Bagian 2

454 53 4
                                        

"Selamat pagi pak."

Pagi ini wajah Chan terlihat murung. Penampilannya acak-acakan karena bermalam di ruangannya. Mejanya dipenuhi tumpukan map berisi daftar tempatnya berinvestasi (masih calon), dia harus pergi kesana dulu. Belum lagi tumpukan map lain yang merupakan file kantor yang harus segera ia baca dan ditandatangani. Dan sialnya lagi, mantan istrinya terus menghubunginya hanya untuk memintanya rujuk.

Nama lengkapnya Bang Chan, atau yang kerap disapa dengan panggilan Chris. Dia keturunan Korea asli, tapi karena menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Australia, dia jadi memiliki kesan bule. Saat ini dia tinggal di Korea seorang diri. 10 tahun yang lalu dia pindah ke Korea dan perlahan membangun perusahaannya. Tak ada yang tak mengenal namanya. Dia pengusaha kaya raya yang bercerai karena diselingkuhi.

Chan mengangkat gagang telepon di mejanya. Dia menekan sebuah tombol dan teleponnya pun tersambung. "Hubungi Pak Seo. Suruh dia kemari."

Tak lama kemudian orang yang ia inginkan datang. Perawakannya memang kecil, tapi siapa yang tau kalau dia mantan atlet angkat besi. Dia Seo Changbin. Dia adalah dua bersaudara dari keluarga kaya raya. Benar kata orang-orang, semakin kaya semakin banyak tingkah. Changbin itu PLAYBOY. Tak ada gadis Seoul yang tidak mengenalnya. Kalau mau membahas kisah cintanya yang penuh omong kosong, itu tidak akan ada habisnya.

"Ada apa? Kau menyuruhku menggoda mantan istrimu lagi? Tidak. Aku tak mau ditampar lagi." Changbin masuk sambil menggerutu. "Kau harus merasakannya dulu sebelum menyuruhku lagi."

Chan berdecih dan menatap Changbin sungut. "Kau pikir aku tidak kapok? Dia tak berhenti menghubungiku juga mesti playboy sepertimu menggodanya. Lebih baik biarkan saja. Toh aku tidak akan peduli."

"Tunggu. Kau tidak berniat rujuk dengannya kan?"

"Idih. Aku tidak akan rujuk dengannya. SUMPAH!! Suduh cukup image diselingkuhi melekat padaku. Aku tak mau yang lainnya. Itu terdengar akan mempengaruhi masa depanku. Bisa-bisa anak muda mengenalku karena kisah tragis rumah tanggaku, bukan karena bisnisku."

"Kau masih mencintainya?"

"Ya, tapi tidak sampai ingin rujuk. Ku pikir lebih baik kita hidup sendiri-sendiri saja."

"Terserahlah. Kau memanggilku karena mau mengatakan itu atau ada hal lainnya?"

"Oh hampir lupa. Aku ingin mengajakmu ke sekolah yang aku maksud kemarin. Kau senggang?"

Changbin terlihat berfikir. Dia membuka kalender di handphonenya. Chan mengintip dan langsung kaget. "Kau gila? Kau sesibuk ini hanya untuk kencan? Tunggu. Biar kuhitung dulu ada berapa nama disini." Chan menjadi lebih intens. Changbin yang tak suka sahabatnya melakukan itu langsung memasukkan handphonenya ke saku.

Changbin mendorong Chan agar menjauh darinya. "Aku akan membatalkan kencan hari ini. Ayo pergi ke sekolah itu hari ini juga."

"Sial, aku belum mandi. Aku harus pulang dulu kalau seperti ini."

"Gosok gigi dan cucilah wajahmu. Tidak akan ada yang tau kalau kau belum mandi. Jangan lupa ganti jas dan pakai minyak wangi juga. Aku yakin kau menyimpannya disini." Balas Changbin sambil menatap sekeliling ruangan Chan. Siapa tau Chan membangun ruang rahasia disana.

Chan memasang wajah aneh. "Oke. Tunggu diluar. Hubungi Minho untuk mengawalku."

Chan mengambil sebuah pouch di lacinya. Pouch itu berisi sikat gigi, pasta gigi, dan sabun muka. Dia berlari keluar dari rungannya dan memberitahu sekretarisnya agar segera menghubungi pihak sekolah. Setelah itu dia buru-buru pergi ke toilet. Dia melihat pantulan dirinya di kaca. "Tak apa. Aku tetap tampan."

Tak butuh waktu lama untuk membuatnya menjadi rapi. Dia sudah mengganti pakaiannya. Baunya juga sudah wangi. Wajahnya sudah tak semurung tadi. Kini dia sudah seperti seorang pengusaha.

Saat di perjalanan, tak ada yang berani membuat suara. Sang pemiliki mobil dalam mode serius, jadi tak akan ada yang mau ditendang dari mobil.

"Selamat datang Mr. Chris."

Chan menjabat tangan sang kepala sekolah. Dirinya yang baru saja keluar dari mobil langsung disambut dengan hangat. Tentu saja dia sedang menjaga imagenya, lebih tepatnya memaksa. Dia kan harus profesional. Tapi tiba-tiba wajahnya berubah ketika menatap orang-orang disekelilingnya. Para guru berada di lapangan? Kalau guru berada diluar, pelajarannya mungkin sedang dihentikan?

Chan hanya berjalan mengikuti kepala sekolah. Seharusnya ini hanya akan menjadi kunjungan biasa. Dia tak menyiapkan apapun. Datang saja tanpa jadwal. Bahkan sebelumnya dia belum mandi. Seharusnya dia hanya akan melihat-lihat saja, lebih tepatnya mencari jawaban apakah sekolah ini cocok untuknya berinvestasi.

"Kalau anda tidak keberatan, bisakah mengucapkan beberapa kata untuk kami? Kami akan sangat berterima kasih." Chan mengangguk sambil tersenyum. Meski tanpa persiapan, dia punya banyak cadangan pidato di kepalanya. Lagipula dia sudah melewati hal itu berjuta kali. Santai saja.

"Tentu. Saya akan melakukannya dengan senang hati."

Mereka masih berjalan. Dan tiba-tiba,"Astaga!!" Chan benar-benar terkejut saat mendengar suara ribuan orang bersorak saat dia masuk ke aula.

Chan kira dia hanya akan berpidato di depan para guru, tapi ternyata di depan seisi sekolah.

Chan langsung naik ke podium dan berdehem pelan untuk memulainya. "Selamat siang semuanya. Bagaimana? Menyenangkan bukan melewatkan pelajaran? Hahahaha. Perkenalkan aku 'Kalian tau siapa'. Aku berencana menanam investasi disini, tapi kalau kepala sekolah kalian berkenan." Chan berhenti sejenak. Dia ingin menikmati wajah kepala sekolah yang mengangguk antusias.

Chan kembali menghadap ke gerumbulan remaja didepannya. "Kepala sekolah kalian kelihatannya tidak sabar. Ehm tapi setelah ini aku harus berkeliling terlebih dahulu untuk memastikan sesuatu. Lebih baik jaga sopan santun kalian hari ini. Kalau bisa, kalian akan makan siang ala restoran bintang lima mulai besok."

Semua orang bertepuk tangan riuh. Saatnya mengakhiri pidato. "Baiklah. Aku akan mulai berkeliling. Semoga kita bisa bertemu lagi. Terima kasih."

Chan turun dari podium dan berjalan keluar aula. Telinganya bisa mendengar suara kepala sekolah yang mengancam muridnya untuk bertingkah baik. Chan terkekeh. Dia berbisik pada Changbin, "Sepertinya dia suka uang suap." Lalu matanya beralih kepada Minho. "Bagaimana menurutmu Minho?"

"Matanya terdapat gambar uang pak. Saya tak bisa menahan tawa saya disana."

"Wahh selera humormu benar-benar aneh." Cibir Changbin yang sama sekali tidak tertawa.

Tiba-tiba Chan merasakan sesuatu. "Hey tunggu. Aku harus pergi ke kamar mandi."

Minho menghalau jalan Chan. "Apa harus saya temani?" Chan menggeleng. Minho tak bisa melakukan apapun selain diam.

Chan mulai berjalan. Dia berjalan sedikit cepat karena tak bisa menahan rasa ingin buang airnya. Tapi ada yang aneh. Dia pun berhenti dan mendengarnya lebih saksama. Kenapa telinganya mendengar suara jahanam?

Karena hari ini dia memang pergi untuk mencari jawaban, dia mencari sumber suara itu.

"Sialan. Tidak salah lagi. Ini suara orang mendesah."

Dia terkejut bukan main ketika melihat seorang siswa, masih berseragam, sedang menungging dan mendesah. Tidak tidak. Chan tidak melihat siapa yang melakukannya pada siswa itu. Dia tidak akan sanggup melihatnya. Serius! Baru kali ini dia melihat hal seperti itu. Seorang siswa melakukan itu di sekolah? Wah.

Chan langsung pergi dari sana. "AKU TIDAK AKAN BERINVESTASI DISINI. CHANGBIN, MINHO, AYO PERGI!!!"

Chan pergi meninggalkan kepala sekolah yang memasang wajah melas. Tapi Chan membawa bayangan wajah menggoda siswa tadi di kepalanya.

•••

[4/4] MR. WET ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang