Rena(Tiga Puluh Tiga)

66 7 0
                                    

Selama 4 jam lebih Rena menjalani bimbingan dari Pak Wicak dengan otak yang sudah panas, muka yang sudah lelah, ingin sekali Rena menyerah apalagi saat melihat jawaban yang salah dengan coretan yang tak tentu arah.

Rena menatap wajah gurunya yang masih dengan santainya membaca buku tentang rumus-rumus lalu memberikan 20 soal kepadanya dan menyuruhnya mengerjakan dalam waktu 20 menit pula. Apa-apaan ini?

Suara Nada dering handphone berbunyi. Rena menghidupkan handphone-nya namun ternyata tidak ada satupun chat selain dari grup kelas atau perkumpulan film drakor sub indo. Rena melirik ke arah Pak Wicak yang sedang membaca pesan nya dengan serius.

Pak Wicak menatap Rena dengan muka datarnya,“Ren, Bapak salah tanggal.”

“Hah? Gimana Pak?” tanya Rena dengan wajah panik.

“Jadwal lomba fisika ternyata 2 hari lagi. Alias hari jum'at minggu sekarang.”

Rena membelalakan matanya. Dia menatap rumus-rumus dan soal-soal yang ada dihadapannya dengan mulut terbuka.

“Bapak serius?” tanya Rena tak percaya.

“Sejak kapan saya bohong?” balas Pak Wicak bertanya.

“Astaghfirullah, Bapak,” ujar Rena dengan kesal.

Tolonglah, ini itu lombanya nasional bukan antar kelurahan. Dikira lomba makan pisang 2 buah apa?

“Pak, kalau kalah gimana?” Rena bertanya dengan panik.

Masalah percintaan dan pertemanannya belum selesai dan sekarang ditambah dengan pusingnya perlombaan yang akan dilaksanakan dua hari lagi? 3 hari dari sekarang? Allohuakbar.

“Jangan panik, bapak yakin kamu pasti bisa. Kalah itu gak apa-apa yang penting kamu sudah berusaha.”

“Tapi 'kan bakal membuat banyak orang kecewa, Pak,” Matanya Rena berkaca-kaca.

Dia tak mau sampai membuat orang lain kecewa lagi. Cukup satu masalah tentang pertemananya yang kali ini saja yang membuat kecewa. Pendidikan jangan sampai mengecewakan keluarga dan orang terdekatnya juga.

Rena rasanya ingin menangis menumpahkan segala hal yang terjadi di minggu ini selama berjam-jam tanpa jeda. Mengeluarkan setiap emosi yang sedang tidak baik untuk dirinya tanpa jeda.

Pak Wicak tersenyum. Dia paham akan kecemasan yang sedang dihadapi oleh murid nya ini. Dia juga pernah merasakannya saat dibangku sekolah dulu. Bahkan, sering merasakannya.

“Kamu pasti bisa, Ren. Bapak yakin sama kemampuan kamu.”

“Saya justru semakin tak tenang dan merasa tidak yakin, Pak. Saya justru malah gelisah dan tak sepercaya itu buat olimpiade kali ini,” Rena memilin tangannya kuat. Keringat dingin membasahi pelipis dan tangannya.

“Kamu pasti bisa. Ya sudah, kita akhiri untuk bimbingan kali ini. Besok kita lanjutkan setelah istirahat pertama, ya,” Rena menganggukan kepalanya.

Pak Wicak menepuk bahu Rena menyemangati. Sebenarnya, dia juga tak yakin untuk olimpiade kali ini. Beliau merasa ada sebuah hal yang mengganjal dihatinya. Namun, bukankah seorang guru harus bersikap tenang agar muridnya juga bisa tenang dan tidak panik?

Rena menyalimi Pak Wicak dan pamit untuk ke kelasnya. Saat ia masuk, masih ada Pak Saprudin yang sedang mengajar tentang Lembaga Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

“Assalamualaikum,” ucap Rena setelah mengetuk pintu yang setengah terbuka dengan 3 kali.

Mereka yang ada di dalam kelas menjawab salam Rena. Rena tersenyum lalu menyalimi Pak Saprudin.

“Maaf, Pak. Saya baru selesai bimbingan,” Pak Saprudin menganggukan kepalanya dan menyuruh Rena duduk di kursinya.

Gurat khawatir masih sedikit terlihat di wajah Rena. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi. Hanya saja, hatinya begitu gelisah sejak mendengar penuturan Pak Wicak tadi. Dia ingin menangis saat ini juga. Rena begitu risau dengan hal yang tak ia ketahui sedikit pun.

“Ren, lo baik-baik aja 'kan?” bisik Teesya melihat temannya yang terlihat gelisah.

Rena menganggukan kepalanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dia ingin menangis saat ini juga dan alasannya entah apa.

Disya menatap Rena tak enak hati. Dia sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kemarin saat ia bertemu dengan Rocky di persimpangan jalan tempat banyak murid menunggu angkutan umum.

Rena membuka tasnya dan mengambil buku catatan PPKN nya dengan tangan gemetar.

“Semua hal yang terjadi pada ku adalah segala hal yang terbaik untukku dari Mu, Ya Allah. Hanya kepadaMu lah aku berlindung hanya kepadaMu lah aku memohon,” Rena memejamkan matanya berdoa pada Allah swt. sang penciptanya.

Rena mengatur napasnya mencoba menenangkan diri. Dia memperhatikan Pak Saprudin dengan konsen yang masih buyar. Keadaan hatinya sangat begitu tidak tenang.

“Sadarlah, ingat, Papa gak akan kenapa-kenapa. Papa akan baik-baik saja, Rena. Kendalikan dirimu jangan sampai keadaan hati yang sedang kacau menguasai dirimu, Rena. Sertakan pikiranmu jangan hanya menuruti perasaanmu,” Rena meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia rasakan saat ini hanyalah sebuah kecemasan karena olimpiade yang akan dilaksanakan 2 hari lagi. Bukan karena ada hal besar yang sedang terjadi dan melukai hati.

°°°°°

Rena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang