PLAK
Satu kelas menjadi hening saat sebuah tamparan itu menggema di dalam kelas. Mereka membelalakkan matanya kaget saat mengetahui pelaku yang telah melakukan sebuah tamparan itu.
Disya menatap marah Rena dengan tangan mengepal serta wajah yang memerah padam. Rena menatap nanar Disya karena tahu apa peyebab dari masalahnya ini. Rena tak bermaksud menyakiti hati temannya, Rena tak bermaksud untuk melukai dan membuat masalah diantara pertemanan mereka.
"Lo jahat, Ren."
Rena diam saja tak mengatakan apapun. Percuma saja, dia pasti akan selalu terlihat salah jika ia berucap sekarang dan menjelaskan segalanya.
"Lo bilang sama Gue mau bantuin gue deket sama dia, mau jodoh-jodohin gue, mau comblangin gue buat jadian sama dia, tapi malah Lo yang jalan dan pelukan sama dia!" Disya menunjuk-nunjuk Rena dengan penuh marah.
Disya sudah sangat tersulut emosi, baru saja dia ingin kembali menampar Rena, sebuah tangan menyekalnya. Martin. Martin menatap tajam Disya dengan cekalan yang kuat. Semua yang ada di kelas hanya bisa terdiam menatap mereka.
"Lo salah paham, Sya!" Rena mencoba buka suara dan ingin menjelaskan segalanya.
"BULLSHIT!"
Disya menatap tajam Martin untuk melepaskan cekalan tangannya. Dia memberontak namun semakin dicekal kuat oleh Martin. Rena menatap Martin dengan teduh dan menyuruh melepaskan cekalannya dengan sorot mata yang berbicara. Martin mendengus kasar dan melepaskan cekalannya dengan kasar.
"Jangan pernah sakitin dia, Sya. Lo tahu gue bakalan ngelakuin apapun demi dia," Martin berucap tegas dan menarik Rena dengan lembut keluar kelas.
Rena hanya menunduk dalam, menahan tangis yang sudah ada dipelupuk matanya. Martin tahu akan hal itu. Dia menggendong Rena dan menyuruh Rena untuk menangis hingga hatinya merasa lega. Rena menangis dalam diam, menahan suara tangis yang memaksa keluar dari mulutnya.
Martin membawa Rena ke uks. Dia mendudukan Rena di ranjang uks paling ujung yang bisa membuat Rena lebih leluasa untuk menangis. Dia mendekap Rena hingga akhirnya Rena menangis tersedu mengeluarkan suara pilu.
"Udah jangan nangis lagi, Lo gak salah, Ren."
"Tapi, Disya jadi benci sama gue, Ar."
Martin mengelus punggung Rena menenangkan. Setidaknya itu bisa mengurangi sesak yang ada di dada Rena. Sesak menahan luka yang tak pernah ia duga. Martin tahu bahwa hal ini akan terjadi karena ia melihat Rena saat kemarin pulang sekolah. Ketika Rocky merangkul Rena dan mereka berjalan beriringan dengan senyuman.
"Ren, dengerin gue, lepaskan apa yang seharusnya dilepaskan, perjuangkan hal yang akan menjadi perubahan baik untuk masa depan, gak segala hal bisa lo genggam, gak semua hal bisa lo lepaskan dan hilang tanggung jawab, semua ada waktunya, semua ada saatnya. Mungkin, sekarang adalah waktu lo buat bisa memilih dan merelakan serta belajar dewasa tentang segala hal."
Lina yang memang bertugas menjaga uks hari ini dan kebetulan sedang sendiri karena temannya sedang ke koperasi untuk membeli minuman dan juga mengambil stock obat-obatan di guru pembina, dia melirik kanan-kirinya karena tak melihat satu orangpun lagi selain dirinya.
"Apa ada yang masuk ke uks ya pas barusan gue ke kamar mandi?" Lina menunjuk dirinya sendiri dengan dahi mengerut.
Lina membuka setiap tirai yang menutupi ranjang uks satu per satu, " kok gak ada siapa-siapa? masa masih pagi ada setan?
Eh, tapi kan di jurnalrisa dia manggil setan siang-siang juga bisa. Tapi, masa setan suaranya bagus?"
"Eh astaghfirullah." Lina kembali membuka tirainya hingga akhir.
"Ya Allah! Martin Ardan Pratamaaa! Lo ngapain!" teriak Lina saat melihat teman sejak smp nya itu sedang berpelukan bersama seorang perempuan dan perempuan itu dalam keadaan menangis.
Martin dengan refleks melepaskan pelukannya. Dia membelalakan matannya terkejut saat mendengar suara teriakan yang sangat aduhai minta ditabok bolak-balik itu. Martin memutar tubuhnya dan melihat temannya, Lina sedang menatapnya dengan menganga kaget.
"Aduh Ijem! Gue kira siapa!"
"Lo-oo nga-aapain?" Lina menatap Martin penuh selidik.
"Biasa anak muda," ujar Martin dengan santainya.
"Astaghfirullah, Lo ---,"
"Dia cuman meluk gue doang, Na," celetuk Rena disela-sela tangisnya.
Martin menepuk jidatnya saat sadar bahwa Rena masih menangis didekatnya.
"Lo sih!"
"Lah kok gue?" ucap Lina dengan bingung.
"Sana lo! Ngeganggu orang aja!" Martin mengusir Lina.
Lina mendengus kasar lalu pergi dari hadapan dua sejoli yang entah kenapa itu. Dia membuka kulkas yang tersedia di uks dan membawa es batu yang dibalut kain putih. Lina lalu memberikannya ke Rena dan menyuruh Rena untuk menempelkannya di mata agar tidak terlalu bengkak. Rena mangangguk dan mengucapkan makasih pada Lina yang langsung dibalas anggukan oleh Lina.
Lina menatap garang Martin seolah-olah mengatakan 'jangan macem-macem lo sama anak orang' dan berlalu pergi untuk jaga di dekat pintu masuk uks.
°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Rena [END]
JugendliteraturJika kebahagiaan datang karena seorang teman. Apakah dengan cara selalu mengalah... kebahagian itu akan selalu datang? Rena seorang gadis remaja yang ceria. Menjadi makcomblang adalah hal biasa dan melihat seorang teman bahagia adalah hal yang utama...