Prolog

11.5K 67 65
                                    

“Kamu sudah yakin betul, Nak?” Emran, ayah Arra menepuk pundak gadis sulungnya dengan pelan. “Pernikahan bukan untuk main-main. Menurut ayah, kamu masih terlalu muda. Masih banyak hal yang bisa kamu raih sebelum menikah dengan Ranji. Dunia ini sangat luas, Arra.”

“Sangat yakin. Mimpi Arra untuk membuka Rumah Kreasi sudah terwujud, Yah. Bahkan jauh dari ekspektasi Arra sebelumnya. Semua berjalan dengan lancar. Arra lulus kuliah tepat waktu dengan hasil yang memuaskan,” jelas Arra dengan penuh semangat. “Mimpi Arra selanjutnya, yaitu menikah dengan Mas Ranji, lalu punya anak. Kami sudah terlalu lama pacaran, Yah. Arra takut setelah sekian lama, ternyata cuma jagain jodoh orang.”

Lelaki yang rambutnya mulai beruban itu menghela napas panjang. “Ayah tidak melarang kamu menikah. Tapi, kamu harus punya dasar ilmu pernikahan yang kuat sebelum menikah. Itu penting untuk membangun fondasi rumah tangga kalian. Banyak orang yang sudah siap menikah, tapi belum siap menjadi istri yang baik. Begitu juga sebaliknya. Jangan ikuti jejak Ayah dan Ibu. Kamu mengerti, Ra?”

Arra tersenyum kemudian memeluk ayahnya. “Mengerti, yah. Setelah mendapat izin dari Ayah, Arra dan Mas Ranji akan ikut seminar ilmu pranikah. Arra janji tidak akan membuat Ayah sedih setelah kami menikah.”

Setelah mengantongi izin dari ayah, Arra menelepon ibunya untuk meminta izin. Tidak sulit mendapat izin dari ibu, karena memang sejak dulu ibu menginginkan Arra menikah muda. Arra dan ibu tidak tinggal serumah setelah kedua orang tuanya bercerai. Ibu tinggal di Palembang dengan suami barunya, semantara ayah tinggal di Lampung dan memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ayah hanya ingin fokus merawat Arra dan Alun. Meskipun kedua orang tuanya sudah bercerai, tetapi komunikasi keduanya terbilang baik. Minimal setahun dua kali, mereka akan bertemu untuk sekadar makan malam atau merayakan ulang tahun Arra dan Alun. Menikah dan mempunyai keluarga baru sebenarnya membuat Arra takut, kalau agenda rutin itu tidak lagi terlaksana. Bukan maksud Arra ingin melupakan agenda rutin tahunan itu, tetapi ibunya pernah berjanji akan terus membuat agenda pertemuan sampai salah satu anaknya menikah.

Urusan meminta izin beres. Arra langsung menghubungi beberapa kontak yang tercantum di poster seminar pranikah yang ia dapat dari Instagram.

Hidup memang seperti roll coaster yang setiap gerakannya memberikan rasa yang berbeda. Setelah menjalani beberapa proses, Arra merasa dirinya telah sampai kepad puncak impiannya; menikah dan memiliki anak. Dari semua hal yang melelahkan, menyiapkan pernikahan termasuk dalam kategeri yang sangat melelahkan tapi amat sangat membahagiakan.

Ranji memang sudah menyerahkan semuanya kepada wedding organizer, tapi calon istrinya yang super kreatif tetap turun langsung kelapangan untuk ikut merancang semuanya sendiri. Arra tidak bisa pasrah dengan dekorasi yang ada dalam album foto yang diberikan wedding organizer. Arra ingin membuat nuansa yang berbeda. Rustic tapi tetap elegan. Bahkan untuk urusan souvenir, Arra memilih membuatnya sendiri. Arra merajut kaktus mungil dengan tangannya sendiri tanpa bantuan siapapun. Kecuali untuk bagian packaging, Arra meminta bantuan kepada calon suaminya. Bagi Arra, semua yang dibuat dengan cinta, akan sampai ke tangan penerima dengan penuh rasa cinta pula.

Waktu yang dinanti telah tiba. Di halaman rumah Arra yang cukup luas, pernikahan berlangsung secara sederhana tapi tetap elegan. Tema rustic yang Arra ambil membuat para pengunjung takjub. Make up, gaun, dekorasi, dan katering sangat memuaskan. Hanya saja, tamu yang datang tidak sesuai dengan yang Arra undang. Tamu datang lebih banyak. Mengetahui hal itu, Alun adik Arra langsung meminta tambahan katering kepada pihak wedding orginizer. Yah, sebaik apapun menyiapkan semuanya, pasti ada saja kekurangan yang mengurangi kesempurnaan itu sendiri.

Arra melepas gaun putih yang ia pakai seharian. Wanita yang baru saja sah menjadi istri Ranji itu sengaja tidak ingin mengganti gaun berkali-kali selama resepsi berlangsung, seperti para pengantin pada umumnya. Selain tidak ingin ribet, ia juga tidak ingin album fotonya dihiasi baju warna-warni.

Arra membersihkan riasan tebal yang menempel di wajahnya. Seumur-umur, baru kali ini wajahnya terlihat 'mangklingi'. Ia seperti memakai topeng bidadari yang cantik. Ia tersenyum di depan cermin, “Setelah ini, kehidupan baru akan dimulai. Tidak ada Ayah yang membangunkan aku ketika pagi. Tidak ada Ayah yang menyiapkan nasi goreng kesukaanku atau membuatkan ayam bakar untuk makan malam. Semua berbalik. Aku yang akan membangunkan suamiku, dan menyiapkan sarapan pagi untuknya. Seharusnya, sebelum semua ini terjadi, aku lebih dulu membalas perlakuan manis ini ke Ayah. Terima kasih, Ayah. Terima kasih sudah merawat dan membesarkan aku degan penuh kasih dan sayang. Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu.”

After Giving BirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang