Hyunjin menjatuhkan tubuhnya di sofa rumahnya. Kepalanya pusing. Karena Chan, kini kaset masa lalu berputar di kepalanya.
Singkatnya seperti ini. Pernikahannya dirahasiakan karena bisnis. Mendiang istrinya mempunyai hutang yang banyak pada keluarganya. Karena tak sanggup membayar, ayah Hyunjin meminta tubuhnya sebagai bayaran. Bahasa halusnya menikah dengan Hyunjin. Dan jika itu terbongkar, maka bisnis ayahnya akan selesai. Begitulah. Hyunjin juga masih tidak paham kenapa itu harus dirahasiakan.
Ada yang harus dipertegas: Hyunjin sudah belok sejak SMP. Kalau ditanya apakah dia mencintai mendiang istrinya, jawabannya tentu saja tidak. Dia bahkan kesal sendiri saat mengingatnya. Tapi demi Tuhan, dia sangat mencintai putri kecilnya. Bahkan tak ada yang bisa menandingi sebesar apa dia mencintainya.
Hyunjin menitikkan air mata saat mengingat hari-hari indah bersama putrinya. Dia kesal. Putrinya bahkan masih 5 tahun. Kenapa Tuhan mengambilnya secepat itu?
"Tidak. Papa tidak menangis." Hyunjin mengusap air matanya dan berpura-pura tersenyum. Dia menatap langit-langit rumahnya dengan perasaan campur aduk.
Dia berdiri dan mengambil sebuah album foto. Setelah mendapatnya, ia kembali duduk di sofa. Hyunjin mulai membukanya. Sejak halaman pertama, dia tak bisa berhenti tersenyum. Putrinya menggemaskan sejak bayi.
"Masih tidak bisa mengikhlaskannya?" Suara ini membuat Hyunjin menoleh.
"Papa? Sejak kapan papa ada disini?" Heran Hyunjin.
Ayahnya datang dengan kursi roda. Seorang pria yang mendorong kursi roda ayahnya membuat Hyunjin sesak nafas. Ini sudah hampir 9 tahun.
"Papa masih berhubungan dengan dia?" Tanya Hyunjin tak percaya.
"Namanya Bambam. Kau harus terus mengingatnya." Sinis ayahnya.
Hyunjin masih tak habis pikir. Dulunya Bambam adalah suruhannya untuk membunuh orang yang membuat istri dan putrinya meninggal. Setelah semuanya selesai, dia berharap tidak bertemu dengan Bambam lagi. Tapi sejak ayahnya tau akan hal itu, ayahnya selalu berusaha membuat koneksi dengan Bambam. Hyunjin pikir semuanya sudah benar-benar selesai saat ayahnya jatuh sakit. Ternyata tidak.
"Dia membutuhkanmu. Giliran kau yang membantunya." Setelah mengatakan ini orang lain menggantikan Bambam dan mereka pun pergi.
Hyunjin dan Bambam saling berhadap-hadapan. Hyunjin jadi mengingat hari itu.
Flashback on.
"Bagaimana bisa?!! Dia mengemudi dengan keadaan mengantuk, tapi kenapa dia dibebaskan?" Teriak Hyunjin penuh kemarahan.
"Putriku meninggal sebelum merasakan jatuh cinta. Putriku meninggal sebelum merasakan rasanya bolos sekolah. Putriku meninggal sebelum merasakan bagaimana rasanya tidur dengan seorang pria. Dia meninggal sebelum merasakan semua itu dan penyebabnya adalah DIA!! Apa kalian harus membebaskannya semudah itu?! HAH?!!!!" Lanjut Hyunjin masih dengan nada yang sama.
Seorang detektif yang menjadi sasaran Hyunjin terus menunduk. "Dia seorang jaksa pak. Anda jelas tau bahwa hubungan antara kepolisian dan jaksa tidak pernah bagus."
"Aku tidak peduli! Aku tidak peduli dengan hal itu!!! Tangkap dia atau ku tuntut kalian semua!!" Tegas Hyunjin dengan mata berkaca-kaca.
Seorang detektif lainnya menghampiri Hyunjin dan terus meminta maaf. "Maaf pak. Maaf. Kami benar-benar minta maaf. Tapi kasus ini sudah ditutup. Tak ada yang bisa kami lakukan. Sekali lagi kami mohon maaf."
Hyunjin terdiam. Waktu seakan berhenti. Sudah satu minggu istri dan putrinya meninggal. Sudah satu minggu pula dia bolak-balik pergi ke kantor polisi untuk meminta keadilan. Tapi hasilnya nihil. Jelas-jelas terdapat tersangka, tapi kenapa tidak ada penangkapan? Dia benar-benar kecewa akan hal itu.
Matanya melihat televisi. Berita terkini adalah tentang seorang pembunuh bayaran yang akhirnya ditangkap. Ide jahat langsung muncul begitu saja. Dia tidak peduli mau mencari dimana. Dia harus mengenal seorang pembunuh bayaran. Putrinya direnggut darinya, tak ada keadilan diatasnya, dan dia tidak akan pernah terima.
Karena dia punya uang, dia bisa melakukannya dengan mudah. Dia hanya perlu mengenal beberapa kelompok gangster dan menanyakan seorang pembunuh bayaran. Untuk menutup mulut mereka, dia akan mengeluarkan uangnya. Mudah.
"Namanya Bambam. Dia terkenal karena beraksi dengan bersih. Kami sering memakainya. Ini nomornya. Jangan berkata bahwa aku yang memberikan ini padamu." Setelah memberi cek kepada pria itu, Hyunjin pun langsung kembali ke rumahnya.
Hyunjin menghubungi Bambam dan memintanya datang ke rumahnya. Tak menunggu waktu lama Bambam pun datang. Hyunjin sedikit terkejut karena penampilan Bambam begitu cerah, tidak seperti seorang pembunuh.
Mereka duduk berhadap-hadapan dan saling melempar senyuman. Sapaan yang aneh.
"Dia seorang jaksa. Jika berjalan mulus, aku akan memberimu sepuluh kali lipat dari ini." Hyunjin menyerahkan sebuah foto dan cek kepada Bambam.
Bambam tersenyum tipis. "Baiklah. Aku pergi dulu."
Setelah melakukannya, Hyunjin terus menonton televisi untuk menunggu berita kematian jaksa itu. Dan saat malam tiba, berita itu datang. Bahkan setiap stasiun TV memberitakannya.
"Selesai." Hyunjin begitu terkejut ketika Bambam sudah duduk disampingnya.
Hyunjin menuliskan sebuah cek dengan nominal yang dijanjikan. "Jangan bertemu lagi."
Sebulan kemudian. Hyunjin pikir semuanya sudah selesai. Dia pikir Bambam sudah menghilang. Tapi yang terjadi tidak seperti yang dia pikirkan. Bambam menyerahkan diri.
Flashback off.
"Kenapa kau menyerahkan diri? Kenapa kau tidak melaporkanku?" Tanya Hyunjin pada Bambam. Selama ini dia mempertanyakan hal itu.
"Kekasihku mengetahuinya dan menyuruhku menyerahkan diri. Aku tidak melaporkanmu karena aku sudah menerima uangmu. Bukan Bambam namanya jika dia berhianat."
Hyunjin mengangguk paham. Dia berdiri dan mengambil sebotol jus untuk Bambam. Setelah itu dia hanya berdiri dan tak tau harus melakukan apa. Dia was-was dengan permintaan Bambam setelah ini. Dia pernah meminta Bambam membunuh seseorang. Lalu apa dia akan disuruh membunuh seseorang pula?
Eih tidak mungkin.
"Kekasihmu, Kim Seungmin, dia adalah adik dari jaksa yang kubunuh. Kau tau itu kan?"
Hyunjin mengangguk. "Ya, aku tau."
"Jangan bilang kau memacarinya karena merasa bersalah?" Bambam sedikit menaikkan intonasinya.
Hyunjin mengangguk lagi. "Aku membuat hidupnya menderita. Jika aku tidak tersulut emosi dan memutuskan untuk membunuh kakaknya, kehidupan keluarganya pasti akan baik-baik saja. Aku menyalahkan diriku sendiri selama bertahun-tahun." Lirih Hyunjin.
"Tak ada gunanya melakukan hal itu. Berhentilah sebelum dia tau hal ini." Suruh Bambam.
"Belum saatnya."
"Kapan? Jika dia mengetahui hal ini, dia pasti akan sangat kecewa dan merasa ditipu olehmu." Bambam tiba-tiba memasang wajah aneh. "Kau tidak mencintainya kan?"
"Tidak. Aku masih mencintai Jeongin. Oh kau tidak mengenalnya."
"Aku mengenalnya. Dia bekerja di toserba yang biasa aku datangi." Ucap Bambam cepat.
Hyunjin mengerutkan alisnya. "Kau tidak melakukan kejahatan padanya kan?"
"Tidak. Aku sudah berhenti melakukan itu."
Hyunjin menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya Jeongin akan aman. Untuk saat ini dia hanya ingin Jeongin aman. Meski dia tak bisa kembali pada Jeongin, dia harap Jeongin selalu aman.
"Baiklah, aku percaya padamu. Sekarang katakan apa yang kau inginkan." Tanya Hyunjin tak sabar.
"Bantu aku kembali bersama kekasihku. Kau sangat mengenalnya."
"Aku tidak mengenalnya." Jawab Hyunjin cepat.
"Christopher. Kau mengenalnya sebagai Bang Chan."
Hyunjin hanya bisa melongo.
•••

KAMU SEDANG MEMBACA
[4/4] MR. WET ✓
FanfictieSeungmin itu manusia pas-pasan. Tapi tiba-tiba dua pangeran datang dan memperebutkannya. Masalahnya dua-duanya itu duda menggoda, kaya, dan tampan. Sulit untuk memilih diantara mereka. Lalu Seungmin harus bagaimana? ©31097CB; 2020.