1.Lamaran

202 12 0
                                    

Baru saja ku injakan kakiku dihalaman rumah, aku sudah disuguhi pemandangan sebuah mobil.

Mobil yang Aku hafal betul siapa pemiliknya, aduh.. tiba-tiba saja aku jadi merasa was-was.

Bagaimana ini?

Namun aku tetap melangkahkan kakiku, memasuki rumah.

"Aku pulang!"teriakku, mengundang atensi semua orang yang sedang berada di ruang tamu rumahku.

"Masya Allah ini anak!"tegur ibu.

"Orang itu, kalau masuk rumah ucap salam Dis.."lanjut ibu menasehatiku.

"Hehe..iya Bu maaf, kebablasan.."ringisku merasa tak enak,lalu ikut mendudukkan diri diruangan itu.

Ku alihkan perhatianku pada salah satu penghuni lain diruangan ini"Lah..mas sesepuh ngapain disini?"tanyaku tidak lupa ku selipkan godaan untuknya.

Mendelik tidak suka"sepupu bukan sesepuh!"ketusnya tidak terima.

Aku terkekeh sejenak"Ya elah mas.. Baperan amat, kaya Ababil aja.." ledekku, mengundang dengusannya.

"Emang kenapa kalau mas kesini?"tanyanya, seolah mengejekku.

Aku tahu apa tujuannya datang ke rumahku. aku juga tahu, kalau saat ini, dia mengetahui kalau aku sedang ketakutan. Itu sebabnya ia bertanya begitu.

Susah memang, kalau punya sepupu yang akrab sama orang tua. Sangking akrab dan dekatnya mereka, jadilah mereka sering berkomplot dan berkolaborasi. membuat rencana yang menurutku, itu annoying banget.

"Masmu sudah cerita soal lamaran dari nak Gara untukmu.."ujar bapak, membuatku bungkam untuk sesaat.

Jujur saja,aku merasa deg-degan mendengar penuturan bapak barusan.

Aku tidak tahu harus merespon dengan bagaimana?

Untuk sesaat bapak juga terdiam, menatapku lekat. seolah sedang menanti respon seperti apa yang akan aku berikan.

"Lalu?"tanyaku akhirnya, memecah sunyi ruangan ini.

"Kenapa tidak kamu pertimbangkan nak?"tanya bapak lembut namun tegas.

"Memangnya bapak dan ibu setuju?"

Bapak dan ibu menganggukkan kepalanya.

"Kenapa tidak nak?"tanya ibu,menatapku dengan tatapan lembut.

Menghela nafas panjang"Dia duda loh Bu,pak? Emangnya ibu dan bapak gak apa-apa gitu, kalau aku nikah sama duda? Duda cerai loh ini? Mana dudanya masih belum tentu ke-dudaannya lagi, aku gak mau ya jadi istri ke-dua..entar apa kata orang pak,Bu? Emangnya ibu rela kalau misalnya, ada yang bilang anak perempuan ibu ini, seorang pelakor? Emangnya.." cerocosku tanpa jeda, maupun memberikan waktu untuk ibu maupun bapak agar bisa menjawabnya.

"Bocah gendeng!"ujar ibu gemas, memotong ucapanku. seraya memberikan getokkan di kepalaku.

Ku usap kepalaku yang tadi kena getokkan ibu. Mengerucutkan bibirku, kesal.

"Dengar nak!"perintah bapak, mencoba mengambil alih situasi.

Ku alihkan atensiku sepenuhnya pada bapak"Memang kenapa kalau seandainya dia duda? Masalah dia duda cerai atau bukan, bapak tidak masalah. Dengan catatan.. kesalahan yang membuat perceraian itu terjadi, bukan berasal dari pihaknya. Istri ke-dua? Lah, bagaimana kamu bisa jadi istri ke-dua, kalau dia saja sudah jadi duda? Untuk masalah omongan orang, bapak pikir tidak perlu didengar. Memangnya, mereka tahu apa tentang hidup kita?"ujar bapak panjang lebar. Membuatku menganga, tidak percaya.

Sungguh diluar dugaan..

Bapakku setuju begitu saja?

Entah apa saja yang sudah di ceritakan oleh kakak sepupuku itu?

persimpanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang