05.Ruhi

152 7 0
                                    

Setelah selesai dengan sarapan pagi bersama, yang untuk pertama kalinya dengan status kami sebagai pasangan suami-istri.

Akhirnya kami memutuskan untuk langsung pulang saja, dan kini kami tengah terjebak ditengah kemacetan ibukota.

Sedari tadi aku merasa gelisah, rasanya sudah tidak sabar ingin segera sampai kerumah kami.

Rumah kami?

Hatiku rasanya menghangat seketika, ketika mengingatnya.

"Ada apa?"tanya mas Gara, seraya memalingkan wajahnya menatap kearah ku.

"Kamu terlihat gelisah.."lanjutnya, seraya kembali mengalihkan atensinya kejalanan yang tengah macet.

Ku gigit kuku jariku, salah satu kebiasaan buruk yang kumiliki. Ya ini,menggigiti kuku jariku.

Jorok memang..

Tapi mau bagaimana lagi, kalau sudah menjadi kebiasaan?

Merubah kebiasaan itu, tidaklah mudah kawan..

"Aku cuma kepikiran sama Ruhi aja mas.."jujurku.

"Aku tuh sebenernya udah kangen banget sama Ruhi, pengen ketemu sama Ruhi.."lanjutku.

"Terus, kenapa kamu gak datang aja ke rumah saya, dulu?"tanyanya tanpa mengalihkan konsentrasinya dari jalanan yang masih saja macet.

Duh!

Jalanan ibukota memang selalu padat merayap,ini yang kadang bikin aku malas untuk pergi keluar.

"Ya gak enaklah mas .."sahutku, mengundang kerutkan didahinya.

"Kenapa?"tanyanya lagi, terdengar menuntut.

Mendengus sebal "Gimana sih mas, waktu itu kan mas udah jadi duda..kalau aku sering-sering kerumahnya mas,entar gimana sama persepsi orang-orang tentang hubungan kita?"

"Lagian,aku ini perempuan. Harus bisa jaga diri, istilahnya sih, harus bisa mawas dirilah mas.."lanjutku.

"Saya tidak menyangka, gadis modern seperti kamu masih peduli dengan persepsi orang lain?"ujarnya terdengar tidak percaya. Membuatku mendengus,sebal.

"Sebebas-bebasnya,semodern-modernnya aku, aku tinggal dan hidup di negara yang masih menganut adat-istiadat yang yang tinggi, yang menjunjung tinggi nilai harkat dan martabat seorang wanita. Lagipula, peduli terhadap persepsi orang lain terhadap kita, tidaklah buruk. Selama apa yang mereka sampaikan, tentang apa persepsi mereka terhadap kita, tidak membuat kita terpuruk. Menurutku tidak apa-apa. malah bisa kita jadikan untuk ajang introspeksi diri, agar bisa jadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.."ujarku panjang lebar dengan menatapnya dari samping.

Mas Gara mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah mengerti dengan apa yang aku katakan padanya.

"Tapi, kan kamu calon istri saya.."sanggahanya.

"Tapi tidak semua orang tahu, kalau saya calon istrinya mas Gara. Dan bila saya sering-sering kerumahnya mas, itu bisa membuat orang-orang yang melihat kedatangan saya kerumahnya mas berspekulasi yang tidak-tidak. Dari spekulasi-spekulasi itu mereka bisa melahirkan stigma tentang hubungan yang kita jalani."ujarku membantah sanggahannya.

"Dan Saya tidak mau orang-orang memberikan stigma buruk tentang hubungan kita, bagaimana pun pernikahan kita ini suci. Mas Gara mengucapkan janji bukan hanya sekedar dihadapan wali dan saksiku, tapi juga dihadapan Tuhan.."lanjutku.

Ku tekuk wajahku,entah kenapa kok rasanya kesel ya?

Mas Gara kok gak ngerti-ngerti juga..

Kan nyebelin jadinya.

persimpanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang