Nadhifa segera keluar dari kamar nya. Pagi ini dia sudah rapi, sebenarnya memang sudah tidak ada mata kuliah lagi. Tapi, hari ini menjadi hari yang paling mendebarkan untuk nadhifa. Malam nanti acara gala premier akan dimulai. Sesuai kesepakatan, semua panitia wajib berkumpul pukul. 10 untuk mempersiapkan acara.
Saat berada di depan pintu kamarnya, nadhifa mengecek semua barang yang dia bawa. Baju ganti check, carger check, buku check, peralatan check. Ah iya dompet dan liptint masih ada di atas meja. Nadhifa pun masuk lagi ke dalam mengambil barangnya yang tertinggal
Drrrtt..
Tiba-tiba handphonenya berbunyi Tara is calling..
“Hallo.. Iya ini turun” ucap nadhifa sambil menghimpit telepon ke telinga dengan bahunya sedangkan tangannya sibuk memasukkan barang-barang ke dalam tas.
“....”
“iya udah kok” ucap Nadhifa sambil menutup pintu kamar
Handphonenya masih setia berada di telinga nadhifa saat nadhifa masih di depan kamar, saat itu juga abang iril keluar dari kamar dengan rambut berantakan sambil menguap lebar.
“Bang.. dhifa ke kampus dulu. Nanti datang ya ke gala jam 7. Aku gak mau tau Abang harus dateng kalo enggak aku gak mau ngomong sama abang” ucap Nadhifa sambil tangan kanan nya meraih tangan iril untuk salim sedangkan tangan kirinya masih memegang handphonenya.
Yang diancam masih setengah sadar, hanya sanggup mengangguk. Tiba-tiba mata nya membulat melihat balutan yang ada di tangan nadhifa. Nadhifa yang sudah menuruni dua anak tangga, dibuat kaget oleh suara iril. Iril pun segera bergegas jalan ke tangga.
“Tangan mu kenapa dhifa ?” terjadi kejar-kejaran saat menuruni tangga
“Gapapa bang, aku udah ditunggu nih”
“Kok kamu gak bawa kendaraan sendiri ?” bagi nadhifa Abang nya ini terlalu menyebalkan kalo sedang khawatir.
“Udah di jemput tara”
“Kamu sama Tara lagi. Dhif.. Dhifa..” yang di panggil segera berlari ke depan. Bisa-bisa panjang nanti kalo iril tetap bertanya terus.
Saat nadhifa merasa aman dari iril, nadhifa mulai berjalan ke depan. Tara sengaja menunggu di depan pagar, sebenarnya tadi dia memaksa masuk ingin menyapa abang iril tapi nadhifa melarangnya. Takut terlambat.
Sebenarnya bukan itu sih yang dhifa takutkan. Dhifa hanya, Takut di tanya macam-macam oleh iril, cukup menghilang nya tara saja waktu itu yang membuat dia pusing menjawab semua pertanyaan dari abangnya itu.
“Enak nih pak Imam pagi-pagi dapet bubur” ucap dhifa saat dia sudah ada di depan pos satpam
“Iya nih non, dari mas tara. Tapi tetep martabak manis dari mas tara, tetep yang terbaik” ucap pak imam sambil tertawa, pak imam yang mendengarkan sapaan dari nadhifa seketika menghentikan kegiatan menyuapkan bubur kedalam mulutnya.
“Bisa aja nih pak imam, dhifa berangkat dulu ya pak” ucap nadhifa sambil menyalami pak imam lalu segera berjalan menuju tara.
Jika seorang pacar atau gebetan lazimnya selalu membawa oleh-oleh seperti martabak manis atau asin kepada orang tua. Beda cerita jika perempuan itu nadhifa, semenjak orang tua nadhifa sibuk, sebagai gantinya pak imam lah yang menerima. Semacam pengganti, nanti juga pak imam pasti memberikan nilai.
Walaupun itu yang dinilai dari segi rasa dan ramah nya, Nadhifa masih ingat betul saat pak imam menerima martabak manis dari tara, ke esokan harinya pak imam pasti berkata “non, orang nya baik. Martabak nya kemarin enak, menurut bapak dari semua cowok yang pernah ngasih bapak. Ini yang paling enak”. Saat nadhifa mendengar laporan itu Nadhifa hanya bisa tertawa keras. Memang pak imam ini ada-ada saja, kebaikan seseorang dinilai dari sekotak martabak manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Bingar
General FictionDari semua keramaian yang ditawarkan ternyata lebih banyak kesepian yang dirasakan. Ini cerita tentang Nadhifa tentang keramaian namun merasa sepi. Ini masih tentang semesta nya bukan tentang semesta mu, tentang Dunia Nadhifa yang katanya lebih berw...