HE
°
"Mungkin karena kamu terlalu banyak pikiran makanya bisa pusing begini."
Umay bermanja di pangkuan maminya. Memutuskan pulang saat keadaan rumah masih sepi memang keinginannya. Setelah mengacaukan syuting dengan mengatakan dirinya begitu pusing, Nemesis meminta Yogi mengantarnya ke rumah orangtuanya.
"Masa, sih, Mi? Aku nggak ngerasa banyak pikiran selama ini. Santai aja." Ucapnya dengan memejamkan mata.
Karyna tahu sang putra sengaja menghindari tatapannya. Bicara seperti apa pun, insting seorang ibu akan mengerti keadaan anaknya.
"Kamu cemas soal apa, sih?" Karyna memancing.
"Cemas? Cemas apaan? Aku cuma ngerasa pusing aja, Mi. Mami jangan nebak yang aneh-aneh."
Karyna mengalah. Dia memijat kening sang putra dengan sayang.
"Kakak kamu sepertinya sulit banget mengerti kondisi hatinya sendiri. Sedangkan kamu sulit banget mengakui isi hati dan pikiranmu sendiri. Kalian itu beda tapi sama. Kayak anak kembar."
Nemesis terkekeh. "Sampe mana kak Oda cerita ke mami? Udah baikkan kondisi hatinya? Kasian kakak iparku, Mi. Dari dulu pusing banget ngurusin kak Oda. Sampe di posisi sekarang, dengan kak Oda lebih sering nyalahin dirinya sendiri, itu lebih dari tersiksa. Orang lain melihatnya pasti kebingungan."
Karyna menghela napasnya. Wajah tuanya tidak mengurangi kecantikan dan semangatnya sama sekali.
"Oda-nya hampir nggak pernah ke sini. Istrinya yang selalu datang. Mami bingung, gimana bisa bantu kalo datang ke keluarganya sendiri dia enggan. Kasihan menantu mama, udah harus keguguran, kehilangan, dan masih ngurusin Proda yang maunya dimengerti."
Nemesis langsung bangkit dari pangkuan Karyna. Menatap maminya dengan yakin.
"Apa aku yang samperin? Siapa tahu aku bisa bantu kak Oda sadar. Dia punya dunia yang harus terus berjalan, bukan cuma ditangisi."
Mengusap wajah Nemesis. Karyna mencoba membaca raut putranya kembali.
"Kamu mau Bantu dengan cara apa? Kamu dan papi kamu itu nggak beda jauh, sama-sama suka kekerasan kalo dibatas kesabaran. Mami nggak mau kamu bikin keributan di rumah kakak kamu. Bagaimanapun dia lebih kekurangan dari kamu. Itu risiko yang harus ditanggung menantu mami karena mau menikahi Proda."
Nemesis menggelengkan kepala. "Jangan gitu, Mi. Pernikahan bukan cuma mengenai satu orang, Kak Oda harusnya belajar untuk lebih dewasa setelah kehilangan. Kalo memang dia nggak mau move on dari kehilangan, lakuin hal yang bisa bikin dia lebih ikhlas!" ucap Nemesis dengan menggebu.
Karyna tertegun. "Umay... kamu rencanain apa, Nak?" Sekali lagi Karyna menebak.
Nemesis menghindar. "Rencanain apa, sih, Mi?! Aku cuma menyuarakan isi pikiranku. Kalo mami nggak percaya, yaudah."
Sang putra bergerak menuju pintu rumahnya.
"Mau ke mana, May??? Kamu bilang kamu lagi pusing."
Nemesis tidak membalikkan tubuhnya, karena takut maminya akan semakin membaca isi pikirannya. "Aku mau balik ke apart."
"Umay, Umay! Dengerin mami dulu!" seru Karyna yang memaksa anaknya untuk berbalik. "Dengerin mami."
Begitu Nemesis berbalik, Karyna menjelaskan. "Jangan lakukan hal yang nekat. Mami tahu, meskipun kita bahagia tapi nggak menutup kemungkinan kamu memendam benci dan dendam ke keluarga Mahendra. Mami tahu kamu juga pasti membenci Elita yang menghilang sampai sekarang, tapi jangan terlibat, ya. Jangan terlibat dengan keluarga dari kakek kamu."
Rahang Nemesis dikatupkan. Kemarahan jelas mencetak raut wajah pria itu. "Dia bukan kakekku. Dia bajingan yang memelihara anak dan bikin papi kecewa. Dan harus mami inget, aku nggak akan anggap anak kakek itu sebagai sebenarnya om aku. Dia juga brengsek yang membesarkan iblis!"
Setelahnya Nemesis membiarkan Karyna yang memanggil nama panggilan kecilnya hingga langkahnya terhenti pada mobil yang bebas digunakan di rumah Dave itu. Tanpa tahu bahwa Karyna menitikkan airmatanya, sebab perjuangannya untuk Dave memang berhasil tapi tidak bagi anaknya.
Tuhan, beri anakku jalan untuk tidak menjalankan ambisi dendamnya. Sebab Karyna tahu, tidak akan pernah ada habisnya pembalasan yang terjadi jika Nemesis berurusan dengan Duta—kakeknya sendiri beserta anak pria tua bangka itu dengan mantan sekretarisnya.
*
"Kamu di mana?!" tanya Nemesis dengan nada tak jelas karena efek mabuknya.
"Saya lagi di luar sama bang Yogi."
Kening Nemesis mengernyit. "Ngapain?? Jangan temenin Yogi. Kamu ke sini. Sekarang!"
"Apa? Mas Nemesis di mana?"
"Apartemen bodoh! Dateng ke sini!"
Meski meracau, Nemesis masih bisa dikategorikan belum mabuk sepenuhnya.
"Kenapa mas Nemesis ngomongnya kayak orang ngelantur gitu?"
"Jangan banyak tanya! Dateng sekarang juga gue bilang!!!"
"Iya. Aku dateng. Jangan minum banyak lagi. Mas Nemesis harus berhenti minum sekarang."
Nemesis mendengus dengan keras. "Siapa kamu berani nyuruh-nyuruh, hah!? Dateng aja nggak usah banyak ngomong!!"
Lalu sambungan telepon dimatikan sepihak. Sura yang melakukannya seolah nyawanya begitu banyak.
Nemesis berkata kasar karena sikap Sura itu. Matanya terasa berat. Pusing yang dirasanya semakin bertambah karena efek alkohol, pikirannya mengarah pada satu nama; Caesura.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] Terbit
Romance(CETAK DI KAROS PUBLISHER / E-BOOK GOOGLE PLAYBOOK) #hewantsmeseries Sura harus terjebak dalam pekerjaan yang melibatkannya untuk 'mengurusi' Nemesis. Aktor kebanggaan negara dan memiliki karir cemerlang di kancah Asia. Lelah karena tuntutan pekerja...