BAGIAN 52 - Kenapa?

1.2K 84 14
                                    

Titik terendah dalam tabah adalah pasrah.

***

Suara tawa ria menggelegar. Terlihat bahagia, bahkan sangat bahagia. Senyum indah yang merekah itu membuat hati sejuk melihatnya. Merekalah Farah dan Ning Aisyah yang tengah bercengkerama ria di teras ndalem. Hanya berdua.

Banyak candaan yang mereka lontarkan, banyak topik yang mereka bahas. Hanya berdua, tanpa Alifa. Entahlah gadis itu sekarang dimana. Alifa berubah menjadi pendiam sejak fitnah itu menyebar.

Ia tak tahan sebenarnya. Tapi, jiwanya terlalu kuat. Orang lain pasti akan mengira ia baik-baik saja, tapi aslinya tidak. Alifa sangat pandai membuat senyuman palsu. Senyuman yang memperlihatkan dirinya baik-baik saja, padahal ia terluka.

Suara tawa kembali terdengar. Mereka sangat asyik berbincang. Farah dan Ning Aisyah terlihat bahagia dan senang, diatas penderitaan Alifa. Mereka tidak jahat, hanya saja kurang ber-tabayyun.

Perlu diingat, kekuatan fitnah itu sangat besar. Seorang seperti Ning Aisyah yang sudah pasti diberi asupan ilmu agama sejak dini saja dengan mudahnya terpengaruh oleh fitnah. Persahabatan yang kuat pun menjadi longgar.

***

S

holawat Nariyah terdengar merdu memanjakan telinga. Jangan tanya siapa yang melantunkan, karena sudah pasti jawabannya adalah Alifa. Gadis itu baru saja menyelesaikan kegiatan mencuci, sendiri. Dulu ada Farah dan Ning Aisyah yang menemani, tapi kini ia hanya bisa mengucek sendiri tanpa canda ria dari kedua sahabatnya.

Adegan bermain sabun pun kini sudah tiada. Dulu, mereka bertiga selalu bermain busa sabun saat mencuci baju bersama, apalagi momen saat menjemur. Mereka bertiga pasti bermain kejar-kejaran diantara baju-baju yang menggantung bak film India saja.

"Alhamdulillah sudah selesai jemurnya," gumam lirih Alifa saat pakaian terakhir sudah menggantung di tiang jemuran. Ia mengusap peluh yang ada di kening, "cuacanya panas juga."

Usai membereskan ember dan baskom, Alifa mulai berjalan tanpa arah. Ia bosan sangat bosan. Dulu pasti sehabis mencuci ia akan bercengkerama ria bersama kedua sahabatnya. Berbeda dengan sekarang yang hanya berteman sepi.

Entah dorongan darimana, langkah kaki Alifa membawanya sampai di dekat ndalem. Terdengar suara tawa dari kejauhan. Alifa sudah bisa menebak siapa pemilik suara tawa itu, tentu tak asing di indra pendengarnya.

Alifa celingak-celinguk mencari sumber suara. Ia tersenyum puas saat mendapati apa yang ditebaknya tak meleset sedikitpun. Terlihat Ning Aisyah dan Farah yang tertawa ria. Alifa berjalan ke bawah pohon belimbing didekatnya untuk menyaksikan pemandangan kedua sahabatnya bercengkerama. Ingat, hanya menyaksikan.

Ia tersenyum bahagia melihat kedua sahabatnya bahagia walaupun kini ia tak berada di posisi itu. Bagi Alifa, kebahagiaan sahabatnya adalah kebahagiaannya juga. Melihat Ning Aisyah dan Farah tertawa ria sudah membuat dirinya senang. Setidaknya tak ada ekspresi kesedihan di raut wajah keduanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alifa Story [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang