Khawatir.

7 0 0
                                    

Nadhifa menatap nanar rumput yang ada di taman samping rumahnya. Sambil merangkul kedua kakinya menyatu, sehingga dagu dhifa bisa menopang sambil memandang kosong ke arah taman hasil karya pak shaleh, tukang kebun kesayangan bunda nya.

Pikiran dhifa masih melayang, memutar kejadian tadi sore. Mengapa aryo tega melakukan itu kepada nya. nadhifa juga menyesali sikap Tara tadi sore "bodoh" ucap nadhifa lirih, sambil terus menangis. Menelungkup kan wajahnya, tenggelam ke dalam dua kaki yang saling bertaut.

Malam ini nadhifa, berada sendirian di dalam rumah. Saat dhifa tiba tadi sore, mbak sari pamit, tidak dapat menemani sampai malam, karena anaknya sakit. Pikiran dan penampilan dhifa saat itu sedang kacau, saat mbak sari meminta ijin dhifa hanya mengangguk tanpa ekspresi.

Sebenarnya mbak sari khawatir, tapi anaknya di rumah juga lebih mengkhawatirkan. Mbak sari akhirnya meninggalkan dhifa. Begitu pula dengan Nadhifa segera naik untuk masuk ke dalam kamar nya.

Sebenarnya nadhifa, tidak benar-benar sendirian di rumah. Masih ada pak imam, yang berjaga di pos satpam. Pak imam, selalu memantau keadaan rumah Nadhifa. Segala tempat yang ada di rumah ini diberi cctv kecuali tempat-tempat privasi. Jadi, sebenarnya pak imam tau bahwa seseorang yang periang itu sedang bersedih. Pak imam, sebenarnya khawatir melihat nya. Tapi pak imam, tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa memantau, jika nanti Nadhifa berbuat hal-hal yang tidak di ingin kan. Pak imam tau harus bersikap seperti apa menghubungi bang iril adalah hal utama lalu menghubungi ayah dan bunda dhifa.

🌼🌼🌼

Deru mesin motor itu mengagetkan pak imam, silau lampu dari motor itu juga membuat mata nya menyipit akibat silau. Sekejap mesin motor itu sudah di matikan, membuat pak imam memfokuskan penglihatan nya, sambil berjalan mendekati gerbang. Saat si pengendara mulai melepas helm dan masker pak imam dengan cepat berdiri di dekat gerbang.

"oalah mas Tara, saya kira siapa tadi ?" ucap pak imam sambil membuka gerbang.

Tara tersenyum kepada pak imam sambil mendorong motornya, berjalan masuk lalu mensejajarkan diri di dekat pak imam.

"Iya pak ini saya. Nadhifa nya ada ?"

"ada mas, tapi kayaknya mbak dhifa lagi sedih. Khawatir saya" terlihat jelas dari wajah pak imam raut khawatir itu.

"iya pak saya tau, dhifa nya dimana ?" ucap Tara sambil menghela nafas

"di taman belakang. Kok mas Tara gak pernah main kesini lagi, sudah lama loh ?" kata-kata tersebut membuat Tara salah tingkah di tempatnya.

"ee.. Iya pak lagi sibuk. Saya nyamperin dhifa dulu pak" ucap tara sambil menggaruk tengkuknya canggung. Lalu segera mendorong motor nya memarkirkan di pelataran.

Setelah itu Tara langsung menuju, taman belakang segera menghampiri nadhifa. Dengan langkah perlahan Tara berjalan, tidak ingin mengagetkan Nadhifa.

Tara memang sengaja langsung ke rumah Nadhifa, setelah membuat aryo hampir babak belur, hal yang sama juga terjadi kepada tara. Tara, khawatir dengan kondisi nadhifa. Ternyata ke khawatiran itu benar adanya.

Saat melihat Nadhifa sedang menopang kan dagunya di kedua kakinya. Tara menghentikan langkahnya, mengembuskan nafas kasar, lalu berjalan menghampiri Nadhifa lagi.

"Dhif" ucap Tara sepelan mungkin, tiba-tiba saja tenggorokan Tara terasa kering. Tara paling benci melihat nadhifa seperti ini. Langkah Tara semakin dekat.

"nadhifa.." Tara berusaha memanggil Nadhifa lagi, tapi yang di panggil tetap diam. Sampai tara tiba di sebelah nadhifa, menatap nadhifa memandang kosong kearah depan membuat hati Tara berdenyut nyeri, menyingkirkan segala emosi itu, Tara mengembuskan nafas untuk menstabilkan emosinya.

Tanpa BingarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang