Awal.

9 0 0
                                    

Siang hari ini matahari, seperti sedang menghukum kota ini. Seperti naga yang menyemburkan apinya, panas sekali.

Nadhifa yang sedang berteduh di bawah pohon, seakan menghindari matahari, sambil mengibaskan baju nya, berharap bajunya tersebut mengeluarkan angin.

Dari kejauhan Tara berlari menghampiri dhifa, sambil membawa sebotol air mineral dingin. Berdiri tepat di sebelah kiri Nadhifa.

“minum dulu dhif” ucap Tara sambil mengulur kan air mineral nya.

Dhifa, yang melihat air mineral itupun tampak berbinar, dengan semangat dhifa mengambil botol tersebut “makasih tar” setelah mengucapkan itu dhifa meneguk habis air tersebut tanpa memberi jeda.

“buset dhif, pelan-pelan kenapa sih. Padahal sebenarnya gue mau minta separuh” ucap Tara sambil menggelengkan kepala.

“Loh, yang bener tar. Yah.. Udah habis nih” ucap dhifa sambil tersenyum.

“becanda kali dhif, gue tadi udah minum. Sante aja”

“hampir aja, gue lari cari pedagang air minum”

“coba lari sana. Pasti gak mau, orang ini panas banget” ucap Tara, setelah itu di sambut oleh suara renyah dhifa tertawa, disusul oleh Tara ikut tertawa. Menertawakan suara tawa dhifa.

Bagi Tara, dhifa selalu lucu. Sebenarnya dhifa ini type idaman Tara. Tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek juga, dhifa juga sangat manis Tara suka lesung Pipit yang ada di pipi kanan dhifa. Membuat dhifa terlihat sangat manis.

“dhif, gak kerasa ya tinggal dua Minggu lagi mau premier” ucap Tara memecahkan keheningan.

“Iya nih, semoga hasil nya sesuai dengan harapan kita”

“kalo ada elu mah, pasti hasilnya memuaskan” ucap Tara sambil menyenggol tubuh dhifa.

“ada elu juga, ada Rino ada yang lain. Gak gue aja kali tar”

Matkul sinematografi ini, memang membuat dhifa, tara,dan rino menjadi sekelompok. Banyak teman-teman sekelas dhifa yang protes. Bagaimana bisa, isi kelompok dhifa bibit unggul semua. Banyak yang berharap salah satu dari mereka menjadi kelompok nya. Tapi, ini sudah pilihan dari dosen dan mau tidak mau diterima oleh mahasiswa lainnya.

Sepak terjang dhifa, Tara dan Rino memang bagus. Dhifa yang pernah ikut produksi di beberapa PH membuat ilmu tentang sutradaranya meningkat, tidak hanya itu dhifa juga sangat epic dalam penulisan skenario. Multitalenta memang.

Sedangkan Tara, tidak diragukan lagi dia sangat berbakat dalam dunia videografi maupun fotografi. Tara juga sudah bekerja sambilan sebagai penulis lepas disalah satu majalah.

Sedangkan Rino design dan edit videonya tidak boleh di ragukan lagi. Dia juga bekerja part-time di wedding dokumentasi sebagai editor. Jadi, jam terbang soal editing tidak perlu diragukan lagi.

“berduaan mulu, dibawah pohon lagi” ucap rino, berjalan menghampiri Nadhifa dan tara. Setelah itu berdiri di sebelah kanan dhifa. Jadi, kini Nadhifa berada di tengah-tengah mereka.

“talent yang lain mana no?” ucap dhifa menoleh ke Rino

“lagi ganti baju tuh, dibantu sama rara” dhifa hanya manggut-manggut mendengar nya.

“kurang dua scene lagi kan dhif” ucap Rino bertanya pada dhifa

“iya tinggal dua lagi”

“bagus deh, habis itu gue mau balik”

“sok sibuk lu” ucap Tara sambil memukul topi bagian depan Rino menjulurkan tangannya.

Tanpa BingarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang