TIGA PULUH

1.8K 277 124
                                    

*Rumah Zhafran*

Indira diam dan hampir tidak bisa tersenyum sepanjang acara makan malam. Dia berulang kali harus menelan kecewa, ketika selama dua minggu ini dia beberapa kali menyambangi kantor Zhafran, tapi lelaki itu tidak berada di tempat.

Malam ini, di acara pengajian dalam rangka syukuran ulang tahun pernikahan orang tua Zhafran, Indi terpaksa datang. Orangtuanya diundang dan dia merasa mungkin ini kesempatannya bisa menggagalkan rencana Zhafran untuk menikah.

Hati gadis itu benar-benar hancur dan terluka ketika dua pekan lalu, saat dia dan Mamanya sampai di rumah. Papa memberi tahu kalau Zhafran mampir ke rumah, tapi lelaki itu tidak datang sendirian. Melainkan menemani Nara, yang dikenalkan sebagai calon istri lelaki itu.

Dia pikir, gadis bernama Inara itu sudah menyerah. Terlebih ketika Indira sengaja datang ke desa tempat Nara mengajar dan memutuskan perjanjian kerjasama magang dengan perusahaan Papanya. Papa malah balik menegurnya karena tanpa memberitahu terlebih dulu, Indi memutus kontrak.

Indi sengaja datang terlambat ke rumah orangtua Zhafran. Dia menghindari datang saat acara pengajian masih berlangsung. Baginya tidak penting mendengar tausiah karena akan membuat hatinya semakin panas.

Baru Indi hendak menghampiri Zhafran, lelaki itu sudah berdiri untuk mengucapkan terima kasih kepada semua hadirin yang bersedia memenuhi undangan.

"Dengan mengucap Bismillahirrohmaanirrahiim, saya bermaksud membagikan kabar baik lainnya. Insya Allah malam ini selain syukuran acara Mama dan Papa, saya juga akan mengkhitbah calon istri saya yang bernama Inara Ilyana. Akhir bulan ini, kami akan melaksanakan akad nikah dan awal bulan depan menggelar resepsi sederhana."

Indi seperti akan terkena serangan jantung, mendengar kata-kata sakral akad nikah yang diucapkan Zhafran.

Dia melihat di barisan tamu perempuan, duduk seorang gadis mengenakan hijab berwarna jingga. Di sebelah gadis itu ada Mama Zhafran yang memeluk bahu Inara, dengan penuh sayang.

Zhafran-nya.

Zhafran adalah miliknya. Sampai kapan pun Indi tidak akan rela Zhafran menjadi milik perempuan lain. Zhafran sudah berjanji akan kembali kepadanya, ketika mereka sudah sama-sama pulang ke tanah air.

Indi menitikkan air mata lalu dengan cepat menghapusnya.

Tapi malam ini, Indi melihat Zhafran tampak tersenyum bahagia. Senyuman yang seolah tidak pernah lelaki itu hadirkan, dulu saat mereka masih sering pergi bersama.

"Ikhlaskan Bos gue, In."

Indira melotot begitu tahu siapa yang sedang berbisik dan berdiri di sampingnya saat ini.

Troy, teman kuliah S1nya yang pernah menjadi saingan berat untuk meraih nilai A dan lulus tercepat di kampus.

"Kamu ngapain disini?"

Indi mendelik marah ke arah Troy.

"Ya nemenin teman gue lah, yang sedang patah hati. Lu kan teman gue, In. Jangan bilang Lu patah hati, gara-gara ditinggal nikah sama Pak Zhafran. Lu nggak kepikiran ganggu ketenangan rumah tangga Bos gue kan? Kalau Lu macam-macam, Lu akan berhadapan sama gue."

Indira bergidik ngeri karena ancaman Troy sepertinya tidak main-main. Sejak dulu, Troy terkenal lelaki perfeksionis dan ambisius.

"Maksud Lu? Heh, bukan urusan Lu ya, ikut campur masalah pribadi gue."

Indi beralibi.

"Itu jadi urusan gue, kalau itu menyangkut Bos gue. Dengerin ya, awal-awal kerja sama Bos Zhafran, gue masih menerka orangnya kayak gimana. Tapi ternyata beliau asik dan fair. Gue mau ajuin S2 ke Jepang.

Baghdad and Madinah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang