"Anak sekolah?" tanyanya.
"Lebih tepatnya, anak pemilik sekolah" ucapan Anggi yang mampu membuat mata Nadin terbuka sempurna.
Sore hari membasahi jendela kamar rumah sakit papa, suara mesin rumah sakit, wangi rumah sakit lagi lagi mampu membuat Nadin terpana.
Sambil menyuapi papanya bubur ia masih penasaran dengan apa yang ada di otaknya saat ini.
anak pemilik sekolah.
bukan karna ia pemilik anak sekolah dan dia merupakan si lelaki tanpa nama.
tapi yang menjadi perhatiannya adalah papa Nadin adalah pemilik yayasan sekolah tanpa di ketahui siapapun, ia menyembunyikannya, dan itu berarti papa kenal dengan pemilik sekolah, ia ingin sekali bertanya, namun hati kecilnya berkata harusnya ia tak mencari tau."Pa" panggil Nadin lembut sambil menaruh mangkuk kosong dan beranjak memijat kaki papanya.
Papanya tak menjawab, ia hanya menatap Nadin seolah bertanya "Ada apa?"
"Papa tau anak dari pemilik sekolah?" tanya Nadin tanpa mengalihkan pandangannya dari kaki papa yang sedang ia pijat.
Cukup lama papanya berfikir hingga suara dehaman muncul.
"Khem, seumuran sama kamu kan de? hayolo ada apa?" tanya papanya setelah akhirnya menyadari siapa yang di maksud.
ketukan pintu menghentikan pembicaraan mereka.
dokter muda --yang masi membuat Nadin terpana-- muncul dari balik daun pintu.
wajahnya tak asing di mata Nadin, memperhatikan dokter itu membuat dirinya makin banyak pikiran, si lelaki tanpa nama, dokter Farhan, papa, dan masih banyak lagi.
"Saya tahu saya tampan" ucap dokter Farhan yang sukses membuat Nadin merasa terciduk.
Tapi inilah Nadin, sangar di luar tetap saja humornya rendah.
"Bapak manusia, bukan tahu" ucapnya santai.
Dokter muda itu hanya tersenyum, matanya menyipit di balik kacamatanya.
"Mana ada tahu setampan saya" jawabnya usil.
"Apa bapak bilang? cakep kali muka bapak? b aja tuh" ucap Nadin yang terpancing emosi ditambah ini hari pertamanya halangan.
"Dokter Farhan emang cakep mau diapain lagi de" ucap papa yang dari tadi hanya memperhatikan interaksi dua orang di depannya.
"Tuh saya bilang juga apa, tuh papanya sendiri yang membela" ucap Farhan dengan mata seperti merendahkan Nadin.
Saat Farhan susah keluar dari kamar inap papanya Nadin sedikit menekuk senyumnya.
"Papa ko belain dokter itu sih" ucap Nadin dengan tangan yang masih setia memijat kaki papanya. setelah mencium papanya dengan khas mereka. Papanya itu selalu minta Nadin untuk memijat kakinya.
"Kamu ini udah SMA aja masih sering emosi ga jelas dee dee" jawab papanha sambil memamerkan deretan gigi putihnya.
"Oiya, soal anak dari pemilik sekolah itu, sebenernya dia .."
See u on the next chapter!♡
don't forget to click the star:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Jogja
Teen Fiction[Nadinna azzahra] kalau saja hujan tak turun kala itu, tak ada kata kita saat ini. Rabu, 19 Agustus 2020.