Perkenalkan aku Park Chaeyoung, seorang gadis yang bercita-cita ingin menjadi seorang musisi dunia. Dan untuk mewujudkan cita-cita ku itu, aku sering melaksanakan penampilan tunggal di Jalan Mawar Putih. Maksudku bukan di tengah jalannya, tapi di trotoar jalan itu.
Aku bisa memainkan gitar dengan baik, juga bisa sedikit memainkan piano. Jadi saat tampil aku biasanya bergantian memakai kedua alat musik itu.
Beberapa minggu setelah aku tampil di sana, aku melihat seorang gadis berambut hitam menonton ku untuk pertama kalinya. Aku yakin kalian sudah tau bagaimana kami berdua bersatu jadi tidak akan kuceritakan lagi.
Semenjak hari yang sangat indah itu, kami selalu menghabiskan waktu bersama. Jisoo juga mulai menulis buku pertamanya, dia bilang setelah bertemu denganku dia seperti mendapat sebuah inspirasi yang besar.
Walaupun pertemuan kami tidak semanis kisah orang lain, tidak semendebarkan kisah cinta di novel, tapi aku sangat menyukai nya. Aku menyukai bagaimana pertemuan kami begitu natural, begitu santai tanpa adanya konflik tertentu.
Aku menyukai bagaimana tanganku terasa sangat pas saat menggenggam tangannya. Aku sangat menyukai kehangatan yang dia berikan padaku saat aku memeluknya. Aku menyukai bagaimana dia selalu tersenyum kepadaku meskipun aku tau bahwa dia baru saja menyelesaikan pekerjaan yang berat di tokonya. Aku menyukai semua hal tentangnya.
Dan saat ini, aku ada di sini, di rumah sakit kecil di kota kami. Saat aku bersiap untuk tampil tadi, aku mendapat telepon bahwa Jisoo jatuh pingsan di tokonya. Aku bergegas ke sini, meninggalkan semua peralatan ku di depan rumah. Aku tidak peduli akan semua itu, yang terpenting adalah kekasih ku, Jisoo.
Aku menggenggam lembut tangannya yang terkulai lemas di sisi tubuhnya. Mata ku tidak bisa lepas dari wajahnya yang terlihat sangat pucat. Park Chaeyoung, kemana saja kau selama ini? Kenapa aku tidak tau kalau dia selelah ini?
Aku mengelus lembut rambut hitamnya dan mengecup pucuk kepalanya. Aku ingin menangis saat ini, tapi tidak boleh! Aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan nya.
"Sayang..." Ucapnya dengan lemas, hatiku bergetar mendengar nya.
"Ya, aku di sini. Bagaimana perasaan mu? Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Aku segera duduk di sampingnya.
Dia menggeleng. Aku mengenal dia, aku mengenal kekasihku ini. Dia tidak mau aku khawatir, dia tidak mau memperlihatkan kelemahan nya padaku. Mungkin inilah alasannya kenapa aku tidak tau bahwa dia sedang sakit.
"Kim Jisoo," ucapku, menatap kedua mata hitamnya dengan lembut.
"Aku ini kekasih mu kan?" Tanyaku.
"Ya, kenapa kamu bertanya? Apakah kamu meragukan ku?"
Perkataan nya itu membuat hatiku terasa seperti dicekik sesuatu. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah meragukan cintanya padaku, tidak akan.
"Tidak, bukan begitu. Lihat aku," ucapku mengangkat dagunya agar mata kami bisa bertemu.
"Aku kekasihmu sayang. Aku mencintaimu. Aku ingin tau semua hal tentang mu, tidak hanya hal yang baik tapi juga yang buruk. Aku ingin kamu bersandar padaku, aku ingin menjadi seseorang yang bisa kamu andalkan,"
Oh sial, kenapa aku menangis? Aku seharusnya tidak menangis di depannya. Aku seharusnya kuat.
"Hey..."
Dia menarikku ke dalam pelukan. Betapa aku merindukan kehangatan ini, meskipun baru tadi pagi aku memeluknya seperti ini.
"Aku takut, aku sangat takut saat ini," ucapku, aku tidak lagi berusaha untuk menahan tangisanku.