Letter (5)

709 81 4
                                    

20 September 2020
Shizuoka, Jepang

Jisoo-ya...

Aku rasa, sekarang adalah saat yang tepat bagiku untuk keluar dari dinding perasaan yang selama ini ku tinggali.

Aku belum siap, tidak akan ada hari dimana aku siap, tapi aku akan berjuang untuk siap hari ini.

Setiap hari yang ku lalui, rasanya sangat mencekik. Aku seperti di himpit oleh udara di sekitar ku, udara yang selama ini menjadi sumber kehidupan untukku, tiba-tiba terasa seperti sebuah jeratan yang tidak membiarkanku lepas dari dekapannya.

Tanganku terasa hampa, kosong tak berarti. Aku tidak bisa merasakan kehangatan di ujung jemari ku lagi. Rasanya aneh, sangat aneh.

Mungkin itu karena aku menggenggam mu terlalu erat selama ini. Aku takut kehilanganmu, aku takut tidak bisa merasakan kasih darimu lagi. Jadi aku menggenggam mu se-erat yang ku bisa.

Aku menggenggam mu dengan erat, membuatku tidak menyadari bahwa saat ini yang tertinggal dalam genggamanku hanyalah sisa bayangan dan kenangan bersamamu.

Aku tidak berani membuka kepalan tangan ku, aku takut saat aku membukanya aku tidak menemukan kehadiran mu lagi. Jadi aku terus mengepal tangaku, tanpa sadar bahwa kekosongan itu diisi dengan kekecewaan dan amarah yang tak mampu ku tunjukkan.

Kepergian mu yang datang seperti pencuri di malam hari, tanpa aba-aba ataupun peringatan, tumbuh menjadi duri-duri tajam.

Tapi aku tidak peduli akan hal itu, aku terus menggenggam duri itu dan mem

Tidak hanya tanganku yang terasa kosong, Jisoo-ya. Hatiku juga terasa hampa.

Sebelumnya ruang hati ini diisi oleh cinta yang berlimpah untukmu, hanya untukmu. Tapi setelah kepergianmu, kemana aku harus mencurahkan cinta yang mengalir deras ini?

Aku tidak bisa menghentikan alirannya, Jisoo-ya. Aku tidak mampu melawan ketulusan yang menjadi bahan utamanya. Telah berulang kali aku mencoba untuk membendung arus yang mengalir dengan deras, hanya untuk menemukan bahwa aku tidak mampu.

Lama kelamaan, arus deras yang tidak menemukan arah untuk berdiam memutuskan untuk menerjang dinding di sekitar nya. Arus itu memporak-porandakan dinding hatiku sendiri. Dinding yang rapuh semenjak kepergian mu.

Jangankan untuk menahan terjangan arus itu, dinding itu bahkan belum pulih setelah badai besar menghampirinya.

Dengan mudahnya dinding itu hancur, digulung ombak perasaan yang tidak dapat ku kendalikan. Sekarang hanya tersisa puing-puing nya dan aku tidak ada rencana untuk memperbaiki dinding itu lagi.

Perasaanku? Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku bahkan tidak bisa merasakan apapun saat ini, aku seperti mati rasa. Terlalu sakit rasanya hingga aku tidak bisa merasakan luka menganga yang ada di hatiku.

Jujur, aku ingin seperti ini saja. Jika aku kembali mendapatkan perasaanku, seperti nya aku akan benar-benar hancur. Lebih baik begini, tidak bisa merasakan apapun.

Tapi ini bukan masalah besar Jisoo-ya. Jangan jadikan aku sebagai beban untukmu, jangan jadikan perasaan ku menjadi rasa bersalah.

Ini akan menjadi surat terakhir dariku. Aku tidak akan mengirim surat untukmu lagi selamanya.

Hiduplah bahagia dengan orang yang kau pilih. Kebahagiaan mu adalah hal terpenting bagiku.

Aku juga akan berusaha untuk lepas dari benang merah yang menggulung diriku ini. Apakah aku harus menggunting nya? Heheh...

Aku akan mencoba memulai hidup yang baru tanpa mu. Itu akan sulit karena aku sudah sangat terbiasa mengisi hariku dengan kekonyolan mu.

Aku akan move on.

Jika memang di kehidupan ini kita tidak ditakdirkan untuk bersama, tidak apa. Aku mengerti dan tidak akan melawan takdir.

Tapi aku berjanji jika reinkarnasi itu memang benar ada, maka di kehidupan selanjutnya aku akan berjuang sekali lagi untuk memiliki mu.

Meskipun akhirnya kita tetap tidak bisa bersama, aku akan tetap berjuang. Aku akan tetap jatuh cinta pada jiwa mu, di kehidupan selanjutnya dan seterusnya.

Jika memang aku tidak bisa menuliskan satu buku kehidupan bersamamu, maka menjadi bagian dari satu bab kehidupan mu saja sudah cukup.

Kisah kita yang singkat ini akan terukir indah di sampul buku kehidupan ku.

Terimakasih Jisoo-ya, terimakasih karena sudah mengajarkan ku seperti apa manisnya cinta.

Selamat tinggal

Sincerely

Park Chaeyoung

______________________________________

Ini mau di balas atau fix end di sini? Author serahkan ke tangan para reader :)

ChaeSoo ONESHOT/SHORT STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang