#3 Hunting

955 118 14
                                    

Irene dan Suho berjalan pelan, melewati gerbang belakang mansion untuk sampai ke peternakan. Mereka sepakat memakai kuda untuk transportasi ke hutan dekat mansion. Syukurlah tak ada orang yang melihat mereka, karena sekarang pukul sebelas malam. Kebanyakan orang sudah tertidur, kecuali beberapa penjaga yang bertugas menjaga kawasan mansion.

Suho melirik Irene, yang melakukan hal sama sepertinya. Menyiapkan kuda mereka. "Kau bawa semua peralatannya, 'kan?"

"Iya." Irene menjawab singkat, tangannya masih sibuk menuntun kuda keluar dari kandang, diiringi elusan lembut sebagai komunikasi pada hewan besar itu.

Suho sudah duduk nyaman di atas kudanya, sementara Irene masih berjuang untuk menaiki kudanya dengan susah payah. Melihatnya, Suho tersenyum samar. "Kau sudah siap, nona?" tanyanya dengan nada meledek.

Bola mata Irene bergulir, menatap Suho dengan sinis. "Aku yakin kau masih mau matamu berfungsi, Suho--ssi. Harusnya kau membantuku, bukan meledekku sialan."

"Kau harus mandiri, nona. Siapa tahu kau terjebak di tempat asing dan kau tak tahu harus meminta tolong pada siapa pun. Jadi, anggap saja ini bentuk pelatihan," terangnya.

Irene mendengus. "Bilang saja kau tidak mau membantuku!"

"Itu kau tahu."

Aish, sialan. Meminta bantuan pada Suho itu bukan hal yang baik. Bukannya dibantu, Suho justru meledek. Baiklah, sepertinya Irene memang harus berusaha sendiri, dia harus bisa menaiki kudanya bukan. Ayolah, ini bukan masalah besar.

Setelah berhasil, Irene tersenyum puas. "Yak! Suho. Lihat, aku berhasil," bangganya seraya tersenyum lebar pada Suho. Sayangnya, hal ini tak terlalu dihiraukan oleh Suho. Padahal Irene ingin sebuah pujian kecil, apa susahnya mengucapkan kerja bagus. Cih. Menyebalkan.

"Baiklah, kita berangkat sekarang."

Tanpa menunggu jawaban Irene, Suho langsung mengarahkan kudanya masuk ke area hutan. Dan Irene? Gadis itu tertinggal bersama gerutuan kesal karena ulah Suho. Tapi, Irene segera menyusul. Beruntung dia suka berkuda di akhir pekan, alhasil dia bisa menyamai kuda Suho dengan cepat.

Suho menghentikan kudanya saat dirasa sudah ada ditengah hutan. Dia dan Irene turun untuk mengikat kuda mereka pada pohon besar. Mereka cukup beruntung memakai pakaian serba hitam. Nyamuk mungkin mengerubungi mereka, tapi, jika berburu itu menguntungkan.

"Cuacanya sangat mendukung." Suho menatap ke atas, dimana bulan dan bintang saling beradu menerangi kegelapan malam. Tak awan hitam, melainkan langit cerah yang indah.

"Syukurlah."

Sebelum berburu, Suho menyiapkan peralatannya lebih dulu. Dia membawa senapan, lantas mengecek kinerjanya dengan mengajukan satu peluru ke atas. Wah, lumayan juga. Padahal Suho lama gak menggunakan ini.

Kening Irene berkerut melihat alat-alat yang Suho bawa. Untuk senjata, hanya ada senapan dan pisau? "Suho, kau tak bawa senapan?"

Gelengan Suho membuat Irene kesal. "Lalu kenapa kau menyuruhku membawa anak panah?!" pekiknya agak histeris.

Suho menatap malas Irene, lantas berkata, "Kau harus bisa memanah, Irene. Akan aneh jika kau bisa menembak, tapi, tak bisa memanah."

Ini tidak adil. Dia membawa dua senjata sekaligus, sementara Suho hanya membawa senapan. Irene bahkan kesusahan menaiki kuda juga karena beban senjata itu. Oh sialan.

"Yak Suho! Kau curang sekali." Irene mendengus, bersiap menjelaskan semuanya. "Memanah dan menembak itu berbeda. Aku bukan tak pandai menembak, hanya saja sulit berkonsentrasi saat memanah dan menahan beban busur itu. Ck, kau mana tau itu," ketusnya.

THE SECRET PRINCESS [Surene]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang