#7 Confession

771 86 48
                                    

Sejak sore tadi, Suho dipindahkan ke ruangan medis di sayap kiri mansion, tak jauh dari bangunan utama. Pria dua puluh lima tahun itu sebenarnya enggan menginap di ruang kesehatan, lantaran merasa sudah sehat.

Namun, tetap saja. Suho baru selesai operasi dan baru saja di observasi. Memang tidak ada hal serius, hanya luka jahitan yang patut diperhatikan secara intens. Luka dalamnya juga tak terlalu serius, tidak sampai berefek pada organ vital. Karena itu, Donghae tetap meminta dokter Minhyuk mengawasi kondisi Suho pasca operasi sampai lukanya membaik.

"Psstt, Suho--yaa ..." Irene memutar gagang pintu, mendorong pelan dan masuk ke ruangan itu. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, menarik senyum manis menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Suho menoleh, acuh. Ia kembali memakan apel di tangannya tanpa memperdulikan kehadiran gadis cantik berpiyama satin dengan warna pink keunguan.

"Apa yang terjadi, eoh? Kenapa bisa sampai seperti ini?" Tanya Irene khawatir.

Alih-alih duduk di kursi samping ranjang, Irene justru duduk di atas ranjang, menghadap ke arahnya. "Suho, kau baik-baik saja?"

Bola Suho menatap lurus, datar sekali. "Kau sangat mengganggu."

Manik jernih Irene membulat. Ia menjatuhkan rahangnya mendengar ucapan Suho. "Yaish sekkiyaa!"

Katakanlah Irene tengah sensitif. Seharian dibuat overthinking oleh orang tuanya dan Suho. Khawatir seharian juga melelahkan baginya. Kabar dari Chanyeol pun tak berpengaruh besar baginya.

Dan lagi, usahanya susah payah datang ke sini bukan untuk disebut pengganggu. Irene khawatir! Ucapan Suho barusan tidak akan Irene ambil hati jika suasana hatinya sedang baik. Bukan berbanding terbalik seperti saat ini.

"Aku baru datang, tapi kau menyebutku begitu." Irene mendengus kasar. Bola matanya sedikit perih menahan air mata. "Setidaknya hargai usahaku sampai ke sini, ayah tidak membiarkan seorang pun masuk ke sini asal kau tahu!"

Suho hanya bergeming. Matanya yang berbicara dengan menatap lekat bola mata jernih milik si lawan bicara yang merajuk.

"Apa salahnya jika bertanya kau baik-baik saja? Aku hanya ingin tahu!" Sepasang alis Irene menukik, tanda kalau ia memang kesal.

Tanpa pikir panjang, tangannya sigap mengambil pisau buah di nakas tinggi samping ranjang. Mengarahkannya tepat di depan Suho. "Jangan memaksa ku untuk membunuhmu, Suho!"

Senyum miring Suho tercipta. "Kau pikir kau mampu melakukannya? Melukai kelinci saja kau masih minta maaf."

"Yak!"

"Bunuh saja. Setelah itu kau akan menangis kehilangan lelaki tampan ini." Suho berujar dengan wajah sombongnya.

"Tidak akan!"

"Oh iya?" Tantang Suho. Ia bisa melihat keraguan di mata Irene. Genggaman di pisau pun mengerat, berkeringat. Irene tidak akan sanggup.

Taak!

Pisau itu dilempar ke lantai dengan kasar oleh Suho dengan gesit. Tangannya sigap menarik lengan Irene agar gadis itu mendekat untuk ia peluk. Suho bisa merasakan kalau Irene terkejut, tubuhnya membeku beberapa detik sebelum balas memeluk Suho.

Suho tersenyum, menumpukkan dagunya di bahu Irene yang dibalut piyama panjang berbahan satin. "Berapa lama aku tidak memelukmu seperti ini, hm?"

"Entahlah." Irene semakin maju, merangsek lebih dalam ke pelukan Suho yang membuatnya nyaman. Bola matanya terpejam seraya menyandarkan kepalanya di bahu Suho tanpa tahu kalau luka Suho tengah ia jadikan bantal.

THE SECRET PRINCESS [Surene]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang