DESEMBER

296 42 40
                                    


"I'm so glad that we finally able to meet."

Cengkeraman tangan Phillip begitu kuat saat kami bersalaman. Mataku sempat melirik Anom yang tersenyum mendapati kami akhirnya saling memperkenalkan diri dan bertatap muka. Apa reaksi Anom jika tahu bahwa demi datang ke Plataran Dharmawangsa, aku harus melawan gravitasi cemburu?

Saat Anom mengabari dua minggu lalu bahwa Phillip sudah pasti mengunjungi Jakarta-aku yakin rencana ini sudah terhimpun dari jauh-jauh hari-dan menginginkan kami bersemuka, pilihan yang disodorkan kepadaku hanyalah menyetujuinya. Terlebih setelah mengabulkan keinginan Anom untuk mendampingi pernikahannya sebagai best man, bertemu dengan Phillip hanyalah perkara waktu. Aku menghindarkan Anom dari kecewa jika harus menepis permintaannya sekalipun benakku dengan lantang mengumandangkan penolakan.

Ucapan terima kasih yang dibisikkan Anom ketika kami berpelukan hanya aku tanggapi dengan tepukan lembut di punggung. Hasrat menahan tubuhnya dalam dekapan harus terlupakan karena kehadiran Phillip.

Aku mencengkeram menu di tanganku sedikit lebih kencang ketika Anom menjelaskan sejarah singkat Plataran yang kental dengan budaya Jawa. Aku menunduk karena manusia paling bodoh pun bisa menjadi saksi tentang cinta yang begitu luar biasa di antara Anom dan Phillip. Aku hanya enggan mengakuinya.

Setelah memesan menu, Anom meminta izin ke toilet. Meninggalkanku sendirian dengan pria yang akan bangun di sisinya setiap pagi membuat kakiku gatal beranjak dari tempat ini. Ditambah beragam serapah yang ingin tertuang di hadapan Phillip, aku justru mengisi keheningan di antara kami dengan kalimat yang sangat bertentangan.

"Aku tidak menyangka Jakarta sebesar dan seruwet ini," jawabnya ketika aku menanyakan kesannya tentang Jakarta. "Hampir mirip London kecuali bangunan-bangunan tua yang belum aku lihat sama sekali. Anom akan mengajakku ke Kota Tua besok."

Anggukanku terlihat malas karena persediaan kalimat demi menyambung obrolan dalam pikiran telah luluh satu per satu.

"Anom cerita banyak tentang kamu dan semua yang sudah kamu lakukan. Kamu salah satu sosok penting dalam hidup Anom dan dia sangat senang waktu kamu setuju untuk jadi best man. It means a lot to me because it is important for Anom. Thank you so much for that."

Apakah kamu akan tetap menerimaku di London jika tahu ada cinta yang tidak tersampaikan kepada Anom selama hampir delapan tahun, Phillip? Tidak ada ragu bahwa kamu akan dengan senang hati dan gesit menjauhkan Anom dariku.

Menanggapi kalimat Phillip dengan ucapan terima kasih, aku mendustai kata hati yang tidak punya kesempatan menunjukkan diri. Menutupi perasaan yang sesungguhnya di depan Anom telah menjadi kebiasaan hingga melakukannya di depan Phillip bukanlah hal yang sulit. Seperti aktor veteran, aku mempertontonkan kemahiranku tanpa cela, menutup semua celah curiga. Phillip hanyalah salah satu penonton yang tidak perlu tahu apa yang terjadi di belakang panggung.

"Aku tidak ingin ada yang berubah dalam hubungan kalian setelah kami menikah karena aku tahu Anom pasti akan kangen dengan kamu. Apalagi dia cerita kamu pintar memasak. You're welcome anytime in London."

Ucapan Phillip tidak sempat terbalas karena ekor mataku menyaksikan Anom berjalan ke arah kami bersamaan dengan pesanan kami. Aku dan Phillip sempat saling berpandangan sebelum dia mengalihkannya ke Anom. Meski tidak persis tahu apa yang memenuhi pikiran Phillip, aku menangkap permohonan dari tatapan singkatnya agar tidak membocorkan percakapan kami.

"Pasti kalian ngobrolin aku."

Phillip melirikku sembari berkata, "Did we?"

Aku tergelak sebelum mengiyakan ucapan Anom. Aku menambahkan bahwa jika Phillip ingin memberi Anom kejutan, dia bisa bertanya kepadaku untuk memastikan Anom tidak mencurigainya.

HINGGA HATI LELAH MENUNGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang