H E - n i n e

35.3K 4.5K 126
                                    

HE

°


Membersihkan wajah Nemesis sebenarnya bukan hal baru bagi Sura. Lagi dan lagi, pria itu sudah terlalu sering menggunakan tenaganya untuk melayani dalam bentuk night routine agar wajah Nemesis tetap bersih dan terjaga setiap saatnya. Yang tidak Sura rasakan seperti biasanya adalah bagaimana tangannya menyentuh permukaan wajah Nemesis dengan hampir bergemetar.

Apa yang kamu pikirin Sura!

Caesura tak mau kehilangan pekerjaan yang sudah dia rasakan hasilnya hanya karena hal pribadi yang bisa dikatakan bodoh. Di sini, hanya Sura yang tahu mengenai kebodohan tersebut.

"Kenapa bersihinnya cepet banget?" tanya Nemesis yang membuka matanya karena merasa pekerjaan Sura begitu cepat.

Kepala pria itu berada di pinggir ranjang guna memudahkan Sura yang duduk di depan meja berisi segala kebutuhan wajah Nemesis.

"Bukan kecepetan, Mas. Ini memang sudah selesai. Mas tinggal bersihin pakai sabun cuci muka, terus balik lagi ke sini supaya bisa ke tahap selanjutnya."

Nemesis berdiri dan segera membersihkan wajahnya menggunakan pembersih wajah yang selalu digunakannya. Sengaja tidak menutup pintu kamar mandi supaya mereka bisa saling mengecek satu sama lain. Sura yang mengecek apakah Nemesis benar dalam mencuci wajahnya, dan Nemesis yang mengecek apakah Sura mangkir dari tugasnya menjadi sibuk dengan ponselnya sendiri.

Nemesis merasakan ada keresahan yang Sura rasakan hingga tak bisa bersikap tenang sepenuhnya. Pekerjaannya untuk mengurusi wajah Nemesis juga dirasa tidak sepenuhnya dilakukan dengan fokus.

"Pulang aja," kata Nemesis dengan handuk kecil yang khusus digunakan untuk mengeringkan wajah pria itu.

"Apa, Mas?"

"Kamu pulang aja. Kayaknya otakmu udah nggak fokus. Ngantuk, kan?" Sengaja Nemesis memberi tebakan yang sebenarnya bukan jawaban atas ketidakfokusan Caesura.

"Oke." Kata Sura tanpa menolak sama sekali.

Nemesis terkejut. Dikiranya bahwa Sura akan menolak dengan basa basi lebih dulu, tapi ternyata tidak. Perempuan itu seakan memang sudah menunggu saat-saat Nemesis mengusirnya.

Ketika Sura sudah selesai membereskan tasnya, Nemesis berkata. "Udah? Gitu, aja? Kamu beneran langsung pulang?"

Sura menoleh pada aktornya, mengangkat kedua bahu penuh percaya diri. "Mau apalagi memangnya? Sudah waktunya pulang juga."

Sura berjalan menuju pintu kamar pria itu. "Oh, iya. Besok saya sepertinya akan ambil cuti. Karena bang Yogi sudah setuju untuk menggantikan saya sebentar. Terima kasih, Mas Nemesis. See you!"

"Ap— hei! Sura!" Dan panggilan Nemesis tidak menghasilkan apa-apa, sebab Sura sudah berlari dan diam-diam memesan kendaraan online selama Nemesis mencuci muka tadi.

"Sial. Dia makin seenaknya aja." Gumam Nemesis yang mau tidak mau menggunakan perawatan rutin harian malamnya sendiri.

*

Yogi benar-benar menjemput keesokan harinya. Hanya ada pria itu tanpa Sura.

"Lo beneran segampang itu kasih cuti ke Sura, ya, Yog. Gue nggak tahu kalo lo sebaik itu." Kata Nemesis langsung pada intinya begitu duduk di kursi mobil.

"Gue baik sama orang, selalu. Sejak kapan gue jahat?" balas Yogi.

"Seinget gue, terakhir kali ada mantan asisten gue yang lo pecat karena kebanyakan minta cuti." Nemesis kembali menyuarakan pikirannya.

"Beda kasuslah, Nem. Itu, kan cuti demi pacarnya. Kurang kerjaan aja gue kasih dia cuti pas lo lagi rapet jadwal syuting."

Kembali Nemesis mendebat. "Apa bedanya sama Sura? Lo, kan nggak tahu dia cuti dadakan buat apaan."

Nemesis melihat temannya yang menghela napas sembari mengarahkan kemudi. "Sura ambil cuti alasannya jelas, karena keluarga."

Lalu ada jeda diantara perdebatan mengenai Sura itu.

"Entah kenapa gue yakin lo tahu soal Sura." Kata Nemesis.

Yogi Berra belum pernah segugup ini menyangkal sesuatu, tapi dia harus melakukannya untuk memenuhi janji.

"Ya, jelas gue tahu Sura. Gimanapun, kualifikasi dia masuk jadi asisten lo karena gue juga." Yogi berpura-pura menatap Nemesis dengan pandangan bertanya begitu dalam. "Kenapa? Lo penasaran apa sama Sura? Dia mau lo masukkin jadi sasaran di ranjang?" Pertanyaan tersebut lebih seperti ucapan menantang dari Yogi.

"Itu yang lo pikirin ke gue, Yog? Apa tampang gue cuma mau cari sasaran aja?"

Yogi melepaskan tangan kirinya guna membuat gestur menyerah dengan mengangkatnya. "Wow. Gue nyerah, jangan sensi, Bos. Gue nggak akan tanya-tanya lagi. Balesannya lo juga jangan nanya gue lagi soal Sura. Karena gue nggak mau salah ngomong. Lo pengen tahu, tanya ke anaknya. Mumpung masih hidup."

Ah, Nemesis jadi diingatkan kembali mengenai rencananya ingin membuat informasi mengenai Sura yang tiada. Sebentar lagi, menunggu projek pada akhir minggu.

"Tapi yang perlu lo tahu, hidupnya Sura itu menyedihkan."

Nemesis mendengarkan. "Keluarganya bangkrut, harus rawat bapaknya yang stres karena mendadak miskin. Ibunya yang nggak bisa ngapa-ngapain selain ngurus suami dan anak laki-lakinya yang nggak mau kerja plus sakit-sakitan."

"Anak laki-lakinya itu udah punya anak, kan?"

"Hah?? Anak??" Balas Yogi dengan bingung.

"Iya. Gue denger semalem dia bahas nama Jeno."

"Wah, yang itu gue nggak tahu. Lo tanya langsung aja, deh."

Setelahnya pembicaraan mereka mengenai Sura dipaksa untuk diselesaikan.

He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang