dua belas

2 0 0
                                    

"Ada temen papa dibawah, turun yuk pakaian yang sopan ya, mama denger itu pemilik sekolah kamu"

pemilik sekolah.

Nadin turun kebawah dengan pakaian sopan menurut pada Rani, mamanya.

Ia melihat Pak Gilang, pemilik sekolahnya. Ia tak sendiri, ia bersama istrinya, Bu Anya.

Kaos polo biru dongker Pak Gilang terlihat serasi dengan kemeja Abu-Biru dongker Bu Anya, tak lupa wajah mereka yang tidak bisa dibilang biasa saja menambah kesan serasi dan aura harmonis diantaranya.

Teh manis hangat buatan mama melengkapi meja ruang tamu saat ini,

"Ayo diminum jeng, pak" ucap mama yang disusul basa basi orang tua seperti biasanya.

"Berapa hari kira kira?" tanya papa setelah menyeruput teh manis di tangannya dan memulai obrolan yang mungkin serius.

"4 hari cukup bal, 2 hari perjalanan pulang pergi" jawab Pak Gilang dari sebrang meja.

Nadin yang mengetahui ini pembicaraan mengenai sekolahnya yang sepertinya tidak seharusnya ia dengar, ia pamit undur diri.

Ia kini berdiri di balkon kamar, namun ada yang janggal, ia melihat seorang pria dengan tangan di masukan ke dalam saku celananya. Ia berdiri sambil menyeruput teh di tangannya, memandang kosong kolam renang dihadapannya.

"Woy" panggil Nadin penasaran.

Matanya kini melebar.

dia. si tanpa nama.

Pagi hari ini mata Nadin terasa sangat amat berat, ditambah dengan tanggal merah yang menghiasi kalender kamarnya seakan dunia mengizinkannya untuk tetap di passionnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi hari ini mata Nadin terasa sangat amat berat, ditambah dengan tanggal merah yang menghiasi kalender kamarnya seakan dunia mengizinkannya untuk tetap di passionnya. rebahan.

Kenangan semalam terasa lengket dan terus Nadin ingat, bukan amarah yang ia ingat, bukan juga kisah romantis, tapi kisah komedi.

Kalau dipikir pikir selucu itu.
kaya yang baca.

flashback on.

Gadis JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang