"Sayang!"
Panggil seorang gadis berambut panjang terurai berlari ke arah meja lelaki yang di panggilnya 'Sayang'. Seisi kelas sudah biasa melihat kebucinan mereka tapi tidak dengan lelaki yang sedang menopang dagu menatap gadis itu dengan tatapan sendu.
"Cielah gamon!" Riyan melempar kulit salak yang mengenai wajah Adit. Tetapi lelaki itu tidak terusik mungkin sedang benar-benar galau.
"Gak galau gimana mantan gue sama pacar barunya satu kelas sama gue."
"Makanya lain kali jangan narik ulur perasaan cewe, gak enak kan endingnya? Di tinggal sendirian bersama bayangan yang hanya menyisakan kenangan." Ucap Dion yang sudah seperti pakar cinta.
Adit masih menopang dagu melihat mantan kekasihnya bersama pacar barunya. Sangat menyakitkan pemandangan yang selalu di lihatnya setiap hari.
"Gib, kenapa ya cewek setiap putus cepet banget dapet pasangan?" Tanya Adit pada Gibran. Karna hanya Gibran lah satu-satunya teman yang masih dalam ke adaan waras.
"Makanya ja---"
"DIEM! GUE GAK TANYA SAMA LU!" Adit memotong ucapan Riyan.
Gibran yang sedari tadi hanya mengetuk-ngetukan jari sambil memperhatikan ke tiga temannya.
"Yaiyalah wajar." Jawab Gibran.
"L-lah. Kok wajar sih anjing?!"
"Gini ya gue jelasin, pasang telinga lu panjang kali lebar kali tinggi dan jangan emosi."
Adit mengangguk dengan ucapan Gibran.
"Waktu dia sama lu dia ngejauhin banyak cowok. Dan karna lu gak bersyukur, dengan seenak jidat lu tarik ulur perasaan dia ya otomatis tu cewek banyak lagi yang ngejar."
Adit seolah merenungi ucapan Gibran. Dirinya memang benar-benar sangat menyesal menyakiti wanita yang selama ini sabar atas sikapnya, selalu mengingatkan agar dirinya tidak melakukan hal-hal buruk, dan sangat nurut jika dirinya melarang.
Penyesalan memang datang di akhir dan jangan pernah mempermainkan perasaan jika tidak ingin menanggung penyesalan.
Dion mengangguk menyetujui ucapan Gibran yang menurutnya sangat-sangat menampar.
"Tumben lu soal-soal bucin gini bisa jawab. Mana kata-kata lu barusan nampar banget lagi anjir. Belajar dari mana lu? Gak mungkinkan sama gue."
"Belajar dari masa lalu kalian sih lebih tepatnya."
"Sialan!" Maki ke tiga lelaki itu pada Gibran.
Gibran tertawa puas mendengar makian ke tiga temannya yang selalu gagal dalam percintaan. Entah wanitanya yang menyakiti atau teman nya ini yang memang pakboy.
"Kalian bertiga kan emang jago kalo nyakitin anak orang." Ucap Gibran dengan santainya.
Brak!
Dion, Adit dan Riyan menggebrak meja karna ucapan Gibran yang memang benar adanya. Tetapi tentang Dion, dia sudah berubah setelah mendapatkan Bulan.
"Heh, anak monyet! Semenjak gue dapetin ayank Bulan, gue gak pernah lagi ya lirik cewe lain!" Ucap Dion membela diri.
"K-kalo gue jujur belum tobat." Cicit Adit.
"Lah terus kenapa lu ikutan gebrak meja?"
"Reflek sialan."
"Yeh! Gimana ceritanya gue jago nyakitin, kan lu tau sendiri kalo gue berusaha bahagiain dia tapi gue yang di tinggal." Kini Riyan membela diri.
Gibran menyanderkan badannya di kursi lalu mengangkatkan kedua kakinya ke atas meja. Suka-suka lah kalo udah jamkos mah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Sad Story
Teen FictionNama aku, Bulan. Kata orang memeluk mama ketika lelah itu nyaman, kata orang memeluk mama saat sedih itu tenang, kata orang memeluk mama dengan bahagia itu rasanya istimewa. Tetapi aku tidak pernah merasakan pelukan yang orang lain bilang nyaman, te...