BAGIAN 15 - Keterpurukan

1.7K 91 5
                                    

Aku baru ingin melangkah, tapi mengapa luka sudah menerpa?

-Alifa-

***

Sejak kejadian surat kemarin Alifa menjadi terpuruk, ia sangat sedih,t atapan nya penuh pikiran, wajahnya pun semakin pucat. Minum obat nya menjadi tak teratur walaupun Farah dan Ning Aisyah sudah berusaha membujuk agar mau minum obat tapi Alifa malah menyuruh Farah dan Ning Aisyah keluar, nafsu makannya berkurang, Alifa menghabiskan waktu nya hanya duduk diatas kasur jika tidak dengan berbaring. Itu saja.

Alifa dirawat di ruang rawat khusus di pesantren ini, jadi begini pondok pesantren ini memiliki gedung rawat khusus, Gedung As-Syifa namanya. Gedung ini digunakan untuk santri yang sedang sakit dan memerlukan istirahat total, tapi juga merawat santri yang tidak bisa dirawat asrama seperti Alifa karena jika Alifa dirawat diasrama takutnya mengganggu santri lain ditambah kekhawatiran Alifa bisa kambuh marah-marah kapan saja.

Tak ada yang bisa mengajaknya berbicara. Farah dan Ning Aisyah sudah berusaha untuk memotivasinya, menasihatinya, memberi semangat agar bisa bangkit, mengajaknya beristighfar agar tenang, tapi hasilnya nihil. Alifa tetap saja begitu tak ada perubahan.

Tetapi, Farah dan Ning Aisyah selalu berusaha memberikan perhatian penuh kepada Alifa bahkan Ning Aisyah rela meninggalkan kegiatannya di ndalem dan tetap stay bersama Farah dan Alifa.

Tak lupa dengan doa yang selalu dipanjatkan agar Alifa pulih seperti sedia kala.

Farah dan Ning Aisyah sangat sedih melihat kondisi Alifa yang seperti ini, entah sampai kapan ini terjadi dan bagaimana nasib Alifa jika terus menerus seperti ini, belum sehari saja sudah pucat apalagi berhari-hari.

"Ning, sampai kapan Mbak Alifa seperti ini?"Tanya Farah dengan nada sedih.

Ning Aisyah menghela nafas panjang menandakan dirinya tak mengerti juga turut merasakan kesedihan yang sama dengan Farah. "Ana nggak tau Far, kita berusaha saja ya."

"Iya Ning, tapi menurutku sekarang semua yang kita lakukan sia-sia Ning," ucap Farah sendu lalu menghela nafas panjang.

Kening Ning Aisyah mengkerut, "maksudnya?"

"Lihat saja Ning, kita sudah berusaha melakukan yang terbaik bahkan Ning pun meninggalkan ndalem cuman buat rawat mbak Alifa, kita selalu berusaha mengajak mbak Alifa ngomong biar nggak terus kayak gitu, tapi hasilnya nihil."

"Far, anti nggak boleh bicara seperti itu, anti harus yakin semua itu ada waktunya Far, kita hanya perlu berdoa, berusaha dan bersabar, selanjutnya Allah yang mengatur," nasihat Ning Aisyah yang berhasil membuat Farah sedikit tenang.

Ning Aisyah melirik jam tangannya, seketika itu ekpresi wajahnya berubah seakan menyadari sesuatu yang hampir terlupakan. "Astagfirullah Far!!" ucapnya.

"Kenapa Ning?" tanya Farah.

"Ini sudah waktunya Mbak Alifa makan sama minum obat, kita telat 5 menit," ujar Ning Aisyah dengan raut wajah yang cukup panik.

"Astagfirullah, ayo kita siapkan Ning," ucap Farah tak kalah panik.

Ning Aisyah mengangguk lalu bangkit dari tempat duduknya dan langsung menuju ke tempat pengambilan makanan sedangkan Farah masuk ke kamar untuk menyiapkan obat.

Farah masuk ke dalam kamar sambil mengucapkan salam. Manik matanya mendapati sosok gadis yang duduk dengan tatapan kosong, tak lupa dengan bibir pucat seperti mayat hidup.

"Mbak, sudah waktunya makan sama minum obat," ucap Farah namun tak direspon oleh Alifa.

Farah tak ambil pusing, ia segera mengambil kantong plastik berisi obat dan mulai meraciknya. Obat Alifa tak bisa digolongkan sedikit, banyak sekali macam nya. Setiap obat harus diminum dengan tepat tak boleh salah sedikit pun, jadi kalau tidak teliti bisa saja nyawa taruhannya.

Alifa Story [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang