HE
°
Tertidur, Nemesis dibiarkan di dalam mobil. Sura berdiri di balik pintu kemudi karena hari ini dia menyetir mobil milik pria itu sendiri. Sopir bahkan sepertinya tak memiliki pekerjaan lebih ketika ada Caesura.
"Iya, besok aku usahakan pulang lebih cepet."
"..."
"Nggak, nggak! Jangan bilang sama Jeno, Ma. Aku nggak mau dia ngandelin aku pulang cepet."
Sura terlihat begitu pusing. Kepalanya terpenuhi banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga urusan rumah. Ditambah dengan kesepakatannya dengan Nemesis yang begitu menyusahkannya.
"Iya, iya! Aku paham, Ma. Tapi aku nggak bisa leluasa pulang. Kerjaanku bukan kerja kantoran seperti pegawai perusahaan, aku kerja sama artis yang jadwalnya nggak tentu."
Terdengar helaan napasnya berat. Sura sampai tidak sadar bahwa Nemesis sudah menurunkan jendela hingga terdengar suara perempuan itu.
"Aku usahain, oke? Aku bakalan cari cuti untuk bisa nemenin Jeno."
"..."
"Iya. Aku sayang kalian. Makasih buat pengertian mama selama ini." Kata Sura dan Nemesis menebak asistennya itu menyusut airmata.
Begitu menyudahi pembicaraan melalui teleponnya, Sura terkejut begitu Nemesis sudah berada di kursi pengemudi dan menatapnya.
"Ya ampun, mas Nemesis!" seru Caesura seraya mengusap dadanya.
"Kamu ngobrol sama mama kamu?"
Sura mengangguk sebagai jawaban. Dia hanya perlu menunggu Nemesis untuk turun dan masuk dalam unit apartemennya.
"Ngomongin soal siapa?" tanya Nemesis lagi.
"Soal keluarga-lah!" balas Sura dengan sedikit jutek.
"Hm. Keluarga? Terus Jeno siapa?"
"Ponakan saya." Jawab Sura dengan santai.
"Ponakan? Sebegitunya sampe mau cuti segala demi nemenin ponakan?" Kembali Nemesis mencoba menginterogasi asistennya.
Lelah dengan interogasi tersebut, Sura menarik kuncian pintu mobil hingga terbuka. "Mas Nemesis harus istirahat, tadi udah sampe ngorok selama perjalanan. Sekarang mas harus cepet masuk kamar, bersih-bersih dan langsung tidur. Besok subuh dijemput sama bang Yogi."
Sura yang berniat bergerak ke belakang mobil untuk mengambil barang Nemesis dihentikan oleh pria itu.
"Urusin saya dulu." Kata Nemesis.
"Apa, Mas?"
"Urusin saya. Saya capek banget hari ini. Rasanya, saya nggak bertenaga buat bersihin muka. Urusin muka saya, supaya besok nggak ada jerawat baru muncul gara-gara riasan muka saya selama syuting tadi."
Sura mengangguk dengan mudahnya. Tidak mempersulit keadaan hingga waktu pulangnya akan semakin tertunda.
"Mas Nemesis naik aja dulu. Saya ambil barang-barang yang kotor dulu."
Sura kembali sibuk mengurusi apa saja yang ada di mobil pria itu. Tidak berhenti sama sekali, bahkan Sura terlalu sibuk sendiri.
Begitu menutup bagian belakang mobil, dia dibuat kembali terkejut karena Nemesis masih ada di sana. Bersandar dan bersedekap manis.
"Kenapa masih di sini? Mas Nemesis harusnya naik—"
"Bareng aja."
Sura tidak mendebat lagi. Bukan jatah serta waktunya untuk mendebat Nemesis. Sudah lelah fisik hingga pikirannya malas bekerja lebih.
Keduanya berjalan bersama dari parkiran mobil, menuju lift dengan Nemesis yang masih setia dengan sikap teganya pada Sura yang membawa banyak barang.
Dilihatnya wajah letih gadis itu hingga Nemesis menangkap keringat yang mengalir di kening turun menuju rahang Sura.
"Kamu keringetan." Begitulah komentar Nemesis yang akan langsung Sura perbaiki.
Perempuan itu segera menaruh beberapa barang di tangan kanannya dan mengambil tisu guna membersihkan keringatnya. Tak mau sang aktor kembali merasa tak nyaman karena keringat Sura. Jelas Sura tak mau dipecat hanya karena keringat menyebalkan yang Nemesis tak sukai.
"Ponakan kamu umur berapa?" tanya Nemesis tiba-tiba.
Caesura menatap Nemesis dengan heran. Tidak biasanya Nemesis akan tertarik dengan hidupnya.
"Bukannya mas Nemesis tahu semua yang berhubungan dengan keluarga saya? Pasti mas Nemesis cari tahu latar belakang saya."
Nemesis mendengus. "Saya bukan maniak, Sura. Saya nggak menguntit satu keluarga sampai ke akarnya. Saya hanya tahu kalau keluarga kamu yang sekarang memang serba kekurangan karena bangkrut usaha ayah kalian."
Sura mendesah lelah. Menyandarkan kepala serta tubuhnya pada dinding lift. Matanya terpejam dan tidak berniat melanjutkan pembicaraan dengan Nemesis.
"Kamu nggak mau menjawab pertanyaan saya?"
"Belum genap setahun. Masih sepuluh bulan."
Nemesis mengerutkan dahinya. "Masih kecil. Kenapa ibu kamu sepertinya memaksa supaya kamu bisa nemenin ponakanmu? Kemana orangtua ponakan kamu itu?"
"Orangtuanya pergi."
"Pergi? Pergi kenapa?"
Sura membuka matanya dan menatap Nemesis dengan garang. "Sudah, Mas. Lebih baik mas nggak tahu apa-apa biar nggak pusing. Berhenti ajak saya ngobrol, mendingan mas Nemesis siapin cara supaya bisa langsung tidur dan besok pagi bisa fresh!"
Nemesis tidak memperpanjang lagi. Dia menjadi mengingat kembali ponakannya yang seharusnya bisa dia sayangi, tetapi justru harus pergi karena ulah Ratuelita. Sudah cukup lama rasanya kepergian ponakannya, karena sudah terhitung hampir dua tahun itu terjadi, tapi rasa benci Nemesis belum hilang.
Sedang Nemesis termenung, Sura mengamati pria itu. Sura hanya berani mengamati wajah Nemesis dari samping dengan jarak yang tak dekat. Dia berada di ujung kiri dan Nemesis pada sudut kanan. Sampai kapanpun, bagi Sura... Nemesis tidak akan bisa digapainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] Terbit
Romance(CETAK DI KAROS PUBLISHER / E-BOOK GOOGLE PLAYBOOK) #hewantsmeseries Sura harus terjebak dalam pekerjaan yang melibatkannya untuk 'mengurusi' Nemesis. Aktor kebanggaan negara dan memiliki karir cemerlang di kancah Asia. Lelah karena tuntutan pekerja...