H E - o n e

77.7K 6.5K 290
                                    

HE

°

Sura memandangi bagaimana Nemesis menatapnya sekarang. Dia pasti sudah gila jika benar merasakan tegangan dari ajakan pria itu padanya.

"Apa, Mas?" tanya Sura kembali.

"Kamu mendengarnya, Sura." Jawab Nemesis. "Kamu tahu bahwa saya bukan tipikal pria yang akan mengulang ucapannya. So, don't be stupid to makes me repeat it for you."

Sura menarik napasnya lega. Ketika Nemesis kembali menyebut kata stupid kepadanya, itu berarti ada 'udang di balik batu' yang Sura harus tahu. Karena seorang Nemesis begitu pandai berdebat, memainkan kata, dan tak lupa memainkan perannya, maka menjadi asisten pria itu Sura dituntut untuk sama cerdasnya.

"Harusnya mas bilang kalo ada naskah yang harus mas latih lagi, jadi saya—"

"Siapa yang bilang kalo saya mengulang dialog?" Nemesis memotongnya hingga Sura terbelalak ngeri.

Satu langkah sudah begitu salah Sura lakukan. Dia membuat aktor kesayangan banyak orang itu marah. Benar-benar marah.

"Saya—"

Sura tidak bisa membalas apa pun, sebab sebelum semuanya gerakan Nemesis menarik pinggang Sura yang basah kuyup dan membuatnya merasakan kehangatan bibir pria itu adalah... celaka.

Sura terlalu polos. Dia baru merasakan sensasi dicium oleh aktor kenamaan dan dilibas dengan lidah seorang pria. Rasanya begitu memalukan sekaligus melenakan.

Bertumpu pada dinding, tangan Nemesis tidak ada yang bebas tugas lagi. Masing-masing sudah sibuk, menyangga diri dan memanjakan Sura.

Dada mereka bergerak seiring dengan kebutuhan oksigen yang tidak terperi. Hidup Sura seolah begitu pendek karena pasokan oksigen yang dirasa habis dihirup oleh bibir Nemesis.

"Mas," Sura langsung memberi jarak. Aroma Nemesis yang begitu dekat justru membuatnya hilang akal.

"Ini ciuman pertamamu." Nemesis menyatakan tanpa ragu.

Setelah dirasa kembali bisa berpikirk jernih, Sura memberikan tanya. "Apa maksudnya dari sikap mas Nemesis ini? Apa mas nggak paham bahwa melakukan hal semacam ini adalah kejahatan?"

Nemesis menaikkan dagu Sura. Menatap bagaimana asistennya yang lebih muda tujuh tahun darinya menyalak bagai penjaga rumah yang diberi tanda.

"Apa kamu tahu bahwa ketika saya mencium bibirmu tidak ada bentuk penolakan darimu? Saya mau dan begitu pula kamu. Dimana bentuk kejahatannya?"

Caesura terlihat geram. Dia tepis jari Nemesis yang menyentuhnya.

"Itu paksaan. Saya harap saya nggak akan menerima perlakuan semacam ini—"

"Akui saja bahwa kamu menyukai saya, Caesura." Seringai Nemesis naik tinggi.

Hanya diam dan tatapan Sura yang mengarah mencari jawaban dari ucapan artisnya itu.

"Apa maksud dari ucapan mas?"

Nemesis memaksa Sura untuk mengikuti langkah pria itu. Memasuki kamar yang rapi, Sura terkejut begitu melihat foto dirinya dalam balutan gaun mewah dan barang mahal. Itu... aku?

"Ini... saya?" gumam Sura.

"Bukan." Nemesis menjawabnya dengan tegas.

Caesura kebingungan. Dari mana asalnya foto-foto berwajahnya dengan pakaian dan barang mahal itu didapatkan. Sedangkan yang Sura alami selama hidupnya....

"Itu adalah kembaranmu. Bernama Ratuelita dan selama ini tinggal dengan harta berkecukupan. Dia mengalami tragedi dan kebetulan saya memiliki andil karenanya. Jadi, saya memiliki kesepakatan kerja baru untuk kamu."

Sura menatap Nemesis. "Berkaitan dengan berpura-pura dan si Ratuelita ini?" tebak Sura.

"Hm. Cerdas kamu."

"Saya nggak mau." Tolak Sura langsung, membuat senyum Nemesis hilang.

"Coba kamu katakan sekali lagi," gertak Nemesis.

"Saya nggak mau, Mas Nemesis. Saya nggak ingin terlibat apa pun yang berhubungan dengan kepura-puraan. Saya juga nggak tahu apakah cerita yang mas sampaikan ini fakta atau fiktif. Saya nggak mau masuk ke dalam permainan orang kaya yang penuh tipu daya. Saya berhenti. Silakan cari asisten mas yang baru."

Sura berkeinginan segera beranjak dari tempatnya. Dia tahu tidak ada gunanya bicara dengan Nemesis yang sepertinya kadar kewarasannya semakin melemah.

"Siapa yang mengizinkan kamu berhenti, Sura?!" Suara Nemesis menggelegar di apartemen mewahnya.

Sura tak peduli, dia tetap berjalan dengan pakaian basahnya.

"Saya akan membuat keluarga kamu yang sekarang menderita kalo kamu berani berhenti dan bermain-main dengan saya!"

Teriakan itu sukses mengancam Sura. Dia berhenti tepat di depan daun pintu. Dirinya dirundung perasaan cemas.

"Saya serius, Caesura. Ikuti permainan saya atau keluarga kamu akan semakin terpuruk."

Memejamkan matanya, Sura menguatkan dirinya. Menghadap kembali pada Nemesis.

"Apa tujuan dari semua ini? Saya perlu tahu, Mas. Terlebih lagi, tolong jelaskan bagaimana bisa mas tahu saya memiliki kembaran?"

Sura menuntut jawaban. Dia tak mau dikelabui oleh Nemesis bermulut bagai kancil yang suka memutar jawaban. Dia ingin menegaskan pada Nemesis bahwa tidak ada yang bisa membuatnya bertekuk lutut begitu saja.

"Sebelum saya menjawab segalanya kepada kamu," Nemesis kembali mencari tempat duduk ternyamannya. "Kemarilah dan duduk dipangkuan saya. Ada hal penting yang perlu kita pelajari sebelum kamu masuk menjadi bagian dari perjanjian ini."

Memang sialan si Nemesis ini!


/dari bab awal kalian udah diajak mikir🤪/

He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang