DUA PULUH EMPAT

1.4K 264 60
                                    

*Nara Pov*

Rumah megah bergaya Eropa tepat di depan mobil Kak Zhafran yang berhenti, membuatku tercengang.

"Yuk turun. Aku sudah telepon Om Dewa. Kita diminta menunggu di ruang tamu."

Aku mengikuti langkah Kak Zhafran dan tidak lama pintu ruang tamu dibuka.

Terbayang di benakku, rumah tiga lantai dengan Asisten Rumah Tangga lebih dari 5 orang, membuat rumah ini terlihat asri dan tertata rapi.

Tampak akuarium yang menempel sebagian di dinding dan nuansa etnik, menjadikan ruangan terlihat unik Suasana pun menjadi nyaman dan teduh dengan suara gemericik air. Padahal cuaca menjelang pukul 3 sore, masih terasa panas di luar sana.

"Duduk Na. Aku dulu suka diajak Papa kesini. Papa teman baiknya Om Dewa."

Aku hanya mengangguk.

Bu Trias, salah satu asisten di rumah Pak Dewa, datang membawakan minuman dan kue.

"Silahkan diminum Mas Zhafran dan Mbaknya. Bapak masih sholat dulu."

Sepertinya Kak Zhafran juga sudah mengenal Bu Trias. Tadinya Sita mau aku ajak, tapi saat di resto dia mendadak mengabari kalau sedang datang bulan hari kedua. Tidak nyaman katanya pergi-pergi keluar.

Terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Selamat siang Zhafran. Lho, kok bisa bareng sama bu Nara? Janjian ya."

Om Dewa muncul dengan kemeja lengan pendek bergaris vertikal coklat bata. Beliau menyapa kami ramah.

"Assalaamu'alaikum Om. Oh iya Om, sekalian ingin memperkenalkan. Nara ini calon istri Zhafran."

Spontan mataku membelalak menatap ke arah Kak Zhafran yang tersenyum jahil. Bisa-bisanya mengakui sebelum aku menjawab lamarannya. Pelanggaran.

"Waah selamat ya Zhafran. Kok Bu Nara tidak pernah cerita kalau sudah lama kenal dengan Zhafran. Papanya Zhafran ini teman baik saya.

Aku tersenyum kaku. Bingung mesti menjawab apa. Lelaki ini tahu kalau aku kesal tanpa persetujuanku, ia ngaku-ngaku sebagai calon suami.

"Silahkan diminum dan dimakan. Indi dan Mamanya masih belanja. Dari tadi jam 9 pagi belum pulang. Lalu, kapan rencana kalian menikah? Nanti Bu Nara pindah ke Jakarta dan berhenti mengajar?"

Aduh, gara-gara Kak Zhafran menyebut calon istri, jadi panjang obrolan dengan Pak Dewa.

"Insya Allah untuk masalah itu, kami akan diskusikan lagi, Om. Mohon do'anya saja supaya semuanya bisa berjalan lancar."

Pak Dewa tersenyum. Aku baru memperhatikan kalau senyum Pak Dewa mirip dengan Yosi. Ah, aku jadi ingat surat titipan dari Yosi.

"Indi sudah tahu rencana kamu mau menikah Zhaf? Soalnya sejak pulang ke Jakarta, sering banget ngomongin kamu. Sampai Om kira kalian masih pacaran. Maaf ya Bu Nara, saya cuma bercanda."

Hatiku sedikit teriris mendengarnya. Jadi bu Indira yang cantik dan pernah datang ke sekolahnya, adalah perempuan yang dekat dengan Kak Zhafran. Apa mungkin mantannya. Aku yang selama ini tidak pernah pacaran, entah kenapa merasa kecewa.

Wajar sih, Kak Zhafran lama di luar negeri. Tampan, lajang, kaya, husband goals material. Harusnya tidak memilih perempuan biasa-biasa saja seperti aku.

"Nara dan saya sudah kenal sejak SMA, Om."

Aku memberi kode agar Kak Zhafran tidak membicarakan lagi tentang hubungan kami. Karena kami memang tidak ada ikatan apa-apa saat ini.

"Ooh, jadi selama ini kalian menjalani hubungan jarak jauh? Mirip seperti saya dengan... Ibunya Yosi. Bagaimana Bu Nara, tentang putra saya?"

"Saya ada titipan surat dari Yosi, Pak."

Baghdad and Madinah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang