| dua

135 18 1
                                    


「 𝚜 𝚎 𝚕 𝚌 𝚘 𝚞 𝚝 𝚑  」

Pergi ke taman skate pada akhir pekan memang bukan keputusan yang baik. Seketika Jimin merutuk karena sudah menyetujui ajakan Yoongi untuk ikut kesini. Jika saja Jimin tidak ikut, mungkin sekarang ia masih beromantis ria dengan kasur serta segala tetek bengeknya--karena sungguh, Jimin masih mengantuk. Semalam ia terjaga hingga matahari terbit karena menonton pertandingan basket dari pemain favoritnya yang kebetulan sedang tanding tadi malam dan disiarkan secara live. Dan karena itulah Jimin baru memejamkan matanya pukul 4 pagi.

Ia sesekali melantunkan lagu yang sedang terputar di earphone yang ia pakai, mengabaikan Yoongi--sang teman sialan yang malah sibuk berselancar dengan skateboard dan kekasihnya didepan sana. Jimin berdecak kesal sambil menyumpahi temannya itu karena dengan sengaja menyeretnya untuk ikut kesini. Untuk apa?! Menonton ia bermesraan dengan Hoseok? Yang benar saja. Tidak akan Jimin bangun dari kasurnya jika tau Yoongi hanya akan sibuk dengan dunianya sendiri.

Lamunan Jimin tiba-tiba buyar ketika sebuah bola bergelinding tepat kearah kakinya. Ia mengernyit dan menoleh kearah bola tersebut berasal dan tersentak ketika melihat ada lapangan basket tak jauh dari sana. Jimin sudah hampir lima belas menit disana, bagaimana bisa ia tidak sadar bahwa ada lapangan?

Tak lama kemudian seorang laki-laki berlari kearahnya. Kelihatannya ia salah satu pemain yang sedang bermain disana. Lapangan itu cukup ramai, ada banyak anak-anak yang kelihatannya seumuran dengan laki-laki itu.

"Maaf kak? Boleh kuambil bolanya?" sapa anak itu ramah. Jimin tersenyum, lalu ia mengangkat bola tersebut dan memberikannya pada anak itu.

Jimin sudah siap memakai earphone lagi nya jika saja suara anak itu kembali masuk ke gendang telinganya, "Tunggu! Apa kau Park Jimin?"

"Eh?" Jimin salah tingkah. Ia tak kenal anak ini. Perasaan tidak enak tiba-tiba muncul. Jimin takut anak ini adalah saudaranya, atau mungkin adik kelas namun ia tidak mengenalinya, "M-maaf kau siapa?"

Mata anak itu berbinar, "Pasti kau Jimin-sunbae dari Haneul Inter School! Si pemain basket!"

"E-Excuse me?" Oke, Jimin total bingung sekarang. Mengapa anak itu tau namanya? Darimana? Bagaimana juga ia tau dimana Jimin bersekolah?

Seakan tau pikiran Jimin, anak itu buru-buru mencela. "Aku dari Namdeul School! SMA ku bertanding denganmu tahun lalu, sunbae! Dan siswa SMP boleh menontonnya, jadi aku ada disana! Kau keren!"

Entah hanya firasat Jimin atau bagaimana, namun ia merasa pipinya terbakar--seperti ada benih cinta. Tapi bukan, bukan karena ia jatuh hati. Namun malu karena disebut keren oleh orang asing. Ia tidak sadar jika ia dikenal oleh orang lain selain teman-teman sekolahnya. Dan karena kegugupannya, Jimin hanya mampu menjawab seadanya. "A-ah.., Iya. Terimakasih!"

"Apa kau sibuk, sunbae? Jika tidak keberatan ayo bermain basket?" ajak anak itu antusias, dengan mata yang semakin berbinar. Jimin tidak bisa berbohong bahwa anak ini cukup menggemaskan, membuat ia tidak sanggup menolak.

Sekilas ia melirik Yoongi yang masih sibuk dengan kegiatannya sendiri. Merasa tidak perlu izin, ia berdiri, mengekori anak itu hingga sampai di lapangan. Dan Jimin kembali dibuat terkejut karena teman-teman anak itu juga mengenalnya. Seterkenal apa dia diluar sekolah? Rasa percaya dirinya melejit begitu saja.

"Omong-omong, siapa namamu?" tanya Jimin pada anak yang pertama tadi.

Ia tersenyum, "Minjun, sunbae!"

"Baiklah, Minjun." balas Jimin, "Ayo bermain!"

Dan permainan dimulai. Jika boleh jujur, Jimin sedikit kesusahan bermain dengan orang yang lebih muda darinya. Meski tinggi mereka tidak terlalu jauh dari Jimin--karena Jimin lumayan pendek, namun tetap saja permainan basket Jimin sangat agresif untuk ukuran anak SMP seperti Minjun dan teman-temannya. Maka dari itu Jimin bermain dengan sedikit lemas, takut kelepasan bermain dengan semangat dan berakhir membuat permainan terlalu serius.

Hampir satu jam penuh mereka bermain hingga akhirnya para anak-anak itu memilih duduk. Sedangkan Jimin hanya terkekeh geli melihatnya, ia sendiri masih bersemangat bermain ditengah lapangan walau tanpa lawan.

Sedangkan tidak jauh dari sana, seorang laki-laki remaja terdiam ditempatnya ketika melihat Jimin tengah bermain basket dilapangan dengan rematan pada kotak susu ditangannya.

「 𝚜 𝚎 𝚕 𝚌 𝚘 𝚞 𝚝 𝚑  」

Pukul 5 sore hari. Taman bukan semakin sepi, namun semakin ramai dengan banyak pemuda berlalu lalang. Jimin sudah pulang beberapa menit yang lalu, dan saat itu juga lah namja laki-laki yang sedari tadi hanya memerhatikan ia dari jauh kembali ke lapangan awal ia bermain basket bersama adiknya.

"Jungkook-hyung! Darimana saja?" sambut Minjun ketika melihat Jungkook sedang berjalan kearah mereka.

Jungkook meringis, "Maaf. Tadi hyung duduk disana,"

"Huh! Hyung bilang hanya beli susu! Kenapa Minjun jadi ditinggal." anak itu cemberut, membuat Jungkook terkekeh melihat bibir Minju maju beberapa centi. Dengan segera ia memberikan kotak susu pisang yang sedari tadi ia genggam setelah sebelumnya ia menusukkan sedotan pada kemasan itu.

Jungkook sedikit teringat dengan pemuda yang tadi ia lihat. Matanya melirik kearah Minjun ragu-ragu. Antara bertanya atau tidak. Apakah Minjun akan curiga jika ia bertanya? Namun ia juga takut salah. Terkadang matanya sedikit kabur dan bisa saja yang ia lihat tadi bukanlah orang yang ada dipikirannya.

"Tadi hyung lihat Minjun main sama orang lain ya?" mulai Jungkook, "Itu siapa?"

Minjun melirik sebentar sambil meyeruput susunya-- lalu setelahnya ua teringat dengan  Jimin dan langsung membinarkan mata, "Namanya Jimin hyung! Ia jago bola basket! Bermain dengannya seru sekali loh~ Kasian Kookie hyung tidak ikut!"

Minjun tertawa dengan ocehannya sendiri, sedangkan yang diledek terdiam ketika sadar bahwa ia tidak salah lihat.

Dia benar-benar melihat Jimin. Dia melihat Park Jimin, mantan kekasihnya semasa SMP.

Dan yang membuatnya terkejut adalah Jimin menjadi seorang pemain basket sekarang? Seingatnya dulu hobi Jimin adalah fotografi?

Larut dalam lamunannya, Jungkook harus mengakui bahwa Jimin semakin tampan. Ah tidak, cantik. Jimin selalu cantik dimatanya. Bahkan hanya dengan memperhatikannya dari jauh tadi, Jungkook bisa melihat banyak perubahan pada diri Jimin setelah 2 tahun mereka putus hubungan.

Ia.. semakin cantik. Hanya itu yang bisa Jungkook pikirkan. Dan lagi-lagi Jungkook jatuh ke pesonanya,

seperti tahun kemarin, dan kemarinnya lagi.

Namun tetap saja, setelah membuat Jimin kesakitan, membuat Jimin menangis, apa ia pantas kembali pada pemuda itu?

Buru-buru Jungkook menggeleng ketika pikirannya sudah kalang kabut. Ia menghela nafasnya. Mengapa ia berpikir jauh sekali. Dia dan Jimin hanya bertemu sekali dan hanya kebetulan. Dia tak akan pernah bertemu lagi, jadi buat apa memikirkan cara agar mendapatkan lelaki manis itu kembali padanya.

Jungkook mendongakkan kepalanya, "Hari mulai gelap. Minjun, ayo pulang."

「 𝚜 𝚎 𝚕 𝚌 𝚘 𝚞 𝚝 𝚑  」

writter note : —

| to be continued |

selcouth • kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang