H E - s e v e n

35.6K 4.7K 85
                                    

HE

°

Nemesis sengaja.

Dia ingin Sura kelelahan. Sengaja ingin Sura marah dan bisa melepaskan semua yang ada dalam benaknya hingga dia membuka rahasianya sendiri. Rahasia yang tidak benar-benar Nemesis lupakan sepenuhnya.

Siapa bilang dia tidak ingat perempuan yang bersamanya malam itu? Nemesis tahu, Caesura adalah orangnya. Namun, dalam seluruh ingatannya tak pernah sekalipun sang asisten membahas mengenai malam itu. Kenapa? Harusnya ada Yang disalahkan, bukan? Harusnya Sura merasa bahwa Nemesis memang patut disalahkan, kan?

"Yog," panggil Nemesis pada manajernya.

"Kenapa?"

"Waktu gue teler, siapa yang bawa gue pulang ke apart?"

Yogi Berra yang terkenal karena ketampanannya bagai anak remaja yang tak pernah menua menyalakan rokoknya sendiri dan mengembus napas setelah menjepit rokok dengan tangan kanannya yang bergerak turun.

"Bruhhh... siapa yang nganter lo? Ya, jelas banyak. Lo nanya sama gue? Gue aja suka melipir check in, siapa pula yang merhatiin lo dibawa pulang siapa."

Yogi Berra bukan manajer sembarangan. Dia teman kuliah Nemesis ketika di Amerika, berbagi keluh kesah yang sama dalam dunia perbisnisan. Yogi Berra lebih dulu terjun ke dunia hiburan, pria yang lebih tua darinya satu tahun itu percaya bahwa terlihat bodoh dan tidak berguna lebih baik ketimbang kecerdasannya begitu berguna hingga seperti Nemesis sekarang.

"Yog, serius dikit."

Yogi Berra tertawa keras. Nemesis memang tidak pernah berhenti membuatnya terhibur, bahkan disaat seperti ini.

"Kenapa? Lo mau nyariin siapa, sih, Nem? Bukannya udah kebiasaan lo kalo udah ditidurin bakalan dilempar? Kenapa lo tanya segala?" Balas Yogi Berra dengan diikuti hisapannya pada rokok.

"Gue agak lupa aja kejadiannya. Biasanya gue tahu persis apa yang gue lakuin sama perempuan lain, tapi yang satu itu nggak. Gue nggak inget persis."

Yogi menatap aktornya sekaligus temannya itu dengan heran. Ada yang lain ketika Nemesis mengatakan keluhan tersebut.

"Dan itu nganggu lo?" balas Yogi kembali.

"Nganggu pikiran gue, Yog. Beneran. Gue lagi nyari tahu soal malam itu. Karena—"

"Mas, ini kopinya."

Obrolannya dengan Yogi terganggu karena kedatangan Sura tiba-tiba. Perempuan itu terlihat buru-buru menaruh pesanan Nemesis dan menusukkan sedotan kayu yang milik Nemesis sendiri hingga semuanya rapi, selesai, hanya perlu Nemesis minum saja.

"Sesuai pesanan, Mas. Saya nggak tambah—"

"Kamu nggak lihat saya bicara dengan Yogi? Kemana sopan santun kamu? Nggak pernah belajar untuk menghargai obrolan orang lain, hm? Kemana otak kamu itu memangnya? Mikir hal seremeh ini aja sulit, ya."

Nada bicara Nemesis tidak tinggi, tapi sangat besar pengaruhnya bagi Sura yang sudah susah payah mencarikan apa yang pria itu mau malah mendapatkan sindiran keras.

Yogi yang tidak tega melihat wajah Sura-pun memilih ikut campur. "Udah, nggak perlu diperpanjang. Ra, kamu bawa aja kopinya. Buat kamu aja."

Sura saat itu juga baru melihat bahwa di meja yang digunakan kedua pria itu sudah ada segelas kopi tanpa rumit. Seperti kopi tukang keliling dengan botol plastik yang Sura yakini bekas itu.

Lalu kenapa dia disuruh dengan rumit? Nemesis hanya mengerjainya, kan?

"Kalo tahu gini mendingan saya beliin kopi biasa terus diseduh sendiri, Mas daripada buang-buang duit ke toko kopi mahal." Sura sengaja membuatnya didengar oleh Nemesis.

Pria itu hendak berkomentar, tapi Sura berdiri dan membungkamnya dengan balasan yang ketus. "Enak, ya, jadi artis minta ini itu nggak ngehargai apa pun dia tetep bener."

Selepas perginya Sura dengan wajah masam dengan kopi yang dia sengaja tinggalkan sedot kayunya membuat Yogi menatap Nemesis yang terlihat ingin mengejar Sura dan berkonfrontasi di luar tenda artis.

"Nemesis, udah! Dia asisten lo, bukan musuh. Kenapa lo nggak bisa bersikap baik dikit sama Sura? Dia berusaha keras supaya mood lo nggak turun."

"Apanya yang nggak turun!? Dia justru bikin mood gue kacau! Karena dia gue mikirin banyak hal yang seharusnya nggak gue pikirin! Gara-gara dia gue—"

"Mau gue pecat dia buat lo?" potong Yogi setelah helaan napasnya keluar.

Nemesis yang biasanya tidak akan sulit untuk berkata santai membalas 'ya, pecat dia buat gue' tapi Nemesis yang sekarang berbeda sekali.

"Apa?" balas Nemesis seolah tak mendengar ucapan Yogi.

"Gue bilang, apa perlu gue pecat Sura buat lo? Kita cari asisten yang lain buat lo, seperti biasa."

"Terus nasib Sura?"

Yogi mengangkat kedua bahunya. "Gue oper dia ke manajar artis lain. Gue yakin dengan kualifikasi dari gue nggak akan sulit buat Sura jadi asisten artis lain. Itupun kalo dia masih mau kerja jadi asisten artis."

Rasanya, dunia Nemesis berhenti ketika membayangkan Sura menjadi asisten aktor lain. Jika terjadi... bisakah dia merencanakan hal yang dia inginkan.

He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang