"Lari"

55 18 6
                                    


Cahaya api unggun, terang benderang. Beberapa warga kampung berlalu lalang, ada yang berdiang, dan ada juga yang berjalan di sekitar sungai Dahu. Kelihatannya, mereka memang sedang berjaga-jaga. Dengan menggunakan senjata masing-masing, sesekali mengamati area seberang, tepat ke arah persembunyianku.

Benar yang dikatakan Payu dan Udi, penjagaan mereka akan wilayah perkampungan terbilang sangat ketat. Mungkin untuk mencegah penularan wabah penyakit, atau malah karena teror bala yang mengusik ketentraman mereka? Fikirku, sembari memantau situasi seberang dari posisi yang sedang merangkak pelan di tepian jalur sungai yang surut. Penuh semak rerumputan, yang sangat membantu dalam menyamarkan persembunyian.

Sungai Dahu pada musim kemarau, mengalami surut. Pasir kuning beserta lumpur, terhampar dari sisi pantai bahkan sampai ke pertengahan alur sungai. Walaupun hal ini juga sangat membantu dalam proses penyeberangan, dengan tidak perlu berenang lama. Tetapi, sebenarnya malah lebih sangat berbahaya, karena harus menyebrangi tanah lapang berpasir yang luas, kemungkinan besar resikonya adalah mudah terawasi.

Cahaya bulan juga tidak begitu bersahabat, walaupun bukan bulan purnama, tetapi lumayan terang untuk memberitahukan keberadaanku.
Aku harus merangkak pelan dengan posisi semi tengkurap, mungkin cara ini sangat aman agar tidak mudah ketahuan. Hmm.. Mau tidak mau, aku harus merangkak seperti pasukkan leluhur di medan tempur, itu kata guru sejarah. Ucapku dalam hati seraya waspada.

Aku pun kemudian merangkak sembari tiarap, sesekali juga menyelinginya dengan sedikit berlari. Sungguh sangat berhati-hati. Di bawah cahaya bulan yang cukup terang, aku terpaksa banyak merangkak, ketimbang harus berlari.

Setelah beberapa lama menyusuri pasir yang berlumpur, akhirnya aku pun sampai pada sisi alur sungai yang dangkal. Perlahan-lahan, masih dengan posisi gaya yang sama, aku langsung menceburkan diri. Tetap tenang berhati-hati, sembari terus berenang, sampai menuju pada pertengahan jalur sungai yang dalam.
Sambil melawan derasnya arus, meski terkadang sempat terhanyut, namun tetap berusaha untuk bisa sampai ke tepian.

Setelah melaluinya dengan penuh perjuangan, dari seluruh tenaga. Aku pun berhasil menyeberanginya, dan akhirnya benar-benar sampai di sisi tepian yang juga sama berpasir.
Kembali dengan sangat hati-hati, aku kembali merangkak. Dengan tatapan fokus dan pengamatan tajam, aku juga terus mengawasi situasi sekitar, seraya mengamati beberapa orang yang kelihatannya sedang berbincang di sekitar api unggun. Posisi mereka nampaknya masih tidak jauh dari tepian sungai, jaraknya juga kurang lebih tiga ratusan langkah dari area perkampungan. Kurang lebih ada sekitar delapan orang, mereka sepertinya sedang memegang tombak, busur panah dan mandau berkumpang, yang diikatkan di bagian pinggang masing-masing.
Hmm.. Jika ketahuan, pasti akan menjadi sasaran empuk. Dua kemungkinan alasan mereka untuk menghujamkan senjata itu, karena aku akan menularkan penyakit, atau karena aku disangka bala yang mengancam mereka? Fikirku, sembari perlahan merangkak.

Walaupun posisiku masih terbilang cukup jauh dari mereka. Namun jika tidak berhati-hati, aku pasti akan mengalami kesulitan, apalagi harus berlari di pasir yang berlumpur ini, dan sudah nyata sekali jika tidak ada tempat persembunyian yang mendukung. Hampir semua area di pinggiran pantai, yang dulunya berumput lebat, sekarang kelihatannya sengaja ditebas dan dibakar, agar memudahkan mereka dalam hal pengawasan. Sangat terbuka, sedikit saja gerak mencurigakan terbesit dalam pengamatan mereka, aku pasti celaka.

Setelah beberapa puluh menit dengan sikap hati-hati dan waspada, aku pun berhasil melalui area pantai. Tidak lama, sembari berlari aku langsung menuju sisi tanah yang sedikit meninggi, menyerupai tebing kurang lebih tiga depa.

Aku langsung menaikinya, sembari terus mengamati sekitarku dengan cermat. Area perkampungan memang sudah tidak jauh lagi, posisinya berada di dataran yang lebih tinggi, tepatnya di balik pendakianku. Semoga saja, mereka masih di rumah. Harapku cemas, sambil mendaki dengan sangat waspada.

the Son of Borneo [Selesai], (Pusing, Jangan BACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang