"Supranatural"

125 35 5
                                    

Tidak lama kemudian, kami bertiga akhirnya beranjak dari betang. Turun dari tangga, dan meloncat sebelum menapaki anak tangga yang terakhir. Langkah kecil pun dimulai, dengan sedikit lenggok konyol dari tarian aneh yang diperagakan Gerut.

"Woi lihat..! Itu Cayu Dunia!! Rut.. Cepat kejar.!!" Teriak Pepe tiba-tiba, saat terbesit dipandangannya.

Nampak Cayu sedang berjalan sembari membopong hasil torehannya.

"Woi..!! Awas kamu..!! Tadi pagi berani mengancamku. Jangan lari woiii.!! Ku ikat kau..!!" Teriak Gerut dengan emosi berlebihan. Sembari berlari anarkis ke arah Cayu yang juga berlari cepat ke arah berlawanan.

"Wuwue... Wue.. Ta.. Tak dapat, tak dapat..!!" Teriak Cayu terbata dengan berulang-ulang, sembari berlari kencang menuju semak. Menjauh, dan akhirnya lenyap.

"Ha ha ha. Gerut Gerut.. Sudahlah, biarkan saja. Masih ada hari esok." Ujar Pepe sembari tertawa saat menyaksikan gerakkan konyol dan ceroboh Gerut, saat berlari mengejar Cayu.

"Huhhh. Sial.. Anak itu cepat juga larinya. Coba kalau aku tidak membawa beban yang banyak. Aku pasti mendapatkannya. Awas dia..! Huhhh.." Keluh Gerut penuh emosi, saat kami berjalan mendekatinya.

"Sudahlah Rut. Lebih baik kamu menari lagi. Ha ha.." Ujar Pepe, meremehkan.

"Akhhh.. Akhhh.." Suara burung enggang tiba-tiba terdengar, cukup rendah dari arah atas di antara dedaunan.

"O, o.. Aku harap jangan sampai terjadi." Fikirku cemas, karena terbesit dipandanganku, raut wajah Gerut mendadak licik ke arah burung tersebut.

Sontak, mungkin karena saking marah dan merasa tidak terima, atas apa yang dilakukan Cayu terhadap harga dirinya. Tanpa sepengetahuanku, Gerut tiba-tiba saja "menyambar" bagian belakangku.

"Jangan Rut..!!" Tegurku, sembari menjauhkan lanjung ke arah berlawanan, saat Gerut berusaha meraih dengan sigapnya, hingga akhirnya merampas salah satu senjata berburuku.

"Biarkan saja Tik..!! Biar anak cengeng itu tau rasa." Ucap Pepe sembari menghalangiku, sambil memegang sebelah tanganku.

"Phussssssss... Slupppp.." (Suara sumpit)

"Akhhhhh.. Akhhhh.. Akhhh.. Grsuk.." Teriak burung kesayangan Cayu, sembari terbang menjauh dari tempat bertengger di antara dedahanan pohon rambai (Buah khas Kalimantan Tengah, mirip buah langsat, namun terasa sangat asam).

Nampaknya, burung itu tertatih di antara ranting yang dipijaknya. Seperti berusaha terbang, sesekali hampir terjatuh. Namun akhirnya menjauh, lalu pergi ke arah pelarian Cayu di padang semak belukar. Hmm.. Gerut pasti telah mengenainya. Mungkin dalam hitungan menit, racun dari kulit kodok itu segera bereaksi.

"Ni Tik, sebentar kan..!! He.." Ucap Gerut, sembari menyerahkan sumpit berburuku. Dengan ekspresi licik dan mimik puasnya. Lalu berlenggok-lenggok.

Setelah kejadian konyol yang menguras emosi. Kami pun kembali meneruskan perjalanan. Berjalan beriring, searah jalan setapak, bertanah merah. Menuju perbukittan pertama yang akan terus dilalui, karena di balik bukit itu masih ada bukit berikutnya, yang harus kami tempuh dengan cekattan dan bijak.

Perjalanan seperti ini, adalah suatu perjalanan yang sudah biasa dilakukan. Meski untuk pertama kalinya, kami harus menambah beberapa jarak tempuh yang cukup jauh, agar bisa sampai ke area terlarang itu. Ya? Mungkin "memakan" waktu sekitar empat jam lamanya. Dengan waktu seperti itu, di dalam teduhnya rimba, tidaklah terasa lama untuk tujuan yang menghasilkan. Mudah-mudahan, bukanlah sang kodok untuk malam ini. Ucapku dalam hati, seraya menikmati indahnya perburuan kami.

Beberapa jam kemudian.

Belum berkisar tiga jam lebih perjalanan, Gerut pun tiba-tiba menghentikan langkah dan mengajak kami untuk beristirahat sejenak.

the Son of Borneo [Selesai], (Pusing, Jangan BACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang