"Bel, lo makan gih. Masa cuma gue yang makan, kan lo yang ngajakin gue kesini." "Gausah drey. Gue ga laper, pengen diet juga." "Boong lo. Ini makan aja! Sok sok diet lo, badan kerempeng gitu juga."
Nama gue Amabel Daniella. Gue biasa dipanggil Amabel, Mabel, Bel, kadang-kadang malah Abel. Kebanyakan sih gue dipanggil Amabel aja.
Dan sekarang, gue lagi bareng sama Audrey Mandy. Dia sahabat gue dari kelas 6, dan sekarang gue kelas 12. Dia sahabat paling setia gue. Gue udah sering curhat macem-macem sama dia, dan dia juga gitu sama gue.
"Gausah. Bener kok gue ga laper."
"Yaudah gue makan ya, jangan ngiler lo!"
gue cuma ketawa mendengus.
Suasana jadi hening.
"Bel, jadi lo masih mau nyerah gitu aja?" kata Audrey memecah keheningan. "Nyerah? Maksud lo?" "Lo masih mau nyerah dalam cinta?"
"Kenapa sih lo nanyain soal itu mulu? Gue udah muak sama yang namanya cinta!" "Ayolah Bel, masa Amabel Daniella nyerah cuma gara-gara kejadian dua tahun lalu?"
-flashback-
Dua orang siswa, perempuan dan laki-laki yang baru pulang dari sekolah memasuki The Avenue Café. Keduanya duduk di kursi yang sama. Dengan bunga mawar yang terpampang di meja, suasana pun menjadi semakin romantis.
"Bel, ada sesuatu yang harus gue omongin ke lo." "Ngomong aja. Ada apa Fer?" "Sebenernya gue suka sama lo. Lo mau ga jadi pacar gue?" "Gue.. gue mau. Gue juga suka sama lo, Fer."
Perempuan itu yang baru pertama kali merasakan cinta sejak umurnya 14 tahun, dan sekarang mimpinya terwujud. Laki-laki yang diidam-idamkannya juga mencintainya. Ia merasa, mencintai dan dicintai adalah hal yang sangat indah, dan membuatnya bahagia. Sangat bahagia.
"Ini buat lo. Gue pakein ya."
Laki-laki itu ; Ferdi. Ia memakaikan kalung pemberiannya kepada Amabel. Kalung itu berbentuk infinity.
"Makasih ya Fer." ucap gadis itu sambil tersenyum manis, memperlihatkan lesung pipit yang ada di pipi kanannya.
"Iya sama-sama Bel. Gue ngasih kalung ini, artinya cinta gue sama lo ga terbatas. Lo juga mau kan mencintai gue apa adanya dan tanpa batas?"
"Iya, gue mau."
Walaupun itu hanyalah cerita cinta anak SMA, namun itu cinta yang murni, cinta yang indah dan bahagia, bukan cinta yang hanya sekedar 'suka'. Ini berbeda.
Mereka berbincang-bincang bersama, dengan suasana yang hangat di dalam Café yang nyaman. Mereka makan bersama.
"Pulang yuk Bel, udah sore." kata Ferdi sambil menggandeng Amabel. Wajah Amabel memerah, antara malu bercampur senang. "Ayo."
Mereka berdua keluar dari café tersebut.
"Bisnya ada di seberang. Ayo nyebrang." "Ayo."
Karena saking semangatnya, Amabel berjalan duluan tanpa mendengar teriakan Ferdi. Ia tidak menyadari bahwa dari arah kiri ada truk berkecepatan tinggi akan menabraknya. Ferdi segera berlari, lalu mendorong Amabel ke seberang. Sayang, sebelum sempat menghindar, Ferdi tertabrak oleh truk tersebut. Amabel yang jatuh tersungkur perlahan bangkit. Ia menoleh ke belakang. Dengan polosnya, ia bersungut sungut di dalam hati, mengapa Ferdi mendorongnya? Ia menengok ke belakang, dan melihat pemandangan yang sangat menyedihkan. Ferdi sudah tiada. Ia telah pergi, demi cintanya, Amabel.
Pikirannya tentang cinta sudah berubah. Cinta bukanlah kebahagiaan, bukan sesuatu yang indah. Cinta adalah hal yang menyedihkan, menyakitkan.
=flashback end=
Perlahan-lahan air mata gue menetes mengingat peristiwa itu. Karena itulah, gue ga percaya lagi sama yang namanya cinta. Cinta itu menyakitkan.
"Bel? Lo kenapa nangis?" "Gapapa kok." ucap gue sambil ngelap air mata gue. "Aduh sorry ya Bel, gue ga maksud bikin lo jadi kaya gini. Sorry banget Bel. Gue ga bakal nyinggung hal itu lagi deh." "Iya gapapa Drey."
=Gaudette=
Haii readers~ maaf ya ceritanya gaje banget, masih amatir ceritanya wkwk
Kasian ya Amabelnyaaa stay tuned yaa~ kasih vote and comments dong kalo suka, thanks.-Jessica
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaudette
Teen Fictiongue ga percaya sama yang namanya cinta. cinta ga bisa bikin gue bahagia gue bakalan percaya sama cinta, asalkan ada yang bikin gue bahagia