DELAPAN BELAS

1.4K 245 48
                                    

*Zhafran home*

Pukul 20.00.

Menghabiskan waktu bertahun-tahun di flat, terkadang membuat Zhafran ingin hidup sendiri terlepas dari keluarga. Sebenarnya ia enggan kembali ke rumah. Ia lebih nyaman tinggal di apartemen miliknya sendiri.

Tapi Mama selalu punya cara memintanya kembali ke rumah. Kata Mama, rumah sepi tanpa dia. Itulah mungkin sebabnya Mama selalu meminta Bibik setiap hari membersihkan kamar.

Itu semua karena Mama tahu, suatu saat putranya pasti akan pulang. Bibik tadi pagi bilang, seminggu sekali Mama minta seprai kamar Zhafran diganti baru dan seisi kamar dibersihkan dengan vaccum cleaner.

Itu mungkin alasan Zhafran menahan diri untuk tidak tinggal dulu di apartemen mewah. Teringat Mama yang begitu merindukannya dan Papa juga baru saja pulang dari rumah sakit. Mama terlihat sangat bahagia mengetahui ia benar-benar pulang. Hampir setiap hari, Mama memasak makanan kesukaannya. Seakan tidak rela lagi berpisah kedua kali.

Kadang Zhafran ada kalanya merasa jenuh di rumah. Padahal baru dua pekan ia menetap di Jakarta. Akhirnya ia menyempatkan untuk Video call dengan Ahmed, Hayya dan ada 3 kawannya dari Indonesia. Sultan, Yosi dan Norman. Mereka terikat dalam hobi yang sama, basket dan sepak bola.

Ahmed termasuk teman yang sabar dan tak kenal lelah, mengajaknya ikut berkecimpung dalam komunitas Muslim. Disanalah ia mulai memperbarui kembali keyakinan  pada Allah. Sesuatu yang telah lama ia tinggalkan, di saat ia terpuruk karena masalah cinta dan patah hati.

Zhafran mengakui, kehidupan religinya sudah berubah lebih baik. Itu bisa terlihat dengan peraturan baru yang dibuat di kantor. Tidak ada jadwal meeting yang menabrak waktu sholat. Ia menghidupkan suasana sholat berjama'ah meski di awal, banyak anak buahnya mengeluh dengan aturan-aturan baru di kantor.

Satu per satu data kepala divisi telah ia cermati. Ia berharap semua kepala divisi, bisa menjadi teladan bagi anak buahnya. Meski Zhafran sadar, tidak mudah mengubah iklim kerja yang terbiasa santai dan Andro selama ini juga tidak rutin monev ke lapangan.

Bahkan perubahan terjadi di kantor Zhafran. Tapi sebenarnya yang paling berubah kini adalah hatinya. Sudah dua pekan gadis itu kembali ke desa dan ada sesuatu yang hilang. Dari Sita, ia akhirnya banyak mendapat kabar tentang Nara. Hal gila lain yang sudah ia lakukan adalah meminta print out chat Sita dengan Nara. Zhafran meminta Sita bisa menyimpan rahasia.

Kalau tidak memakai cara ini, mungkin selamanya ia tidak akan tahu isi hati Nara. Walau pun hatinya masih teriris, setiap kali Nara menyebut nama Hamzah. Apalagi ketika Nara meminta masukan Sita, apakah dia akan menerima tawaran Hamzah untuk mengajar di Jakarta. Sedangkan dia masih sangat menyayangi murid-muridnya di desa.

Flash back dua pekan lalu.

"Kamu masih memikirkan Nara, Zhaf?" Wildan menyeruput secangkir teh hangat di kantorku.

"Mungkin. Selama ini aku mencoba sekuat tenaga melupakan dia. Tapi Allah menakdirkan kami bertemu lagi dan sekarang ketika dia pergi, ada sesuatu yang tercerabut di sini. Rasanya sakit."

Zhafran menunjukkan dadanya. Hanya dengan Wildan dan Awan, Zhafran bisa mencurahkan isi hati dan pikirannya.

"Mungkin itu yang namanya jodoh, Zhaf. Meski kalian berpisah lama, suatu saat Allah akan mengatur pertemuan lagi."

Wildan mencoba meyakinkan.

"Coba bicaralah dengan Papa dan Mamamu. Aku yakin hati Om Faisal yang keras, lama kelamaan bisa luluh. Carilah restu mereka jika ke depan, ingin serius mendekati Nara. Jangan sampai menyesal jika kamu terlambat memperjuangkan Nara."

Baghdad and Madinah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang