chapter 6

163 32 2
                                    

"Hyeong! Kau sibuk?"

"Astaga. Kau mengejutkanku!"

Minhyuk bersumpah ingin melempari kepala Namjoon yang menyembul dari pintu ruangannya itu dengan spidol sekarang juga. Pria itu ingin mengajaknya duel di waktu yang salah, yaitu di saat ia sedang membaca dan memeriksa tugas mahasiswanya.

"Pakai kacamatamu sekarang juga dan lihat apa yang sedang kukerjakan," titahnya cepat dengan telunjuknya mengarah pada Namjoon yang datang dengan mata menyipit. Sementara temannya tetap duduk di kursinya sembari mengangkat sebuah tumpukan kertas yang dijepit dengan penjepit binder, Namjoon perlahan masuk ke dalam ruangan.

"Aku hanya butuh saran. Aku tidak akan lama-lama." Jemari telunjuk dan tengah Namjoon terangkat di pipinya membentuk huruf V. "Janji." Kemudian ia menarik kursi yang berada di depan meja Minhyuk setelah dibalas anggukan pelan si pemilik ruangan, kemudian duduk di atasnya.

Pria Lee itu menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Setelah meletakkan pulpen dan tumpukan kertas-kertas tadi, ia baru memulai percakapan. "Saran apa? Oh iya, kau sudah membuat keputusan tentang tawaranku?" tanyanya.

Namjoon bisa merasakan bagaimana Minhyuk begitu penuh harap terhadap dirinya. Namun sayangnya, kini pria Lee itu harus menerima kenyataan jika niat Namjoon mendatanginya bukanlah menyangkut keputusan akhir dari tawaran tempo hari.

Kepala Namjoon miring sejenak, mencoba menggali kumpulan-kumpulan kalimat terbaik yang bisa ia lontarkan agar tidak membuat sahabatnya kecewa. "Begini, Hyeong." Kali ini jemarinya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal kemudian mulutnya mengeluarkan decak. "Aku sedang memikirkannya—"

"Lagi?" Minhyuk terdengar seperti jengkel, mungkin karena merasa waktunya berkurang hanya untuk menunggu jawaban menggantung dari Namjoon. "Hei, Joon. Dengar. Aku tidak masalah jika kau memang—"

"Aku belum selesai, Hyeong." Namjoon langsung mencegah Minhyuk untuk melanjutkan marah-marahnya, mulutnya kini mencebik. "Ya ampun. Umurmu sudah tidak muda lagi, coba kontrol emosimu itu. Minjae tidak akan betah punya ayah yang sumbu pendek." Baiklah, mungkin efek belum makan siang jadi Minhyuk terlanjur sensitif mendengar sindiran Namjoon yang sebenarnya sudah terlalu biasa dia dengar. Tapi kali ini...

"Hei, kau punya kaca? Kau juga bukan pria usia dua puluhan lagi! Kau bahkan belum menikah. Dasar." Telunjuknya menuding wajah Namjoon, namun pria itu justru tertawa melihat bagaimana Minhyuk marah.

Tentu saja Namjoon tertawa, Minhyuk yang mencak-mencak seperti itu adalah hal yang lumrah terjadi dalam pertemanan mereka. Anggap saja mereka mempererat persahabatan dengan saling melakukan diss seperti dalam kompetisi menyanyi rap.

"Sudahlah. Toh aku tidak akan bisa pulang cepat hari ini." Dagunya maju, menunjuk kertas yang ada di atas mejanya. "Baiklah, apa yang ingin kau katakan tadi?"

"Sudah marah-marahnya?" Suara Namjoon tiba-tiba melembut, membuat mata Minhyuk melebar. Ditambah dengan bagaimana pria itu menjatuhkan dagu ke meja dengan menggunakan kedua punggung tangannya sebagai tumpuan. Jangan lupa dengan tatapan berbinar-binar pria Kim itu.

Alhasil itu membuatnya memperoleh pukulan gulungan kertas dari Minhyuk di ubun-ubunnya. "Hentikan itu, Kim Namjoon!"

"Aduh, Hyeong—aku memang masih memikirkannya, dan itu condong ke sisi tertarik. Ya, enam puluh banding empat puluh mungkin," ungkap Namjoon panjang lebar sembari mengusap-usap bagian kepalanya yang masih terasa panas.

Minhyuk mengangguk meski ekspresi wajahnya masih masam seperti sebelumnya, bersama napasnya yang berhembus dengan berat. "Lalu esensimu kemari apa? Kau tidak mungkin kemari hanya untuk memberitahu progres berpikirmu sampai mana, 'kan? Kau bukan sedang bimbingan tesis, Joon."

CILIEGIA - NITIROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang