"Inform"

39 11 4
                                    

Tidak lama kemudian, setelah berjalan cukup jauh, serta menaiki bukit batu yang terjal. Akhirnya, Alf pun berada di area atas air terjun.

Alf langsung memasuki ruang pesawat, dengan gaya lincah dan sedikit ceroboh, Alf menggoyangkan tubuhnya di hadapanku. Sembari memutar dan sesekali melompat di sampingku, Alf mengekspresikan kegembiraan dan keberhasilannya. Aku pun turut senang dan tenang kembali.

"Bagus Alf!!" Ujarku gembira.

"Alf.. Alf." Respon Alf. Kali ini mengeluarkan suaranya yang terkurung menggema, persis seperti di dalam kotak besi.

"Ayo Alf! Cepat bawa ke mari!!" Ujarku penuh harap. Seraya, mengomando Alf untuk segera memberikan kotak penyembuh.

Hampir beberapa detik, Alf tiba-tiba saja terdiam bagaikan batu.

"Jangan katakan, jika kali ini kamu telah....??" Ujarku saat Alf berfikir keras tentang alat penyembuh yang sudah tidak ada di sisi tubuhnya.

"Aduh Alf.. Aku tidak menyangka, jika kali ini kamu benar-benar ceroboh. Cepat ingat! Di mana terakhir kali kamu telah melalaikannya!!" Ujarku dengan rasa kecewa.

"Alf.. Alf." Respon Alf, memberitahukan jika kemungkinan besar, alat itu terjatuh, tepat setelah Alf berhasil melompat dari pesawat dan terhempas ke padang ilalang.

"Kemungkinan sekali, pasti ada di sekitar area itu. Cepat kembali Alf, kita harus segera menemukannya!" Perintahku pada Alf.

"Alf.. Alf." Respon Alf, sembari beranjak dan akhirnya ke luar dari ruang pesawat.

"Kresszz." (Suara pergerakkan benda)

Tidak lama setelah kepergian Alf. Tiba-tiba saja aku terkejut dengan suara yang berasal dari arah belakang.

"Bagaimana kabarnya? Cukup lama tak jumpa."

"Terkejut ya?" Bisiknya di samping telingaku. Sembari mengurut kedua pundakku.

"Aku yakin. Kamu pasti merindukanku. He.." Ujar Rino lembut, lalu berjalan gemulai dari arah samping, seraya berkeliling di hadapanku, dan kembali lagi ke area belakang.

"Mau ku buatkan kopi? Manis atau cukup manis?" Ujar Rino lebih keras, yang terdengar seperti sedang berjalan ke sisi ruang di balik sekat.

Tidak lama kemudian, selang beberapa menit tak terdengar ceramahnya. Dengan santainya, Rino kembali muncul seraya berjalan kemayu, yang tidak jauh posisinya berada di sampingku. Nampaknya, ia sedang membawa dua cangkir pada genggamannya.

Setelah duduk di depanku, sembari menyilangkan pahanya. Ia lalu meletakkan satu cangkir di atas meja yang ada di sampingku. Dan satunya lagi, masih di genggamannya.

"Silahkan dinikmati! Syruppppp." Tawar Rino, sembari duduk santai dengan menyilangkan pahanya, lalu menyeruput air kopinya.

"Ahhh... Nikmat." Ujar Rino sambil menutup mata, masih dengan cangkir yang berdekattan dengan hidungnya yang sedang mengendus.

"Hmm.. Sepertinya, ada yang kurang di antara kita? Kopi yang kubuatkan semestinya harus ada tiga, bukan dua?" Ujar Rino dengan mimik berfikir serius, kemudian meletakkan cangkir di atas pahanya.

"Aduh, aku lupa. Sepertinya aku yang keliru. Seharusnya ada satu cangkir lagi. Benar sekali kamu Bin. Gerak matamu lebih cerdas dari ingatanku. Terimakasih telah mengingatkan aku. He.." Ujar Rino sesekali menepuk dahinya, seakan berpura-pura bodoh, dengan tingkah konyol yang lemah gemulai. Lalu menyempatkan merapikan cuirnya yang sempat terberai.

"Alf Alf! He.. Tega sekali dia meninggalkan tuannya. Sudah tak berdaya, bahkan tak mampu bergerak, hanya bisa meratapi diri. Malang sekali hidupmu Bin! Hmm.. Tapi ada bagusnya juga. Biar kamu tahu bagaimana rasanya!!! Rasanya dikhianati seperti diriku yang malang ini. Hu.." Ujar Rino sesekali menaikkan nada bicara, serta dengan ekspresi yang berubah-ubah, kadang sedih dan kadang tersenyum sinis.

"Relakan saja dia pergi! Sangat tidak penting. Kopiku, sebetulnya hanya sisa sedikit lagi, syukurnya masih cukup untuk kita berdua. He.." Ujar Rino, seraya tersenyum sinis. Lalu meletakkan cangkirnya ke atas meja di sisinya.

"Silahkan diminum! Nanti keburu dingin." Tawar Rino dengan menggerakkan tangannya ke arah cangkir yang ada di sisiku.

"Aduhh... Aku lupa. Maafkan aku Bin. He.." Sesal Rino, sembari menepuk jidatnya yang luas. Berpura-pura seolah lupa, namun dengan ekspresi berlebihan.

"O ya. Aku ke sini. Sekedar ingin memberitahukan sesuatu. Slurppp.. Ahhh.." Celetuknya, seraya kembali menikmati secangkir kopi.

"Pimpinan dari misimu, sempat menghubungi dan menanyakan bagaimana hasil penyelidikan mu. Kemudian aku jawab, masih dalam proses. He.." Ujar Rino sambil menggosok jari ke dagunya yang lancip.

"Menurutmu! Iya. Tepat sekali. Pastinya, aku aman dengan pelindung dan pengaman wajah. Pimpinanmu pun, sama sekali  tidak mencurigai bahwa aku adalah utusan satu. Malah, ia terlihat konyol dan dungu, karena mimik wajahnya yang sangat serius. He he.." Ujar Rino, lalu tersenyum seraya menggelengkan kepala.

"O ya.. Informasi lainnya adalah.. Yaitu tentang rencanaku. Aku telah merancangnya dengan serapi mungkin. Zat yang telah ku lepaskan, baik di udara, di air, bahkan yang telah aktif ditubuh mereka. Tepat di hari besok. Penyebarannya akan semakin cepat. Manusia-manusia yang ada di pemukiman itu, pasti akan segera mati dengan perlahan. Hmm.. Mungkin paling lama empat hari. Sisanya, bagi mereka yang masih bisa bertahan hidup, tidak lama juga akan segera menyusul. Mengapa??" Jelas Rino, dengan ekspresi licik dan mimik tak bersahabat.

"Aku sudah mengirimkan zat yang akan menginfeksikan emosi mereka. Ya.. Sederhana. Yaitu melalui salah satu dari koloni mereka sendiri, seseorang yang tadi sempat berkunjung ke area kita." Tegasnya, dengan sedikit arogan.

"Dengan menambahkan dosis yang lebih tinggi, dampaknya juga pasti akan lebih efektip. Setelah manusia itu berinteraksi dengan yang lainnya, maka, zat itu pun langsung terurai dengan sendirinya. Sedikit saja terusik, maka akan meledaklah seluruh emosinya. Dbyuarrrr...!!!" Jelasnya, sembari memperagakan cerita dengan gaya kemayu berlebihan.

"Hmm.. Aku yakin, mereka pasti akan segera menyusul yang lainnya. Bagaimana menurutmu Bin! He.." Tandas Rino, seraya mengekspresikannya dengan gaya gemulai. Sesekali merapikan rambut dengan jari telunjuk yang melentik.

"Aku yakin, rencanaku akan segera berhasil dan berjalan mulus." Ujar Rino lalu akhirnya beranjak dari tempat duduk.

"Jika semuanya sudah beres. Kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa sahabatku yang setia dan jujur! O ya? Aku pasti usahakan untuk membawa Alf kembali padamu. Ku harap, semoga tidak ada yang cacat ataupun kurang dari bentuk semula. He.." Ujar Rino, menyudahinya dengan tersenyum licik, namun masih tertahan tanpa menampakkan gigi. Hingga akhirnya menghilang dengan sekejap.

Tidak lama kemudian, setelah kepergian Rino.

"Alf.. Alf." Respon Alf tiba-tiba, yang beberapa saat juga sempat terdiam dan ikut menyimak perkataan Rino.

Alf sepertinya memberitahukan, jika ia telah berhasil menemukan alat penyembuh. Alat itu memang terjatuh di antara semak ilalang yang terhampar luas. Namun berkat pendeteksi berlian yang ada pada Alf, dengan mudahnya, Alf telah mendapatkannya.

"Bagus Alf!!" Ujarku pada Alf yang akhirnya berhasil mendapatkannya kembali.

"Alf.. Alf." Respon Alf sembari bergegas, berlari cepat, kembali menuju ke lokasiku.

the Son of Borneo [Selesai], (Pusing, Jangan BACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang