DUA PULUH DUA

1.4K 250 62
                                    

*Nara Pov*

Suasana hening di kelas karena anak-anak sedang ujian tengah semester. Berulang kali aku gelisah menghitung hari karena ini melewati satu pekan, dari lamaran Kak Zhafran.

Aku sudah sholat istikhoroh, tapi mengapa jawabannya masih samar.  Kak Zhafran kembali menjadi sosok yang dingin. Maksudnya, sejak kami bertukar nomer telepon terakhir kali, ia benar-benar tidak pernah menghubungiku.

Aku sempat curhat dengan Sita dan Alvira. Dari semua sahabatku, hanya mereka yang pandai menjaga rahasia. Tapi aku nggak bilang nama lelaki yang telah melamarku. Takutnya mereka berdua syok. Cukup aku aja yang syok.

Flash back.

"Kalau menurut kamu, mungkin nggak sih dia berkepribadian ganda? Kadang hangat, kadang dingin."

Aku seperti meragukan Kak Zhafran.

"Nggak lah, Insya Allah. Memangnya dia dispenser cold and hot? Aku pikir sih, lelaki itu justru menjaga hubungan kalian dalam koridor yang seharusnya. Itu malah bagus. Nggak yang receh nanyain kamu udah makan belum? Udah mimpiin aku semalam?."

Aku senyum-senyum sendiri karena Sita tuh sempat lebih dulu curhat. Kalau dia lagi ngecengin cowok satu kantor. Yang katanya "howt" banget. Tunggu dulu "Hot" disini itu bukan sesuai pikiran kalian.

Tapi teman sekantornya itu berkepribadian hangat dan ramah banget sama semua orang. Tapi cuma Sita yang hampir setiap hari dibawain kopi "Janji Setia". Gimana nggak baper coba. Terus cowok itu juga suka japri Sita udah makan apa belum.

Kalau Sita bilang belum, langsung dikirimin siomay, batagor, ketoprak, dan sejenisnya.

"Aku beliin cemilan aja. Aku tahu kamu butuh makan siang, tapi aku nggak tahu kamu lagi pengen makan apa." Sita menunjukkan screenshoot chatnya dengan lelaki itu. Tentu saja udah dicrop namanya.

"Siapa sih orangnya Sita?" aku kok jadi penasaran.

"Yaaah, kan aku juga nggak tahu nama cowok yang ngelamar kamu Na. Jadi kita satu sama."

Aku meringis mendengarnya. Iya deh.

Dan tepat satu pekan setelah aku curhat sama Sita, tiba-tiba semalam dia telpon nangis kejer.

"Astaghfirulloh, Sita. Kamu kenapa?"

"Huhu... Nara, ternyata cuma aku aja yang baperan. Troy itu cuma manfaatin aku, buat deketin Pak Zhafran. Supaya program divisi dia, diterima ide-idenya. Aku nggak sengaja dengar pembicaraan di ruangannya, dia bilang begitu sama teman yang lain. Aku nggak nyangka ia jahat kayak gitu."

Hatiku ikut sedih mendengarnya. Sejak SMA, Sita hampir selalu suka sepihak sama lawan jenis. Jadi nama teman sekantornya itu Troy. Kayak nama kuda.

Waktu SMA, Sita sempat naksir sama Kak Awan, tapi sepertinya sulit terjangkau. Waktu kuliah, dia juga sempat dekat dengan cowok bernama Bismar. Menaruh harapan tinggi sampai akhirnya terjatuh karena setelah wisuda, Bismar menikah dengan teman satu kampus.

Aku jadi ingin memeluk Sita dan menenangkannya. Mungkin karena Sita selalu bersamaku di masa-masa sulit sewaktu SMA.

Semalam Kak Hamzah mengirimiku pesan lagi.

"Assalaamu'alaikum.
Nara, apakah pekan ini ada waktu ke Jakarta? Laila tidak bisa menemani proses ta'aruf Kakak. Dia masih sibuk. Kalau Nara bersedia, Insya Allah Kakak akan ta'aruf hari Ahad. Mohon kabari ya. Nanti Kakak belikan tiket pesawat PP."

Kedua muridku berjalan ke meja, mengumpulkan lembar jawaban.

Tidak lama, bel tanda jam terakhir ulangan, berbunyi. Membuyarkan lamunanku.

Baghdad and Madinah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang