Rena (Tiga Puluh Dua)

59 7 0
                                    

Pagi harinya, Rena bangun pukul 2 pagi. Dia sholat tahajud dan tidak tidur kembali. Mandi, sholat shubuh, siapkan peralatan sekolah lalu langsung turun ke bawah membantu bibi menyiapkan makanan dengan senyuman. Rena kali ini tidak menerima teriakan dan ceramahan di pagi hari. Sungguh, suasana hatinya sangat bagus sekali pagi ini.

“Tumben udah ke dapur jam segini,” ucap Mama Rena saat melihat putrinya sedang mengulek bumbu untuk lauk-pauk sarapan pagi ini.

Rena cengengesan dan melanjutkan mengulek bumbu-bumbu itu lalu menggorengnya di atas wajan yang telah dipanaskan.

“Bi, ini buat bumbu apa?” tanya Rena saat memasukan bumbu yang telah diulek oleh nya.

“buat sayur tahu, Neng.” Rena mengangguk lalu memberikan air yang cukup banyak ke wajan. Dia lalu memasukan tahu yang telah di goreng setelah airnya cukup mendidih.

Mama Rena hanya duduk memperhatikan Rena dengan dalih 'mumpung anak lagi mau belajar, ya orangtua diem aja ngeliatin'.

Jam menunjukan pukul 5 pagi lebih 15 menit, sayur yang dimasak Rena matang. Dia segera mematikan kompor dan bergegas pergi ke kamar mengganti pakaian dan berdandan untuk pergi ke sekolah. Mamanya Rena hanya tersenyum melihat putrinya pagi ini ya terlihat semangat sekali sejak malam tadi.

“Bi, sudah semuanya?” tanya Mrs. Erika pada Bi Inah.

“Sudah nyonya, tinggal dihidangkan di meja makan,” jawab Bi Inah sopan. Mama Rena mengangguk lalu pamit untuk pergi ke kamarnya.

°°°°°

“Selamat pagi, beb.” Rena berjengit kaget saat tiba-tiba ada yang merangkulnya.

Dia menatap tajam Martin dan menendang tulang kering martin dengan kuat.

“Aduh.” Martin mengaduh kesakitan.

"Makannya jangan main rangkul-rangkul gue aja, lo!" ucap Rena dengan mata tajamnya.

Gini nih kalau suka sama anak yang keturunan TNI atau penegak hukum. Sekalinya macam-macam maka langsung saja anggota badan bertindak. Apalagi Rena yang disaat Papanya pulang itu selalu diajarkan beladiri setiap hari libur.

Makannya, jangan tertipu oleh wajah ramah Rena yang kadang menggemaskan. Dia pintar Fisika dan mampu beladiri. Sekali tonjokan langsung pada titik yang tepat dan mampu melumpuhkan seseorang. Perpaduan yang bagus bukan?

“Jadi perempuan itu harua anggun jangan bar-bar.” ujar Martin yang kini memilih berjalan di samping Rena tanpa merangkul ataupun memegang tangan.

“Ngapain? Mbak Anggun aja pas iklan shampo ketawanya juga bar-bar.” ucap Rena dengan ketus.

“Jangan nangis lagi ye nanti,” ucap Martin mengalihkan pembicaraan sekaligus menggoda Rena.

“Berat juga lo pas gue gendong.” Rena berlari menaiki setiap anak tangga meninggalkan Martin yang terbahak.

“Martin gila gak ada akhlak ngeselinnya natural tanpa dibuat-buat!” gerutu Rena saat berhenti dari lari paginya.

Rena memasuki kelasnya yang sudah ricuh namun langsung hening saat semua orang menatap ke arahnya. Rena mendengus malas dan berjalan dengan santai ke temoat duduknya.

Dia tak melirik sedikitpun ke arah Disya. Suasana hatinya berubah menjadi kacau saat kepingan kisah di hari kemarin kembali teringat dengan jelas.

Rasanya dia ingin merobek bibir menyebalkan dan juga otak Disya yang sudah terkena virus cinta itu. Namun, dia juga menyesal karena sudah mengatakan segala hal pada Disya kemarin.

“Lah tumben ini kelas hening.” ujar Martin dari depan pinu.

Ridho melirik tajam ke arah Martin untuk menyuruhnya diam. Tuh kan, anaknya penegak hukum itu matanya tajam-tajam.

Martin memutar bola matanya malas dan melirik ke arah Rena yang terlihat berubah menjadi tidak baik suasana hatinya. Apalagi dengan Disya yang berada di samping rena dengan wajah ketus. Sekali saja mereka saling tatap-tatapan, mungkin akan terjadi perang ciri khas perempuan. Adu mulut berkepanjangan.

“Assalamualaikum, Rena nya ada?” ujar seorang perempuan dari ambang pintu.

Seisi kelas yang memang sedang hening langsung melirik ke sumber suara yang membuat si empu cengengesan malu. Perempuan itu adalah Lina.

“Tin, bilangin sama Rena, dia di suruh Pak wicak ke ruangannya,” ujar Lina pada Martin yang cukup dekat dengannya.

Martin mengacungkan jempolnya, “Ren katanya disuruh ke ruangannya Pak Wicak.”

“Gue juga udah denger kaseeep,” ucap Rena memutar bola matanya malas.

“Makasih, Lin.” teriak Rena yang diacungi jempol oleh Lina.

“Katanya cepetan. Bawa tas lo juga,” teriak Lina yang diangguki Rena.

“Ya udah, bye.” Lina melambaikan tangannya lalu berlari mengejar temannya yang sudah berlalu pergi duluan.

Rena kembali memakai tasnya dan pamit kepada Teesya untuk bilang juga kalau dia hari ini dispen. Meskipun semua guru juga pasti sudah mengetahuinya.

“Gak usah sok pendiem kalian. Gak cocok.” Rena berteriak sebelum akhirnya menutup pintu kelas dengan kencang.

°°°°°

Rena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang