Akhirnya, taxi yang ditumpangi oleh Ali berhenti di lokasi rumah susun. Pada saat itu pula mobil Dev berlalu.
Lekas Ali membayar ongkos dan berlari menapaki satu persatu tangga. Ia mengetuk pintu kamar 9305. Taklama kemudian, terdengar seseorang membukan snop pintu. Seorang perempuan dengan lingerinya. Ali hanya dapat menghela napas melihat penampilan sexy itu.
Ia pun masuk dan duduk di kursi dekat jendela.
"Ambillah!" wanita itu melempar segepok uang ke meja hampir mengenai gelas serealnya yang masih setengah.
"Apa ini?" tanya Ali.
"Uang, kau tak lihat?" Ali tersenyum sinis.
"Buat ibu berobat," tambah wanita itu.
"Mbak, aku kesini bukan minta uang. Aku hanya ingin..."
"Sudahlah, jangan ceramah. Masih terlalu pagi. Mbak pusing." Wanita sexy itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
"Jadi mbak memintaku datang ke sini hanya karena untuk memberi uang ini?"
"Lantas apa lagi?"
"Sudah kuduga ini sia-sia." Ali beranjak dari tempat duduknya dan berlalu pergi dari kamar apartemen kakaknya. Wanita itu memanggil-manggilnya dari belakang sembari mengumpat, namun tidak ia hiraukan.
Ali kembali naik taxi dan pergi ke sekolah. Dalam perjalanan, ia sempat mendokan kakaknya itu.
Ya Allah, semoga Mbak Diana sadar.
Ali menyenderkan kepalanya ke headrest sembari memandangi bangunan-bangunan yang dilewatinya.
Ketika melewati lampu merah dan memasuki jalanan yang cukup sepi, ia melihat dua orang laki-laki berjaket kulit warna hitam mengikuti salah seorang siswi dengan seragam sama dengannya berjalan di trotoar. Tampaknya siswi itu tidak sadar jika dirinya sedang diuntit dua preman. Ali meminta taxi yang ditumpanginya untuk berhenti sebentar. Ia langsung keluar dan menyambangi siswi tersebut. Dua preman langsung mangkir dari trotoar itu dan bersembunyi di balik tanaman hias pinggir jalan.
"Hai!" Ali menggandeng siswi itu. Sontak siswi itu melotot karena merasa Ali sok kenal.
"Sia..."
"Stttt...ada dua preman mengikutimu!" kata Ali berbisik, siswi itu hendak menoleh ke belakang, "jangan dilihat, ayo ikut aku naik taxi!"Mereka pun cepat naik taxi dan siswi itu menoleh ke belakang ternyata benar ada dua preman rambut panjang tampak gusar karena kehilangan jejak.
"Thank you."
"Sama-sama."
"Lerra," ujarnya memperkenalkan diri seraya memberi jabat tangan.
"Ali." Balasnya dengan mengatup kedua tangan. Lerra mengernyit, ia pun kembali menarik tangannya.
"Kamu juga sekolah di SMA Paramida?"
"Iya."
"Oh, kok aku baru lihat, ya?"
"Karena, kita beda jurusan. Kau IPA, kan?"
"Iya. Kamu?"
"Agama."
"Oh, pantesan."
"Maksudnya?"
Sok suci tidak mau berjabat tangan, benak Lerra.
"Eh, enggak kok, maksudnya pantes saja aku baru lihat karena kelas kita, kan sangat berjauhan. Selain itu, beda kantin, beda gerbang keluar masuk, beda penjagaan."
Ali hanya tersenyum dan mangguk-mangguk.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFNUN
Ficción GeneralIa keluar dari ruang aborsi itu dengan wajah pucat dan pias. Tubuh kurusnya masih terbungkus dengan baju putih abu-abu. Lalu, di ruang tunggu seseorang telah menunggunya. "Aku tidak mau ini terulang kembali," ucap Dev. Lalu, mereka berpisah.