Bulan memasuki rumah nya yang sudah mulai sepi. Mungkin sudah pada tidur, fikirnya. Ia melangkahkan kaki nya dengan santai menuju kamar.
"Jam segini baru pulang, dari mana aja kamu?" Tanya Sarah dengan nada yang tidak jauh dari sinis.
Bulan melirik ke arah kursi tempat mamanya sedang duduk membaca majalah dan Nadin di samping nya.
"Kalo aku kasih tau emang mama bakal peduli?" Tanya Bulan balik tanpa menjawab pertanyaan Sarah.
"Ngimpi kamu ketinggian."
"Yaudah ngapain tanya."
Setelah mengatakan itu Bulan menaiki tangga menuju kamarnya. Baru saja ia menaiki lima anak tangga Nadin yang tersenyum licik membuat suasana menjadi lebih panas.
"Anak kandung mama itu kan punya cita-cita mau jadi pelacur."
Bulan menghentikan langkahnya mendengar ucapan Nadin yang menurut nya sangat tidak sopan.
"Yang cita-citanya mau jadi pelacur siapa, yang udah jebol duluan siapa." Sindir Bulan terang-terangan.
"Liat aja sih yang hamil di luar nikah duluan siapa." Lanjut Bulan.
Nadin tersentak kaget, dari mana Bulan tau sisi gelap nya itu. Nadin menetralkan wajahnya agar image nya ini tidak jatuh di hadapan Sarah.
"Kalau pun gue yang hamil duluan setidak nya ada mama yang ngasih gue pelukan, sedangkan lu? Mama kandung lu aja benci sama anak kandung nya sendiri dan lebih peduli sama gue." Ujar Nadin membanggakan diri.
Bulan tertawa kecil, bertepuk tangan sambil menuruni anak tangga. Langkah nya mendekati Nadin dan jari telunjuknya mengangkat dagu Nadin.
"Cuma lu doang manusia yang gak ada adab, setan aja iri sama sifat lu yang kaya gini."
Plak
"Jaga ucapan kamu, Bulan!" Sarah menampar Bulan membuat luka di sudut bibir nya mengeluarkan darah. Belum juga luka yang kemarin kering, sekarang sudah di tambah lagi.
"Harus nya orang ini yang jaga ucapan!" Ucap Bulan menunjuk Nadin.
Plak
"Saya berdoa semoga tuhan mengambil nyawa kamu lebih cepat!" Setelah mengucapkan itu Sarah pergi meninggalkan Bulan dan Nadin yang sedang tertawa bahagia.
Bulan mengalihkan pandangan yang semula melihat Sarah kepada Nadin lalu tertawa hambar sambil mengelap luka di sudut bibirnya.
"Kasihan ya jadi lu, gak punya mama dari lahir tapi bangga rebut kasih sayang mama dari gue. Mama lu aja ninggalin lu dari kecil, mungkin dia tau kalo gede nya anak nya gak bakal bener."
Setelah mengucapkan itu Bulan menaiki tangga menuju kamar nya. Ia lelah sekali dengan hari-hari yang selalu begini, tidak ada perubahan yang lebih baik.
Setelah sampai kamar Bulan mengambil kotak P3K yang ada di dinding dekat meja belajar nya. Karna terlalu sering mendapatkan luka di badan nya membuat gadis itu menyetok obat merah, kapas, dan lain-lain. Bahkan dirinya harus meminum obat agar tubuh nya tetap kuat dan penyakitnya tidak terlihat. Bulan melakukan semua nya untuk, mama.
Bulan mengobati luka di sudut bibirnya dengan telaten, karna sering di lukai membuat gadis itu merasa biasa saja. Di depan cermin Bulan memandang tubuhnya yang penuh bekas luka, rata-rata semuanya membiru tetapi beruntungnya sudah sedikit memudar.
"Dulu gue fikir dewasa itu menyenangkan, ternyata berada di titik ini harus siap di dewasakan oleh luka, di patahkan oleh harapan, di tekan oleh keadaan, dan harus bersikap baik-baik aja di depan semua orang. Ternyata berada di titik dewasa gue ini gak sesuai ekspetasi yang gue halu in dulu." Bulan seolah mencurahkan semua keluh kesah nya dengan pantulan dirinya di kaca cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Sad Story
Teen FictionNama aku, Bulan. Kata orang memeluk mama ketika lelah itu nyaman, kata orang memeluk mama saat sedih itu tenang, kata orang memeluk mama dengan bahagia itu rasanya istimewa. Tetapi aku tidak pernah merasakan pelukan yang orang lain bilang nyaman, te...