#2 Sketch book

1.4K 142 8
                                    

Langkah kakinya terhenti, tepat di ambang pintu lantaran alunan piano menyapa telinganya. Hatinya mendadak tenang, bahkan bibirnya mengulas senyuman tipis tanpa sadar. Bukannya masuk, Suho justru bersandar pada bingkai pintu.

Di ruangan ini, ada berbagai alat musik. Entah itu piano, drum, gitar, bahkan biola pun ada. Di sinilah tempat Irene belajar, melatih bakat bermusik serta menyanyi bersama seorang guru khusus yang dikirim Donghae. Kebetulan, Irene lebih suka piano dan sesuai dengan pembawaannya. Tenang, dan anggun.

Suho bertepuk tangan saat permainan Irene selesai. Dia menghampiri gadis berambut panjang itu dengan langkah pelan. Begitu sampai, lengannya bertumpu pada grand piano berwarna hitam. Menatap Irene yang tengah menatapnya juga.

"Permainanmu luar biasa, nona. Tak pernah mengecewakan," pujinya disertai senyuman samar.

Mata Irene memicing, lantas berdiri di hadapan Suho dengan anggun dan berwibawa. Jangan kalian pikir pujian itu bisa membuat Irene melayang, nyatanya tidak sama sekali. "Apa aku tidak salah dengar? Kau memujiku?"

"Tentu saja tidak! Barusan kau bermimpi, nona." Suho mengulas senyum meledek, mengangkat satu alisnya seolah bertanya, 'bagaimana?'.

Irene terdiam. Melirik Suho dengan wajah datarnya. Pemuda itu masih tersenyum, yang mana membuat Irene terpaku melihatnya. Meski itu senyum meledek, Irene lebih suka daripada pujian aneh tadi.

"Yah, terserah apa maumu, Suho--ssi."

"Tentu Nona." Suho menunduk hormat, lantas tersenyum puas. Kali ini, Irene tak membalas perkataannya. Biasanya dia selalu membalas layaknya ahli debat di meja forum. Ini aneh, tapi tak apa. Suho menganggap dirinya menang kali ini.

Ucapan Suho tak lagi tanggapi, gadis cantik itu melangkah meninggalkan ruang musik serta Suho yang menghela nafas gusar. Biarlah, Irene tak mau melewatkan senja hari ini. Tiap hari dia bahkan selalu menyaksikannya di balkon lantai atas ditemani teh cammomile.

"Gadis aneh," gumam Suho.

Suho menemui Irene bukan tanpa asalan. Wendy yang bilang kalau Irene ingin menemuinya, tapi, setelah dia datang Irene malah pergi. Apa kau gadis itu, main tarik ulur dengannya, ya. Ah sudahlah, lebih baik Suho mengikutinya.

Di sini rupanya. Lihat, Irene dengan tenang duduk di kursi putih seraya menatap gurat senja dengan senyum damainya. Tanpa sadar, Suho ikut tersenyum, lalu duduk di kursi satunya lagi. Suho mengikuti apa yang Irene lakukan. Sayangnya, itu tak semenarik yang Suho bayangkan. Wajah Irene lebih menarik, menurutnya. Oh shit.

Suho berdehempelan. Menoleh sekilas ke arah Irene. "Wendy bilang kau mencariku, ada apa?"

Irene tak langsung menjawab, melainkan meneguk anggun cangkir berisi teh miliknya. Bola matanya masih menatap taburan warna jingga yang menghiasi langit. Sementara Suho, dia justru terpaku pada gadis di sampingnya yang memakai dress polos berwarna maroon.

Tak lama, Irene menoleh membuat Suho tersadar dan langsung memalingkan pandangannya. Irene mengulum bibirnya, menahan senyum saat tahu apa yang Suho lakukan. "Yah, aku hanya ingin tahu. Kapan kita berlatih lagi? Jujur saja, aku bosan tak bermain senjata akhir-akhir ini," ujarnya jujur.

"Itu rupanya," gumam Suho. Lantas, dia terdiam memikirkan waktu yang tepat untuk berlatih. Ini biasa dilakukan Irene dan Suho sejak usia Irene lima belas tahun. Gadis itu memaksanya untuk melatihnya. Suho yang tak tahan mendengar kalimat setengah merengek dari Irene akhirnya mengiyakan.

Ah mengingat itu, Suho tersenyum tipis. Kalau diingat lucu juga ya.

Suho menegakkan duduknya, lalu memusatkan pandangannya pada Irene. "Nanti malam. Kebetulan tuan masih ada urusan, dan seperti biasa, nyonya tak akan curiga jika kita pergi bersama. Untuk kali ini, kita pergi dimalam hari saat semua orang tertidur," ujarnya.

THE SECRET PRINCESS [Surene]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang